2

228 33 21
                                    

Jarak antara Everett dengan Celeste, Ibu Kota Luxcellion, adalah sejauh 95 kilometer, cukup ditempuh dengan berkuda selama tiga jam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jarak antara Everett dengan Celeste, Ibu Kota Luxcellion, adalah sejauh 95 kilometer, cukup ditempuh dengan berkuda selama tiga jam. Untuk yang terakhir kali, Oliver mengecek pelana kulit pada punggung kuda hitam yang baru dibasuh bersih dan kini tengah berdiri gagah di pekarangan rumahnya. Sinar matahari pagi membuat bulunya berkilauan selagi kuda itu meringkik dan mengibaskan ekornya yang panjang. Seluruh perlengkapan Oliver juga terpaut di kantung-kantung yang tercanang di samping pelana, menyediakan keperluannya untuk satu minggu ke depan. Tak lupa pula, Oliver membawa banyak uang saku untuk kebutuhan cadangannya nanti.

Henriette berada di samping ponakannya yang paling kecil, mendorong kursi rodanya mendekati Oliver. Wajah Henriette terlihat bangga melihat salah satu anak asuhnya tersebut telah bersiap menempuh jalan hidupnya sendiri, sekalipun itu berarti dia akan jarang menemuinya. Oliver memberikan pelukan erat pada wanita paruh baya itu. Henriette menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut.

"Berhati-hatilah, Oliver. Celeste itu kota yang besar. Jaga dirimu baik-baik di sana." Henriette sedikit mengangkat kedua alisnya pilu. Hidup bertahun-tahun tanpa suaminya takkan dia lalui dengan tegar jika tidak ada kedua anak itu. Tentu saja dia akan khawatir bila Oliver mengalami musibah tanpa pengawasannya di luar sana.

Oliver hanya mendecak pelan dan memutar bola matanya. Senyum lembut kemudian terulas di bibirnya. "Bi, umurku 25 tahun. Aku bukan anak kecil lagi, ingat itu."

Henriette hanya terkekeh. "Kau tetap Oliver kecilku sampai kapanpun."

Ketika Oliver hendak menyalami adiknya, bocah kecil itu hanya bersedekap diam penuh amarah. Oliver makin melebarkan senyumnya dan menepuk puncak rambut pirang yang serupa dengan rambutnya itu. Dengan sedikit rasa jengah, Ethan akhirnya menghela napas dan melunturkan ekspresi bersutnya.

"Aku tahu kau akan menjadi pahlawan yang lebih hebat dari ayah. Hhh, mungkin aku akan sangat merindukanmu, Kak. Tapi ... aku tetap berdoa yang terbaik untukmu." Oliver sedikit terkejut ketika adiknya itu akhirnya merelakan keberangkatannya. Ethan mengangkat kepalan tinjunya di udara, dan Oliver pun menumbukkan kepalannya pada tangan mungil Ethan, lalu bocah itu terkikik.

Oliver berlutut di depan kursi roda adiknya itu sambil menekuni ekspresinya. Sebuah perjalanan panjang menantinya; perjalanan yang entah akan menghabiskan berapa tetes peluh dan darah dari tubuhnya. Jika bukan karena Ethan, dia tidak akan mengambil langkah yang begitu rawan. Jadi, dielusnya kedua pundak adiknya itu sambil mengunci sorot kedua iris hijau mereka.

"Katakan padaku, apa oleh-oleh yang kau inginkan, Ethan?" tanya Oliver kemudian, lalu adiknya itu bergumam lama.

"Ah, aku tahu!" seru Ethan kemudian, "Aku ingin kuda pegasus. Agar aku bisa terbang melintasi awan."

Suara tawa Henriette malah membuat Oliver mengerutkan dahinya. Luntur sudah suasana haru yang tadi meliputi hatinya.

"Ethan, pegasus itu tidak ada." Oliver mendatarkan mulutnya. "Kau cukup besar untuk tahu ini."

Knight BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang