Pedang Asmara (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping HooJilid 01
Debu dan pasir mengepul tinggi ketika seorang pria muda membalapkan kudanya melintasi padang pasir Itu. Dia seorang pemuda yang berusia baru kurang lebih lima belas tahun, menunggang seekor kuda yang tinggi besar dan kokon kuat. Pemuda itu sendiri memiliki tubuh seperti orang yang telah dewasa benar, tinggi besar dan kokon kuat pula. Mukanya yang nalus tak berkumis atau berjenggot itu bukan muka seorang pemuda remaja, melainkan wajah seorang muda yang sudah matang. Muka itu berbentuk persegi empat, dengan dahi lebar, telinga, yang panjang dan lebar seperti telinga patung Buddha. Sepasang matunya tidak sipit, mata yang memerikan sinar yang akan membuat orang bergidik ngeri karena sinarnya mencorong seperti mata harimau dalam gelap.Hidungnya mancung dan lurus, di atas mulut yang membayangkan kekerasan hati dan ketabahan besar. Pakaiannya serba ringkas, pakaian seorang pemuda bangsa Mongol dan kepalanya tertutup kain kepala berwarna biru. Dia terus membalapkan kudanya menuju ke sebuah bukit di ujung gurun pasir itu. Bukit itu cukup subur, nampak kehijauan ditumbuhi pohon pohon dan disana nampak pula dusun dengan rumah rumahi yang berdinding putih. Ke lereng bukit itulah dia kini membalapkan kudanya. Peluh mengalir di leher kudu dan lener penunggangnya karena sejak pagi tadi mereka berdua sudah membiarkan diri disengat sinar matahari dan melakukan perjalanan cepat tanpa berhenti sampai kini matahari telah naik tinggi.
Di dalam dusun di lereng bukit itu sendiri nampak adanya kesibukan, sekelompok suku bangsa Mongol berdiam didusun itu, berdiam untuk sementara karena memang suku bangsa Mongol merupakan suku nomad yang suka berpindah pindah. Mereka hidup berkelompok, dengan keluarga mereka, merantau dan berpindah pindah mencari tempat yang lebih tepat dan lebih subur. Mereka bukan petani-petani yang baik, melainkan peternak dan pemburu yang amat cekatan. Mereka bukan hanya membutuhkan tumbuh-tumbuhan untuk mereka sendiri, juga untuk ternak mereka dan karena tidak pandai bercocok tanam, maka begitu suatu daerah yang mereka tinggali telah menjadi gundul karena tumbuh-tumbuhan di sana habis mereka makan bersama ternak mereka, maka kelompok itu lalu mencari tempat lain yang lebih baik untuk ditinggali.
Akan tetapi kelompok suku bungsu Mongol yang kini tinggal di lereng bukit di ujung gurun pasir itu telah menetap di situ selama beberapa tahun dan mereka belum juga pergi. Hal ini adalah karena bukit itu memang memiliki tanah subur dan ada sumber air besar di sana. Dan kelompok yang tinggal di situ merupakan kelompok yang sudah mempunyai pengetahuan lumayan tentang bercocok tanam. Tanah bukit yang amat subur itu memudahkun hidupnya tanaman dan mereka dapat bertahan sampai lama di tempat itu sehingga kelompok keluarga mereka makin lama menjadi semakin besar dengan adanya anggauta keluarga yang menikah dan anak beranak di situ.
Karena kelompok ini dipimpin oleh seorang kepala kelompok yang terkenal disegani oleh para kelompok lain, maka sebentar saja dusun di bukit itu terkenal di antara para suku bangsa Mongol. Nama Galasing, kepala dusun itu, cukup terkenal sebagai seorang pria yang tangkas dan pandai di antara suku bungsa Mongol.
Pada waktu itu, daerah Mongolia ini dihuni oleh berbagai suku bangsa yang dikenal sebagai suku bangsa nomad atau oleh mereka yang merasa diri lebih pandai dan lebih "beradab", suku bangsa yang berkeliaran sebagai bangsa nomad di daerah Mongolia disebut suku "liar"! Banyak sekali suku bangsa yang kecil-kecil dan di antara mereka, yang paling besar jumlahnya dan dianggap paling kuat hanya tiga suku bangsa.
Mereka adalah suku bangsa Mongol sendiri, suku bangsa Naiman dan suku bangsa Kerait. Mereka ini sesungguhnya merupakan bangsa dengan darah campuran.
Ada pengaruh bangsa Nepal dan India di barat, bangsa Eskimo di dekat kutub, dan bangsa "beradab" di selatan. Di antara tiga suku bangsa yang sering kali berperang karena mereka saling memperebutkan pengaruh kekuasaan, yang paling kuat adalah suku bungsu Kerait dan Naiman. Bahkan suku bangsa Mongol sendiri, yang merupakan suku bangsa pribumi, pada permulaan abad ke dua belas tunduk kepada suku bangsa Kerait yang banyak dipengaruhi olen darah bangsa Nepal.