"Keputusan orang tua tidak akan pernah salah. Mereka akan memilih jalan terbaik untuk anak-anaknya. Bahkan rela mengorbankan sisa hidup nya untuk memperjuangkan titipan Tuhantanpa mengharap balasan setimpal"
***
Acelin Angela. Gadis asal Yogyakarta berumur 17 tahun terlihat gelisah di dalam bus yang ia tumpangi. Bagaimana tidak, ibu nya sedang sakit di Jakarta. Sedangkan ia tidak berada di samping ibu nya, untuk merawat dan menjaga Sang Ibu. Sekelebat rasa sesal bergemuruh di hatinya. Seandainyaaku enggak biarin ibu kerja sendiri di Jakarta, pasti enggak akan gini kejadiaannya. Seandainya dari dulu ibu ngebolehin aku kerja di kota ini, ibu enggak perlu capek-capek jadi pembantu di Jakarta dan sampai sakit seperti ini. Sesalnya.
Kalimat seandainya terus ia lontarkan dalam benak nya. Kristal bening perlahan menetes melewati pipi nya tanpa bisa dicegah. Acel begitu menyalahkan dirinya yang tidak bisa membantu ibu nya. Acel sangat ingin bekerja tapi ibu nya selalu melarang. Alasan nya klasik, Rashmi (IbuAcel) ingin jika masa depan anak nyalebih baik, dengan itu Acel harus tetap sekolah untuk menggapai segala angannya.
Meskipun hidup serba kekurangan, Rashmi tetap berjuang menyekolahkan kedua anak nya Acelin Angela dan Aurelia Tanisha. Untuk itu jadilah Rashmi bekerja sebagaipembantu rumah tangga di Ibu Kota.
Sepanjang perjalanan Acel terus menggoyangkan kaki nya. Tanda jika diri nya saat ini benar-benar khawatir. Setiap anak pasti merasakan apa yang Acel rasakan saat ini. Jika menerima kabar ibu nya terbaring di rumah sakit. Tanpa orang terdekat di samping nya.
Bus yang ia tumpangi berhenti, ternyata lampu merah. Acel kira sudah sampai tujuan.Jenuh rasanya melihat sekeliling bus, Acel memilih membuka jendela bus dan pandangannya terlempar keluar jendela. Sangat ramai. Acel berfikir apa bahaya nya Ibu Kota? Terlihat baik-baik saja. Lalu kenapa Rashmi melarang nya menginjakkan kaki di kota ini?. Acel segera menepis pertanyaan yang sedari tadi menari di otak nya dan berganti dengan sebuah kesimpulan yang ia buat sendiri. Mungkinibu punya alesan tertentu. Dan itu pasti yang terbaik buat aku.
Jakarta sungguh panas. Berbeda dengan kota kelahiran nya yaitu Yogyakarta. Damai,sejuk... tak terasa mata nya terpejam membayangkan indah nya Yogyakarta. Cukup lama Acel terpejam.
Hingga mata nya kembali terbuka, dan tanpa sengaja mata nya bertemu dengan manik mata laki-laki yang kini juga menatapnya. Bersamaan dengan itu senyuman nya memudar Laki-laki itu mengendarai mobil jeep terbuka sehingga terlihat jelas di mata Acel jika sosok yang berada 2meter di samping nya ini anak SMA, sama seperti diri nya. Laki-laki berseragam putih abu itu terus menatap Acel yang salah tingkah. Buru-buru Acel menutup jendela bus. Laki-laki itu sempat tersenyum ke arah nya. Lalu bus kembali melaju karena lampu merah sudah berganti dengan lampu hijau.
Kedua tangan Acel menutupi wajah nya. Kaki nya dihentak-hentakan ke permukaan bus seperti anak kecil yang marah karena tidak dibelikan mainan. Sontak dalam sekejap Acel menjadi pusat perhatian, dan beberapa ada yang marah karena merasa tidur nya terganggu. Diam. Acel lalu meminta maaf atas kebodohannya.
"Aahhhh...malu. Tadi ekspresi ku gimana ya? Apa dia dari tadi ngeliat ke arah ku?" Acel berbicara begitu pelan, takut jika kejadian beberapa menit lalu terulang kembali.
"Bodo ah. Lagian enggak akan ketemu lagi"
Suara kenek bus mendominasi telinga nya. Ternyata bus yang Acel tumpangi sudah sampai di terminal. Lega. Akhirnya setelah semalaman duduk di bus dan membuat pantatnya sakit juga badan nya pegal-pegal, bisa terbebas juga. Acel tak sabar untuk segera turun dari tempat jahanam itu. Sangat menyiksa.
Turun dari bus, Acel langsung merenggangkan tangan nya dan mematahkan leher nya kekanan dan ke kiri. Lalu terdengar bunyi 'kratak krutuk' setelah nya.
Asing. Ini pertama kali diri nya di Jakarta. Acel tidak tahu angkutan apa yang harusia tumpangi untuk ke tempat yang ingin ia tuju. Dengan tas jinjing yang ia tenteng dengan tangan kiri, Acel melihat sekeliling, mencari seseorang yangdapat menunjukan nya jalan.
Kaki Acel melangkah ke warung yang berjarak 5 meter dari nya. Di sana cukup ramai. Mungkin ada yang bisa membantu, pikir nya. Acel menyeka keringat di dahi nyadengan tangan kanan. Lalu menaruh tas yang ia jinjing di bawah.
Acel tersenyum pada Ibu warung yang kebetulan menyadari keberadaan nya.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam.Mau makan apa neng?" tanya Ibu itu to the point.
"Maaf bu, saya kesini bukan untuk makan. Tapi saya mau tanya, kalo mau ke rumah sakitini ke mana ya bu? Terus naik apa? Saya dari Yogya, jadi belum tau daerah sinibu" terang Acel seraya menunjukkan alamat yang ibu nya kasih semalam.
"Yaelah neng, kalo enggak mau makan enggak usah tanya-tanya. Enggak liat saya lagi sibuk?! Mending tanya tuh sama yang laen" jawab ibu itu ketus, lalu kembali melayani pelanggan nya. Acel jadi merasa bersalah, karena sudah mengganggu aktivitas nya. Hari ini saja ia sudah banyak mengganggu orang lain.
Acel memilih pergi, namun langkah nya terhenti saat seseorang dari belakang menangkap pergelangan tangan nya. Sontak ia menoleh dan mendapati seoranglaki-laki parubaya dengan puntung rokok di tangan kiri nya. Acel sangat alergi dengan asap rokok, tapi dia segan untuk meminta bapak itu mematikan rokok nya.
"Maaf pak" Acel memberi isyarat agar tangan nya dilepaskan. Memang genggamannya tidak begitu kencang, tapi ia sangat risih.
"Boleh saya liat alamat nya?" Acel mengerutkan dahi nya, apa bapak ini tadi mendengar pembicaraan nya? ah, mungkin dia berniat membantu.
Ia menjulurkan tangan nya, memberi kertas yang sedari tadi digenggam nya. kertas itu sedikit lecek dan basah terkena keringat Acel. Dengan kasar laki-laki itu mengambil alih kertas di tangan Acel, membuat ia terkejut dan terjingkut.
"Ayo ikut saya" titah bapak itu seraya berjalan.
Acel ragu, antara mengikuti laki-laki yang berjalan di depan nya atau tidak. Tapi jika ia tidak ikut, siapa lagi yang akan membantu nya selain bapak itu. Sedari tadi orang-orang hanya melihat nya tanpa bertindak membantu. Benar kata ibu nya,orang Jakarta sangat cuek berbeda dengan orang Yogya yang ramah dan sedia membantu. Sibuk dengan lamunan nya, tanpa sadar bapak itu memanggil nya terus menerus.
Akhirnya Acel pun mengekor di belakang, dan do'a terus ia panjatkan. Semoga bapak ini benar berniat membantu. Acel terus terbatuk-batuk menghirup asap rokok yang sebenarnya enggan ia hirup. Tapi laki-laki itu sungguh tidak peka. Ah cowok memang begitu, enggak tua enggak muda, enggak ada yang peka meskipun udah dikasih kode berkali-kali.
Selama 5 menit perjalanan, tidak ada hal yang mencurigakan. Tapi tunggu, kenapa bukanjalan raya. Melainkan jalanan yang lumayan sepi, tapi beruntung masih ada beberapa orang yang berlalu lalang di sekitar. Kepulan asap yang dikeluarkan si empunya,begitu menohok hidung Acel. Ia terus terbatuk, dan merasa tidak kuat dengan asap itu Acel menutupi hidung dan mulut nya dengan punggung tangan. Dan ketikaAcel lengah, tas yang ia jinjing sedari tadi, pindah tangan ke laki-laki yang terus mengepulkan rokok ke hadapan nya.
"Uhukuhuk uhuk... Pak kem..huk baliinn... uhuk uhuk tas saya uhuk uhuk" pinta Acel terbata, dia tidak bisa mendekat alergi nya sudah semakin parah. Dan kepala nya sedikit pening.
"Lo enggak suka asap rokok hmmm??" tanya laki-laki itu, yang tanpa perlu jawaban karena sudah pasti dari keadaan Acel sekarang dia sudah tahu. Laki-laki itu malah terus mengepulkan asap rokok nya.
"Toto..looonggg uhuk" Acel berteriak sekeras mungkin, beruntung orang di sekitar melihat nyadan Acel lega. Tapi, kenapa mereka tidak menghampiri dan menolong nya. Lagi-lagi mereka hanya melihat dan berlalu begitu saja. Apa semua orang Jakartaitu seperti ini. Acel jadi mengerti sekarang alasan ibu nya yang terus bersikeras melarang diri nya mengadu nasib di Jakarta.
"Percuma.Ini Jakarta bukan Yogya. Mereka lebih mentingin nyawa mereka sendiri daripada harus menyelamatkan nyawa orang lain yang bodoh kayak lo ini" laki-laki itu tersenyum licik ke arah Acel seraya menyodorkan belati ke arah nya.
Acel begitu takut, ketika benda tajam itu semakin dekat ke arah nya. Akan kah hidupnya berakhir di sini, di kota impian nya yang baru saja ia pijak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Be Happy?
Teen FictionAcelin Angela, gadis dari Yogya ini nekad datang ke Jakarta dengan dalih menjenguk ibu nya yang sedang sakit di sana. Sebetul nya Jakarta adalah kota impian nya yang sangat ingin ia singgahi. Namun ibu nya selalu melarang dengan alasan yang tak ia k...