My Pretty Bad Girl, Audrey | 1
☀☀☀
Mobil sedan putih yang mengkilap itu berhenti tepat di depan gerbang sekolah yang menjulang tinggi. Suara decitannya membuat beberapa siswa berbalik ke arah gerbang kemudian kembali fokus pada upacara setelah melihat nomor polisi mobil itu. Mereka tentu sudah tahu siapa yang datang.
Pintu mobil terbuka. Kau keluar dari kursi pengemudi. Seperti biasa, hari ini kau terlihat cantik. Namun yang tak biasa adalah hari ini rambutmu diikat menjadi messy bun seperti gaya trend anak tumblr masa kini. Aku tersenyum. Aku tahu pasti ada sesuatu yang kau sembunyikan dengan model rambut seperti itu.
Dari kejauhan kulihat kau sedang sibuk diomeli oleh guru bimbingan konseling. Kau hanya berdiri tanpa berkomentar. Sepertinya diomeli seperti itu sudah menjadi rutinitas pagimu selama setahun belakangan ini.
Setelah cukup lama diomeli dan diberi nasihat, akhirnya kau diperbolehkan masuk untuk mengikuti upacara. Dengan malas kau pun berjalan masuk ke mobil untuk memarkir mobilmu di tempat parkir lalu berjalan menuju lapangan upacara.
Entah aku mimpi apa semalam, kau memilih untuk berbaris di sebelahku. Lebih tepatnya bukan memilih, namun kebetulan. Kebetulan aku berdiri di barisan paling belakang. Lebih tepatnya lagi, aku sengaja berdiri di barisan yang paling dekat dengan tempat parkir karena aku tahu kalau kau akan terlambat lagi pagi ini.
Kau menatapku sinis dan aku menatapmu balik. "Apa lo liat-liat?" katamu dingin sambil mengepalkan tangan ke arahku. Aku pun menggeleng lalu kembali melihat ke depan. Ini adalah waktu terlama aku bertatapan denganmu. Tepatnya sebelas detik. Aku tersenyum di dalam hati. Kau benar-benar sangat cantik.
Dengan jantung yang berdebar aku berusaha fokus mengikuti upacara. Sesekali melirik ke arahmu. Seperti layaknya siswa di sekolah ini, kau memakai seragam putih abu-abu. Yang berbeda adalah, potongan rokmu sedikit terlalu pendek menurutku. Di atas lutut. Dan itu tentu saja melanggar peraturan sekolah.
Kulihat kau mengibaskan tanganmu ke arah wajah. Kau sedang kepanasan rupanya. Sinar matahari memang sangat terik pagi ini. Jadi aku berjalan sedikit maju agar kau bisa berlindung di balik bayanganku. Melihat ada celah, kau akhirnya berpindah ke belakangku. Aku tersenyum lagi. Senang bisa membantumu. Dengan jarak sedekat ini aku bisa mencium aroma parfummu. Tidak pernah berubah, mint dan strawberry. Manis dan dingin. Sepertimu.
Pukul tujuh lewat empat puluh menit. Upacara selesai. Upacara kali ini terasa sangat singkat bagiku. Mungkin karena ada kamu di belakangku. Teori Einstein memang benar. Waktu itu relatif. Saat kau meletakkan tanganmu di atas kompor panas selama semenit, itu terasa seperti satu jam. Namun, saat kau berdiri bersama seseorang yang kau suka selama satu jam, itu akan terasa seperti semenit. Hal itu sama seperti kondisiku sekarang.
Saat aku berbalik ke belakang, kau sudah tidak ada. Aku melihat kau sedang berlari kecil menuju mobilmu. Mengambil tas ransel kecil berwarna kuning terang, lalu menyampirkannya di salah satu bahumu.
"Hey!" teriak seorang perempuan dengan suara cemprengnya. Dia adalah Kiara. Sahabatmu satu-satunya. Kiara melambai-lambaikan tangan ke arahmu. Kau melihatnya lalu tersenyum --dan senyummu membuatku ikut tersenyum-- dan berlari memeluk Kiara. Sepertinya kau sangat rindu dengannya. Kau tahu? Aku juga ingin dirindukan olehmu.
Setelah beberapa menit berbincang, kau dan Kiara berjalan menuju kelas. Kelasmu juga berada di lantai tiga. Lebih tepatnya, kelas kita. Aku senang bisa ada di kelas yang sama denganmu. Karena selain bisa melihatmu setiap saat, kelas yang sama bisa menciptakan adanya kata "kita". Kelas kita. Kelas aku dan kamu. Bisa mengerti maksudku?
KAMU SEDANG MEMBACA
IFT series : Sunshine for the Moon
Teen FictionThe moon in my darkest night, Audrey. Maybe you are the moon and I'm the sun and we were never meant to be together, but wouldn't it be spectacular if we did? The sun in your brightest day, Adit. ☀☀☀ Aditya Mahameru Lawrence. Si pemain basket ulung...