Setiap Kemauan Pasti Ada Jalan (yang tak sama)

80 2 0
                                    

Ini masih pagi sekali untukku berada di perkarangan sekolah. Akhir-akhir ini aku lebih sering memilih datang terlambat ke sekolah atau tidak datang sama sekali. Tapi pagi ini, aku dipaksa berangkat bersama yang lainnya. kata mereka, "setidaknya kita menikmati hari-hari terakhir bersama teman-teman di sekolah". Tapi walaupun datang pagi, aku tetap memilih berada diluar kelas dan duduk sendiri didepan mushalla menghisap rokok sesekali menatap kearah siswa lain yang lalu lalang menuju kantin ataupun arah sebaliknya.
aku orang pertama yang berani merokok bebas didalam perkarangan sekolah kalaupun sampai saat ini belum ketahuan guru. Tapi bagiku, masa bodoh. Aku sudah tidak peduli lagi dengan semua aturan itu. Duniaku sudah hampir berakhir dan aku tidak akan melanjutkan pendidikan. Jadi dikeluarkan dari sekolah juga tidak jadi masalah buatku. Tidak penting lagi masuk kekelas dan mendengarkan ceramah basi tetap motivasi ujian nasional atau trik mendapatkan kunci jawaban. Aku benar-benar sudah tidak peduli lagi.
Aku sudah tidak bisa bayangkan jadi mereka, pasti sangat menyenangkan menjadi mahasiswa dan berkuliah. Setidaknya begitu penilaian awalku dari beberapa referensi FTV yang aku lihat. Di FTV aku bisa melihat bahwa kuliah itu menyenangkan. Semua orang bisa memakai baju apa saja, masuk kelas juga sesukanya dan bagian yang paling aku suka dari kebanyakan FTV adalah bagian dimana mahasiswa dari kampung dapat pacar anak kota, cantik dan kaya tentunya.
Oh Tuhan, aku benar-benar ingin kuliah, agar bisa menjalani kehidupan seperti di FTV itu. Beberapa kriteria cowok kampung yang ada di FTV itu, aku juga memilikinya. Malahan kriteria dan pribadiku melebihi pemeran utama sinema FTV. Hitam, sangar, jelek, miskin, bau tapi pintar, jujur, baik hati, tidak sombong dan pekerja keras.(sifat yang baik itu hanya menurutku saja).
Lamunanku berakhir sesaat setelah seorang guru berdiri tepat disampingku. "kamu tidak masuk lagi jungkai?", aku diam dan masih menunduk sambil meremas rokokku agar tidak ketahuan. Puntung rokok ternyata juga panas, tapi aku harus menahannya agar tidak ketahuan. Bukan karna aku takut kepada guru didepanku, tapi dari semua guru, dia adalah guru yang paling ku segani dan hormati serta wali kelasku.
"Sudah beberapa minggu ini kamu tidak pernah masuk kelas, kamu tidak ingin lulus?" dia melanjutkan pertanyaannya. "tidak buk, tidak lulus juga tidak apa-apa". Dia memilih duduk disampingku dan melanjutkan perkataannya. "jangan begitu, kamu juga harus lulus dan mendapatkan ijazahmu. Setidaknya bantu teman-temanmu yang lain untuk mewujudkan keinginan mereka untuk lulus bersama". Aku hanya menunduk dan tak berkata apa-apa, aku memang tak banyak bicara dan sering kali diam kalau berhadapan dengan guru yang satu ini.
"lagipula ini juga bukan akhir hidupmu, kalau kamu benar-benar ingin berkuliah maka berusahalah untuk mewujudkannya", lanjutnya bicara. "iya buk, aku tetap ingin berkuliah dan harus kuliah". "iya ibuk tahu, kalaupun tidak tahun ini, tahun depan kamu juga masih bisa mendaftar untuk kuliah, untuk sekarang, luluslah dari tempat ini dan dapatkan ijazahmu". Dia diam dan sepertinya menunggu respon dariku, setelah aku tetap diam dia berkata lagi."Percayalah jungkai, "setiap kemauan, pasti ada jalan". kamu harus tetap bersemangat dan jangan pernah menyerah". Timpalnya lagi.
"iya buk pasti selalu ada jalan". Jawabku dan lansung bertanya, "Ibuk pernah pergi ke kampungku? Aku balik bertanya. "belum, kenapa?" jawabnya cepat sedikit keheranan dengan pertanyaan yang tak relevan dengan pembicaraan kami. "Belum ya buk? saya yakin jalan menuju kampung ibuk dan kampung saya berbeda. Dari sini kekampung saya sangat jauh buk, ditambah jalan yang kebanyakan menanjak dan tikungan yang sangat banyak serta ukurannya yang kecil. Aku rasa kekampung ibuk tidak begitu".

JUNGKAI SI PETANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang