Aku melangkah menyusuri sudut-sudut dari sekolah baruku ini, Aku belum menentukan diamana kaki ku akan berhenti, yang ada dalam benakku sekarang bagaimana kebisingan itu tak lagi terdengar olehku.
Aku ingin bersama kenyamanan ku sendiri, dimana hanya ada aku tanpa kebisingan apapun itu. Belaian angin yang menghembus wajahku membuat kaki ku berhenti melangkah, perlahan aku menutup kelopak mataku menikmati hembusan angin yang membuatku nyaman.
Saat angin itu perlahan berlalu, perlahan kubuka kembali kelopak mataku, Aku sempat melirik kanan dan kiriku Aku terlalu malas untuk membelokkan semua badanku hanya ekor mataku yang memperkirakan dimana kiranya Aku saat ini. Didepan mataku saat ini, ada sebuah rawa yng tidak terlalu luas, Aku hanya mampu memperkirakan luasnya karena kurasa tidak akan tepat jika Aku memperkirakan dalamnya, dan dibelakang rawa itu terdapat beberapa pepohonan yang rindang. Rerumputan sekitar rawa itu cukup pendek, sehingga rawa itu dan beberapa teratai diatasnya terlihat jelas oleh ku yang kuperkiran jarakku sekarang sekitar 200 meter.
Angin kembali berhembus, dan kali ini lebih lembut membelai wajahku. Selalu mampu menghanyutkan perasaanku. Terkadang angin yang menyapaku menutup sebagian luka hatiku, terkadang pula membuatnya semakin perih. Namun begitu aku tetap menyukainya tulus tanpa harapan. Dan saat ini angin lembut ini membuatku merasa perih, meski aku merintih takkan ada yang tahu, siapa juga yang mengerti aku? Ayah, Ibu, dan adikku, Aku terlalu menyayanginya untuk membiarkan mereka tahu tentang perihku.
Dan Dia, kurasa tak lagi kuharapkan untuk mengerti, karena Dia memiliki dunianya sediri dan tak mungkin bagiku mengusiknya.
"Kuharap, angin saat ini membuatmu tenang." Aku sedang berfikir tentangnya, dan kurasa Ia sudah memergokiku, Aku tak punya pilihan lain selain memasang ekspresi kagetku. "Kurasa kau banyak berubah, termaksud tambah manis..hhehe." Dia tersenyum setelah mengatakan kalimat konyolnya, kurasa senyum itulah yang amat sangat kurindukan, dan tanpa kusadari aku menarik pinggiran bibirku lantas membalas senyumnya.
"Sekarang, kau bersama Sindy, apa tidak masalah jika begini?" Aku mengumpulkan banyak keyakinanku lalu bertanya kepadanya, dan Dia kembali tersenyum. "Kau tahu?Kau seperti angin yang selalu kau sukai itu, tak peduli dimanapun kau berada, Aku selalu merasakan kehadiranmu dan akan selalu seperti itu Carla..."
YOU ARE READING
YOU in My Memory
RomanceKamu, adalah lagu yang aku rindukan, angin yang selalu ku nanti, keputusan yang tak pernah kusesali. Jika rindu ini semakin mendalam, sakit ini semakin perih, aku masih tetap ingin melihatmu.