Worried

126 8 9
                                    

Wanita itu duduk di kursi ruang tunggu. Ah tidak, tepatnya adalah gadis itu duduk seperti batu dengan tatapan dingin dan rahang cantik yang mengeras.

"Hi, apa yang sedang kau pikirkan?" Seorang pria bertato seperti ranting menjalar di lehernya menghampiri sambil menempelkan soda dingin di pipinya.

"Hello, Putri Es." Menekankan pada dua suku kata terakhir, pria lain yang memiliki tato di lengan kanan duduk dengan wajah jenaka di samping si gadis. Queensha atau lebih sering disapa dengan 'Sha', melirik tanpa minat pada kedua pria itu.

"Aaron hentikan." Seorang pria dengan tindik seperti ring hitam sedang di telinganya menghampiri mereka bertiga. "Dan kau Deve, jangan mengambil jatah soda Sha." Oliver menghardik Deve dengan mimik datar.

Dengan tidak rela Deve memberikan satu kaleng soda di tangannya untuk Sha. Sha mengambilnya dan hanya memainkan kaleng soda di telapak tangannya. Suasana memang lalu lalang di ruang tunggu klinik kecil itu. Tapi mereka berempat diam dan duduk dengan tenang. Sedangkan di seberang terjadi sedikit keributan dengan berbagai macam bisik-bisik penuh kagum. Ruang resepsionis itu sejenak dipenuhi oleh para petugas baik laki-laki dan perempuan. Benar, mereka sedang memperhatikan dan mengeluarkan berbagai opini memuja terhadap empat orang di seberang mereka.

"Sha, mereka berisik." Ujar Aaron mengeluh. Sha hanya berkonsentrasi pada kaleng soda yang sedari tadi masih dimainkannya.

"Apa lagi yang akan kau lakukan jika melihat tiga pria tampan dan seorang wanita cantik duduk di seberangmu?" Deve menimpali dengan memutar kedua bola matanya.

Oliver hanya memandang wajah Sha sejenak sebelum berkata, "Aku harap proses jahit menjahit luka sialan Bobby segera selesai."

Sha kembali memandang jam yang melingkar cantik di pergelangan tangan kanannya. Oh, jam kesayangan ini adalah pemberian Aaron dua tahun lalu. Sha tak peduli dengan trend, dia akan memakai apa yang nyaman dan apa yang dia sukai. Tangannya meletakkan kaleng soda ke tangan Deve yang langsung disambut cengiran kekanakan sekaligus mempesona. Mengalihkan pandangannya, Deve meninggalkan smirk untuk Oliver. Sha berdiri di depan pintu ruang UGD untuk menyambut seorang wanita berusia hampir menginjak kepala empat. Dia memakai jas dokter dengan senyum hangat menghiasi wajahnya yang cantik.

"Tidak usah khawatir. Dia sudah ditangani dengan baik dan boleh pulang segera. Oh, awasi jam istirahatnya juga ya, sayang." Ujar sang dokter sambil meletakkan telapak tangannya di pipi Sha.

"Thankyou, mom." Sha sangat bersyukur bahwa ibunya pemilik klinik ini. Jadi mereka tidak perlu mambayar lebih untuk biaya perawatan Bobby.

"Ah, dan kalian kapan datang?" Ibu Sha mengalihkan pandangannya kepada tiga pria di belakang Sha.

"Satu jam yang lalu, mom." Oliver menyunggingkan senyum terbaiknya dan memeluk Ibu Sha.

"Aaron, Deve, tidak merindukanku? Kemarilah. Mom merindukan kalian juga." Ibu Sha membentangkan tangannya untuk menyambut si kembar tengil Aaron dan Deve.

-

"Jadi kapan kita bisa latihan?" Bobby yang sekarang diperlakukan bak raja itu sedang meminum jusnya. Oh yeah, dia hanya meminumnya ketika benar-benar sakit untuk kembali sehat dan kembali kehidupannya yang tidak sehat.

"Kau bahkan masih kesulitan berdiri."

"Dan membutuhkan bantuanku ketika mandi." Aaron menimpali pernyataan Deve dengan cengiran konyol mereka.

Bobby mendengus mendengarkan ocehan dari dua sahabat, ah, bahkan dua bocah tengik ini telah menjadi saudaranya. Mereka tumbuh dewasa bersama selama bertahun-tahun. Oliver adalah yang paling waras di antara mereka dengan hanya dan masih berkonsentrasi memperbaiki gitar akustiknya.

"Apalagi sekarang?" Sha datang dengan dua gelas jus jeruk. Memaksa Oliver juga untuk sekali-kali meminumnya walaupun dia sehat dan belum sakit.

Oliver hanya melirik Sha sekilas. Sha benar-benar jengkel jika Oliver sulit diatur seperti ini. Mengambil tangan kanan Oliver dan memaksanya memegang segelas penuh jus jeruk dengan sebuah kalimat paling maut yang dimiliki, "Aku bisa melakukan apapun yang aku inginkan." Sambil berlalu.

Oliver hanya menurut dengan meminum cepat jus jeruk itu. Ya, apa yang dimaksud Sha adalah memotong kembali senar gitar akustik atau menjebolkan drum kesayangannya. Sha bukan tipe manusia yang suka basa-basi.

"Bob, minum obatmu dan kembali istirahat." Seru Sha dari ujung meja makan.

"Aku tidak mengantuk, princess." Jawab Bobby malas.

Iris coklat Sha memandang jengah Bobby. Kemudian berkata dengan nada suara rendah paling menyeramkan, "Aku sudah membuang motor rongsokanmu itu." Dan Sha berlalu dengan elegan menggandeng lengan Aaron yang berjanji menemaninya belanja ke Supermarket sore ini.

Deve yang ada di ujung sofa dengan sigap memeluk Bobby dan bersiap untuk menindihnya meskipun kaki Bobby masih diperban, untuk kemungkinan terburuk. Bobby sedikit meronta karena terhambat oleh kakinya. Dia meraung dan mengoceh tidak jelas tentang 'teganya kau Sha!', 'Putri Es kejam!', 'Kembalikan motor kesayanganku!' dan kata-kata menyedihkan yang didramatisir lainnya. Ini cukup mengusik ketenangan Oliver yang masih berkutat dengan gitar akustiknya.

"Motor kesayangan, pantat-mu! Kau bahkan baru belajar dua hari dan dengan tidak becusnya menabrakkan diri ke pohon tetangga sebelah. Lalu mendapatkan jahitan di kaki karena luka sialan-mu. Jangan pernah ulangi itu! Beruntung kita tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk mengobatimu." Oliver berceramah panjang dengan tatapan mengintimidasi dari mata abu-abunya yang membuat Deve bergidik dan Bobby tertegun sejenak.

"Aku tidak sengaja, Oliver. Maafkan aku." Bobby menjadi tenang dan membuat Deve melepaskan jerat hidup di tubuhnya.

"Minta maaflah pada Sha. Dia sangat mengkhawatirkanmu melebihi kami. Dan jangan terluka lagi." Oliver barlalu sambil menepuk kepala Bobby.

"Aku rasa harus memasang mata-mata untuk terus mengontrolmu." Deve menepuk kepala Bobby dan akan berlalu juga. Tapi sebelum Deve sempat lari, Bobby menarik dan menindihnya dengan menamparkan bantal sofa ke muka Deve.

Bobby tidak ingin bertengkar dengan gaya kemayu seperti ini sebenarnya, tapi kakinya yang sakit telah menahannya untuk menendang pantat Deve sangat keras. Jadi dia membiarkan tangannya bekerja dengan bantal sofa. Karena dia tidak mau melukai saudaranya dengan tinju yang mematikan.

-

DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang