PROLOG

31 1 0
                                    

"Kita ke pantai yuk, Fan!" ajak Rania menggaet tanganku.

"Loh, kok gak biasanya kamu kayak gini?" tanyaku. Aku aneh dengan sikapnya akhir-akhir ini yang sangat berbeda dari biasanya. Ia kini sering merengek mengajakku main.

"Yak, kamu ini selalu saja ngomong kayak gitu. Aku kan hanya ingin membuat moment indah sama kamu," catusnya ia bicara padaku. Kini bibir manis itu maju ke depan dan tangannya dilipat di dada.

Oh, Tuhan. Apa aku salah bicara?

"Kamu ini gak peka banget sih, Fan?" sambungnya.

"Aduh, maafin aku sayang. Bukannya gak peka. Tapi aku capek banget hari ini." Aku meregangkan otot leherku.

Sungguh aku sangat lelah hari ini. Entah kenapa pekerjaanku sangat banyak untuk hari ini. Keringat sudah membasahi tubuh dan bajuku.

"Hah, kamu capek?" Rania menatapku khawatir.
Ia melihat segala peluhku. Segera ia menarik tisu dari kotaknya. Ia menyusut keringat yang ada di jidat dan leherku.

Ia sangat baik. Selalu saja pengertian padaku. Ia selalu mengerti keadaanku walau ia tahu bahwa diriku dan dirinya berbeda sedikit dalam status ekonomi. Aku orang tak berkecukupan yang beruntung mendapatkan gadis kaya raya yang baik dan tak sombong seperti dia.

Walau pun berbeda, aku 'tak ada niatan untuk memanfaatkan hartanya. Sungguh sedikit pun tidak.
Aku akan berusaha untuk membuatnya senang dengan hasil usahaku sendiri. Aku 'tak seperti kebanyakan laki-laki yang bajingan di luar sana yang memanfaatkan harta seorang wanita.

"Ya sudah kalo kamu capek, lain kali saja kita perginya." Nada bicara Rania mulai rendah. Aku sangat khawatir mendengarnya. Aku takut ia sakit hati karena ucapanku tadi. Aku takut kehilangannya. Sungguh aku takut.

Tapi, harus bagaimana lagi? Aku 'tak mungkin membohongi diriku sendiri.

"Hey-hey. Kau kenapa, hmm?" tanyaku mengangkat dagunya yang tertunduk.

"Kau marah padaku?" Manik matanya sudah ku tatap tajam sejak tadi.

"Tidak sayang, aku 'tak marah padamu." Di depan mataku, mengembang lah senyuman manis kekasihku ini.

"Sungguh?" tanyaku memastikan.

Rania ini orangnya jago dalam menyembunyikan rasa melalui raut wajahnya. Ketika ia sedih, ia akan selalu memasang raut wajah yang ceria. Itu lah sebabnya aku bertanya kembali bertanya untuk memastikan itu.

"Sungguh, sayangku!" Ia mengacungkan jarinya membentuk huruf 'V'.

"Oke, tunggu aku sebentar ya. Aku akan membersihkan badanku!" Aku beranjak dari sofa yang tadi ku duduki.

"Iya, tapi jangan lama-lama!" ucapnya, aku tersenyum dan mengacak surai panjangnya.

"Ish kau ini ya!" Omelnya. Aku hanya mengulurkan lidahku lalu pergi ke kamar mandi.

'Tak membutuhkan waktu lama untuk mandi untuk seorang aku. Ya, aku. Alfan Alwian Wendra. Laki-laki yang hidup dengan status ekonomi biasa saja yang beruntung dapat menjalin hubungan dengan seorang gadis keturunan 'konglomerat'.

Aku sudah siap dengan T-shirt putih polos kesukaanku. Aku sebenarnya menyukai warna merah, tapi untuk baju, aku lebih menyukai warna putih. Sekarang juga aku sudah punya 24 stel T-shirt putih.

Eh, kok malah curhat ya duh. Sampai lupa sama bidadari cantik kesayangaku yang sedaritadi menungguku. Aku sedikit merapikan rambutku di depan kaca.

Oke, perfect!

"Yuk berangkat!" ajakku menyodorkan lengan kananku.

"Tapi kan katanya kamu capek." Ledeknya tanpa menatapku.

Because Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang