Hari ketiga di bulan Januari. Hari pertama masuk sekolah. Aku mengayuh sepedaku ke sekolah. Masih pukul enam pagi. Udara masih segar dan sangat dingin. Maklum, sekarang masih musim penghujan. Kueratkan jaket merahku agar udara dingin tidak menusuk kulitku lebih dalam lagi.
Ingin tahu mengapa aku datang sepagi ini? Tidak, rumahku tidak berjarak belasan kilometer dari sekolah. Hanya saja aku suka waktu pagi. Saat embun masih terlihat berjatuhan dari satu daun ke daun lainnya. Saat dimana mimpi-mimpi akan mulai diwujudkan. Saat jiwa-jiwa yang lelah terbangun dari tidur lelapnya untuk kembali menghadapi kenyataan. Ya. Aku suka pagi.
Pukul enam lewat lima belas menit. Aku sudah sampai di sekolah. Gedung putih yang megah dengan banyak jendela kaca berdiri kokoh di depanku. Aku memarkirkan sepedaku di bawah pohon besar. Tempat parkir favoritku selama setahun belakangan ini.
Aku berjalan menyusuri koridor sekolah yang masih sepi. Menaiki tangga menuju kelasku yang berada di lantai tiga gedung ini. Aku dapat mendengar gema dari suara sepatuku yang menginjak lantai. "Selamat pagi, kang" aku menyapa petugas kebersihan seperti biasa.
Setelah meletakkan tas di bangku pojok belakang sebelah kanan, aku kembali menuruni tangga menuju lapangan basket indoor. Ya, aku cukup pandai bermain basket. Walaupun aku tidak bergabung dengan tim basket sekolah ini. Suara decitan sepatuku dengan lantai lapangan basket menjadi backsound pagi ini.
Pukul enam lewat empat puluh lima menit. Murid-murid sudah berdatangan. Suara deruman mobil dan motor yang memasuki lingkungan sekolah semakin ramai saja. Begitu pula dengan suara loker yang dibuka tutup oleh pemiliknya. Aku berhenti bermain basket. Berjalan menyusuri koridor sekolah yang sudah ramai oleh para siswa yang bercengkrama bersama teman-temannya di depan loker. Para siswa yang memenuhi koridor membuka jalan untuk aku lewat. Selalu seperti itu.
Aku berjalan menuju lapangan upacara yang terletak di samping tempat parkir yang sesak akan kendaraan siswa yang mengkilap. Bel berbunyi dan semua siswa bergegas untuk baris di posisi masing-masing.
Upacara telah berlangsung sekitar sepuluh menit. Sekarang adalah pukul tujuh lewat lima belas. Seharusnya sekarang kau sudah datang. Aku terus menatap ke arah pagar. Menunggumu.
Dari kejauhan kulihat mobil sedan putih yang melaju dengan cepat. Aku tersenyum. Tuan putriku sudah datang.
☀☀☀
KAMU SEDANG MEMBACA
IFT series : Sunshine for the Moon
Teen FictionThe moon in my darkest night, Audrey. Maybe you are the moon and I'm the sun and we were never meant to be together, but wouldn't it be spectacular if we did? The sun in your brightest day, Adit. ☀☀☀ Aditya Mahameru Lawrence. Si pemain basket ulung...