Bab 3

67 10 13
                                    

MENURUT gue suka sama Deka itu sudah buat gue jadi gila. Jadi gila belajar, gila ikut pramuka, gila supaya jadi orang yang lebih baik, dan yang pasti gila ngejar Deka. Apalagi sekarang pramuka itu sudah menjadi eskul wajib bagi gue. Sebenarnya gue sering kok mikir tentang apa yang selama ini gue lakuin itu cuma buang-buang waktu. Coba kalian pikir, apasih yang bisa gue harapin dari cinta diam-diam ini. Sedangkan orang yang gue cintai ini jangankan ngebalas perasaan gue, dia tahu bahwa ada orang yang sedang suka sama dia aja pasti enggak. Huft, kalo rasa suka itu bisa di atur seenak udel gue juga gak mau kali suka sama Deka.

Jam istirahat kali ini gue bakalan sendirian di tengah ramainya kantin. Nakila saat ini harus remedi ulangan sejarah, makanya itu gue cuma diam mengamati setiap orang yang berlalu lalang seraya menyeruput es jeruk.

"Kami duduk disini ya." Suara itu tidak terdengar sebagai pertanyaan tetapi pernyataan. Itu tadi suara Bilal, dan tepat di samping kirinya ada Deka dan di samping kanannya ada Theo. Mata gue langsung menjelajahi seisi kantin, memang benar semua meja kantin sudah penuh, hanya tinggal meja gue. Saat mata gue jatuh ke samping ternyata Deka sudah duduk disana, sedangkan Bilal dan Theo duduk di seberang kami. Mungkin dari sekarang gue bakalan sering mengatur ritme detak jantung selama ada Deka.

"Lia, lo hari ini ke sekolah pake apa?" Tanya Deka di sela-sela memakan mie ayam miliknya.

Gue sempat berdeham sekali sebelum menjawab. "Tadi barengan sama Nakila. Ngomong-ngomong gue biasanya di panggil "Tal" De." Gue sengaja menekankan pada penyebutan nama gue.

"Gue sukanya Lia, lebih terkesan cewek. Pulang bareng gue aja nanti. Sekalian buat ucapan maaf soal kemaren." Tunggu, maksud Deka panggilan gue biasanya itu terkesan cowok gitu?

"Asyik. Udah punya nama panggilan sendiri gitu." Goda Bilal.

"Kaya orang pacaran aja. Pulang bareng lagi." Timpal Theo seraya melempar kerupuk kearah Deka. Deka hanya menanggapi ucapan kedua temannya dengan balasan melempar kerupuk.

Sedangkan gue yang sekarang sudah merasa muka gue mulai memerah hanya mengamini dalam hati ucapan Theo barusan.

⚫⚫⚫

Gue kira ini bakalan jadi acara antar pulang doang, ternyata Deka ngajak gue buat mampir dulu di kedai es krim. Duh Deka, kalo mau ngajak nge-date bilang aja dong gak usah pake alasan buat minta maaf segala. Hehe.

"Lo mau es krim rasa apa?" Tanya Deka yang sedang menatap layar daftar menu di atas kasir.

Apalah daya gue yang sepertinya kata terserah sudah mendarah daging saat di tanya akan suatu pilihan. "Pilih satu yang lo pengen. Kalo terserah gue jadi bingung juga." Ungkap Deka yang berdiri di samping gue. Dia tampak keren dengan jaket bomber yang di kenakannya, Deka mah pakai baju rombengan juga cakep. Sampai akhirnya gue memilih untuk memesan es krim rasa coklat sedangkan Deka rasa Leci. Karena sore ini kedai es krim tampak ramai kami terpaksa duduk di meja yang berada di tengah-tengah ruangan.

Selama acara makan es krim Deka banyak cerita ke gue, soal dia yang punya adik cerewet plus tukang ngadu ke ibu mereka. Soal Bilal yang saat SMP pernah nginap di rumah Deka dan mengompol. Atau saat mereka bertiga jalan-jalan di komplek dan dengan sengaja membuat agar anjing mengejar mereka. Dan masih banyak lagi kejadian-kejadian lucu bin aneh yang pernah ia lakukan dengan kedua sahabatnya itu Deka ceritakan. Deka kok bisa cerita sebanyak ini ke gue? Sedangkan kami baru mengobrol 'banyak' hari ini. Dan satu hal yang gue tahu, bahwa Deka itu memang seseorang yang ramah. Hanya dia akan bersikap cuek pada orang yang tidak di kenalnya.

Sekiranya hari sudah mulai gelap Deka mengantarkan gue sampai kerumah. Entah kenapa hati gue merasa hangat sesaat setelah melepas helm tangan Deka menepuk-nepuk pelan kepala gue sebelum beranjak untuk pulang. Mata gue langsung tertuju pada mobil berwarna silver yang terparkir di depan rumah setelah menutup pagar. Karena kadar ke-kepo-an gue sudah memuncak dengan sedikit berlari gue menuju pintu rumah yang ternyata tidak terkunci. Mata gue langsung bertubrukan dengan sepasang mata hangat itu yang entah kapan terakhir kali gue menatapnya.

Delia ; Ada Kalanya Perjuangan Tak Ada HasilnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang