Haiii! Salam kenal, readers!
Seperti yang kalian tahu, ini first time for me to publish some story in wattpadd. Setelah lebih dari 1 tahun join di wattpad, akhirnya aku memberanikan diri. Hehehehe
So, happy reading and hope you enjoy it guys!
See you later ! xoxo
*****
Jam istirahat kali ini aku putuskan untuk berdiam diri di kelas. Ketiga teman dekatku, Lea, Feli, dan Dita sedang pergi ke kantin. Hari ini aku memang sengaja membawa bekal dari rumah.
"Anjir lo malu-maluin banget tadi," keluh seorang cowok berambut kecoklatan.
"Biasa aja ogeb, kayak lo gak malu-maluin aja," balas cowok satunya lagi seraya mendecih.
Kalau kalian penasaran siapa mereka, baiklah. Akan aku jelaskan. Yang tadi itu, cowok berambut kecoklatan, namanya Erlang. Dia adalah kakak laki-lakiku. Umur kami terpaut hanya satu tahun, namun Bunda sengaja mendaftarkanku dan Erlang ke sekolah dasar secara bersamaan.
Sedangkan cowok satunya lagi, namanya Nevan. Nevanda Bagaskara. Dia memiliki rambut hitam yang sedikit berantakan. Aku tidak tahu apakah memang rambut aslinya seperti itu atau memang ia malas merapikan rambutnya. Oke, itu tidak penting sebenarnya.
Hanya saja, yang aku suka darinya, adalah tatapan matanya. Binar matanya hangat dan agak kekanakkan, dan ia juga merupakan orang yang ramah dan humoris.
Dari awal aku memang menyukai dia. Dulu kami pertama kali bertemu pada saat masa orientasi. Aku yang memang dasarnya bukan tipe orang yang easy-going bahkan cenderung agak kaku, tak berani untuk menyapanya duluan. Hingga akhirnya kami berada dalam satu kelompok, jadi ia mengajakku berbincang duluan. Dari sana aku tahu bahwa kepribadian Nevan sesuai dengan binar matanya. Hangat.
Memang ini agak klise. Tapi saat itu aku baru saja merasakan love at the first sight, seperti yang tertera di novel-novel fiksi remaja milik Dita. Apalagi waktu aku tahu bahwa aku dan Nevan ditempatkan di kelas yang sama, disitu aku berteriak heboh layaknya orang gila.
"Heh, jomblo. Makan sendirian aja lo," ledek Erlang.
Sial.
"Sirik aja lo," balasku ketus.
Gara-gara mulut besarnya itu, Nevan jadi ikut melihat ke arahku dengan tatapan lucunya. Entah kenapa, aku menganggap segala sesuatu yang ada di dirinya itu cute.
I like a cute boy.
"Sensi amat sih," gumam Erlang yang masih bisa kudengar, "Bagi makanan dong, gue laper."
"Nggak, ini punya gue. Lo kan bawa juga," kataku.
Kontan Erlang cemberut. Ingin rasanya aku tertawa melihat raut wajahnya. Namun, aku harus memasang wajah jaimku sebab Nevan masih ada di sini.
"Hahaha komuk," timpal Nevan seraya terbahak.
"Udah, kasih aja, Sel. Lo ga liat apa tampangnya kayak cacing kepanasan gitu," ujar Nevan di sela-sela tawanya.
"Anjing lo, Nev. Bukannya belain temen sendiri," ucap Erlang.
"Ih, Abang! Gak boleh ngomong kasar," ujarku yang tidak terima saat kakak laki-lakiku bicara seperti itu.
"Heh, adek kurang ajar lo, ya. Kakak sendiri gak dibela," balasnya sinis.
"Erlang mulai marah, Bung." Nevan menyahuti dengan nada meledek dan tertawa mengejek.
Aku rasa sudah cukup menjahili Erlang. "Ah, lo mah ngambek mulu. Heran gue, jadi kakak gak ada dewasanya sama sekali,"
Akhirnya aku pun menyodorkan kotak makan yang baru kusentuh setengahnya, dan langsung diterima Erlang dengan senang hati.
Dasar Erlang rakus, cibirku dalam hati.
Sebetulnya aku agak malas memanggilnya dengan embel-embel 'abang', mengingat usia kami hanya terpaut 1 tahun. Namun, Erlang selalu mengadu pada Bunda kalau aku tidak memanggilnya Abang dan berakhir Bunda mengomeliku. Itu menjengkelkan.
Lantas Erlang pun duduk di bangku yang berada di depanku. Sementara itu, Nevan mengambil satu kotak berisi cake dan sebungkus chips.
"Bawa dari rumah?" tanyaku basa-basi.
Tidak biasanya Nevan suka bawa bekal atau cemilan dari rumah.
Nevan mengangguk.
"Nih," Nevan menyodorkan kotak cake tersebut kepadaku.
"Kesukaan lo, 'kan," katanya lagi yang jujur hampir membuatku meleleh.Aku mengambil sepotong strawberry-cheese cake dan mulai menggigitnya. Sensasi rasa asam dari selai stroberi dicampur tekstur lembut kue tersebut benar-benar nikmat.
"Thanks, tau aja lo," kataku lalu tersenyum lebar.
"Yap, Erlang told me," balas Nevan cuek.
Khayalan-khayalan yang sudah kubuat seketika runtuh. Aku kira dia memperhatikan aku sehingga tahu apa makanan favoritku. Ternyata ini hanya akal-akalan Erlang.
Aku melirik Erlang yang masih fokus dengan makanannya. Kemudian ia menatapku dengan senyum miring di bibirnya.
Lagi-lagi aku memaksakan senyumku. "Lo gak makan?"
Dibalas gelengan oleh Nevan. "Gue gak begitu suka sama makanan manis dan keju,"
Aku cuman manggut-manggut paham. Segera kucatat informasi ini. Ingatkan aku untuk tidak membuatkan makanan manis untuk Nevan.
"Hmm," gumamku pelan.
"Tapi lo harus cobain ini. Sekali aja deh," aku membujuk Nevan.
Mungkin ia luluh dengan tatapanku. Setidaknya ku harap seperti itu. Karena setelahnya ia mulai mengambil potongan lain kue tersebut dan mulai memakannya.
"Gimana? Enak 'kan?"
Wajah Nevan berubah jadi agak keruh setelah menelan seluruh potongan kue yang dimakannya.
"Feels weird. Asem, manis, campur jadi satu," komentarnya yang sontak membuatku meringis.
"Sori, gak seharusnya gue maksa lo," ujarku dengan nada bersalah.
Nevan tersenyum simpul. "It's okay."
"Seriously?" tanyaku.
Tiba-tiba Nevan tertawa dan mengacak-acak rambutku dengan gemas. "Iya, Sella. Lo tuh mirip sama Keisya tau, gak? Bahkan makanan favorit kalian juga sama."
Aku berharap supaya responsku terdengar antusias. "Oh ya?"
Nevan mengangguk semangat. Bahkan tatapan matanya berubah menjadi lebih hangat.
"Iya, tiap dia makan cheese cake, dia selalu nawarin gue. Dan jelas selalu gue tolak. Trus dia suka ngambek sendiri dan gue ngerasa lo dan Keisya tuh lucu."
"Hmmm, gitu ya."
Apa sih yang bisa diharapkan dari tanggapanku? Jujur aku akan terlihat munafik kalau aku pura-pura merasa antusias saat orang yang kusuka membicarakan perempuan lain.
Dan sialnya, perempuan lain itu adalah kekasihnya.
"Tadi itu pertama kalinya gue makan cheese cake. Anehnya, gue mau-mau aja waktu lo tawarin."
Aku pun tidak mengindahkan perkataan terakhir Nevan.
Bukan, bukan karena perkataanya. Namun, hal itu karena lagi-lagi senyum manis Nevan memberikan getaran yang hebat pada diriku.
Aduh, bisa-bisa aku terkena diabetes nih!
KAMU SEDANG MEMBACA
Catch You !
Short StorySalah satu harapanku ketika melihat bintang jatuh adalah, jika seandainya dia tidak akan dapat kugenggam, maka tolong sampaikan pada Tuhan agar mengirimkan dia yang bisa berada di genggamanku.