***"Hinata sudah bahagia bersama Naruto. Bukankah itu yang kau inginkan agar adikmu bahagia? Biarlah dia bersama Naruto selagi pria itu bisa menjaga dan membahagiakan Hinata. Jujur Tou-sama sangat tidak menduga bila takdir menjawab jika Naruto pria itu... Aku sangat yakin dan tidak sedikitpun ragu akan cinta mereka. Dan—"
Menghentikan sejenak ucapannya. Jarang sekali Hyuga Hiashi berbicara panjang lebar, namun tuntutan hati agar putera sulungnya mengerti membuat sifat penuh wibawa dan tegas darinya terselimuti akan rasa lain yang disebut senang perihal puterinya yang kini sudah bahagia dengan pria tercintanya.
"Aku akan menjadi seorang kakek sebentar lagi... Sebaikanya kau juga memikirkan bagaimana senangnya seorang paman jika mempunyai keponakan dari adik tersayangnya."
Guratan rasa bahagia tergambar jelas pada wajah yang tak lagi datar dari pria bermarga Hyuga murni itu. Senyum bahkan tersungging tulus bagaimana sebentar lagi akan ada seorang anak kecil yang memanggilnya kakek.
"Kau benar, Tou-sama," Kali ini Neji tampak bijak. Ia juga tidak boleh memikirkan kebhagiaan Hinata hanya dari segi pandangnya saja. "Kebahagiaan Hinata sekarang adalah Naruto dan juga calon bayi mereka. Tidak kusangka gadis pemalu dan rajin sepertinya sudah tumbuh besar bahkan kini mengandung... Tapi, jangan halangi aku untuk menghakimi Naruto jika sewaktu-waktu Hinata tersakiti..."
Hiashi berdecak dengan ejekan yang sangat jarang keluar, ia memandang anak sulungnya dengan pandangan meneduh, "Aku tidak akan menghalangimu, tapi aku tidak akan membuat puteri kesayanganku menjadi janda..."
Neji ikut tersenyum. Walau ia sulit menerima, namun perwatakan tenang dariya memicu pemikiran jernih tentang kebahagiaan adik tercintanya.
"Maaf, Tou-sama... Aku tidak berjanji akan hal itu. Karena aku bisa lepas kendali bila menyangkut Hinata..."
Dan keduanyapun saling menyelami hal yang sama, yaitu bagaimana puteri dan adik dari masing-masing pria itu begitu harmonis dengan suaminya. Walau ada sedikit decihan ketidak relaan dari Neji membayangkan Hinata manis dan begitu lembut setiap harinya harus dijajah oleh pria seperti Naruto.
'Kakakmu ini bahkan belum pernah melakukan hal seperti itu. Tapi kau sekarang sudah sangat nakal, Imoutou...'
***
Menginvasi bendal basah menggiurkan yang selalu menjadi candu untuknya. Mencoba melesatkan lidah, hingga senyum mengembang kala sang wanita membuka mulut memberi akses untuknya mengobra-ngabrik seisi mulut tersebut.
Kali ini turun, tetap dengan telapak tangan yang membelai pinggang dan punggung wanita tercintanya, Naruto bermaksud merasakan leher jenjang isterinya guna memberi tanda jika wanita itu hanya miliknya seorang.
"Ja-jangan, ssshhtt..." Erangnya tertahan dengan rona merah yang sangat pekat. Tangannya bertindak, dari belaian pada surai kuning prianya, kini mendorong kepala tersebut hingga berhasil menjauh dari lehernya.
Menatap sang suami penuh kata maaf. Pancaran melembut serta seulas senyum manis ia berikan tak lupa gelengan kepala. Hnata tak mau ada yang melihat ditengah nuansa ramai seperti ini. Kalau Hinata boleh memilih, lebih baik ia digagahi dirumah saja dari pada melakukan hal semacam itu ditempat umum.
Tau akan hal itu, Naruto memahami sang isteri mengingat mereka tengah berada ditaman bermain walau kini keduanya berada ditempat tidak begitu riuk. Hanya hamparan rumput hijau yang ditimpa sinar rembulan terang, tak luput tak jauh mata memandang banyak sekali wahana menyenangkan yang membuat Naruto tergelitiki untuk kesana.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Wife
FanfictionRumah tangga antara Naruto dan Hinata yang terpaut usia 7 tahun. Diamana Hinata yang masih berstatus pelajar harus menikah dengan pengusaha kaya bernama Uzumaki Naruto. Sebuah telenova yang harus dilalui keduanya dalam rumah tangga tanpa ada cinta...