~~~~~~ www.sipjare.ga ~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sin-kun (Silat Sakti Kuda Hitam), gerakan kaki dan pinggul yang khas dari ilmu silat Pak Ong yang meniru gaya kuda!"Hi-hi-hik!" Siang Bwee tertawa-tawa melihat goyang pinggul ini, mengingatkan ia akan goyang pinggul Kui Lan.
"Hong-ko, hajar pinggul kudanya itu! Ha-ha-ha, ada kuda betina, kini ada kuda jantannya. Lucu!" Biarpun ia tertawa dan mengejek, namun pandang matanya tak pernah berkedip. Yang diperhatikan bukan permainan silat pedang Tiong Sin, melainkan pedangnya! Sejak tadi ia memperhatikan pedang itu dan mencatat dalam ingatannya, segala hal mengenai pedang itu. Bentuknya, warnanya, bukan hanya bentuk pedangnya, melainkan juga bentuk gagangnya, bahkan sarung yang tergantung di punggung pemuda itu.
Menghadapi permainan pedang lawan, diam-diam San Hong terkejut. Kiranya pemuda tampan itu bukan hanya sombong dan membual belaka. Memang ilmu pedangnya hebat! Dan dia pun belum yakin apakah pedang di tangan pemuda itu benar Pedang Asmara yang ampuh dan yang oleh Yeliu Cutay diberikan kepadanya. Maka ketika sinar hijau menyambar ganas dari atas, dia mengerahkan tenaga dan menangkis dengan Pek-lui-kiam.
"Tranggggg.....!!" Sinar bunga api berpijar ketika kedua pedang bertemu. Masing-masing terkejut ketika lengan kanan mereka menggetar hebat, dan sambil meloncat ke belakang mereka menarik diri dan memeriksa pedang masing-masing! Tidak patah pedang mereka itu, akan; tetapi diam-diam San Hong khawatir ketika melihat bahwa mata pedangnya rusak sedikit, tanda bahwa pedangnya itu bagaimanapun masih kalah ampuh dan kalah kuat dibandingkan pedang lawan, Dan ini merupakan jaminan bahwa yang dipegang pemuda itu adalah Pedang Asmara yang tulen! Sebelum mereka bertanding lagi, Siang Bwee meloncat ke depan.
"Sudah cukup! Masing-masing telah memperlihatkan kehebatan dan ternyata biarpun tunanganmu itu kerempeng, dia boleh juga, Kui Lan. Pertandingan ini tidak boleh dilanjutkan!"
"Huh, kenapa tidak boleh? Biar tunanganku membunuh tunanganmu yang dusun dan tolol itu! Dia bukan murid ayahmu!"
"Heiiit-heiiittt, tunggu dulu, nona genit. Biar bukan murid, namun Hong-ko ini calon mantunya, dan mungkin sekali Hong-koko ini yang kelak mewakilinya untuk mengadu ilmu dengan para murid datuk-datuk lainnya. Maka, cukup sampai di sini saja. Tentu engkau penasaran dan akan pergi mengadu kepada ayahmu seperti seorang anak cengeng, bukan? Silakan kalau hendak mengadu kepada ayahmu!"
Kui Lan demikian marahnya sehingga ia menarik kendali kudanya. Kuda itu terkejut dan mengangkat kedua kaki depan ke atas. Kalau bukan Kui Lan, mungkin penunggangnya akan terlempar jatuh dari atas punggung kuda. Namun, Kui Lan menjepit perut kuda dengan kedua kakinya dan menepuk leher kuda itu. Kuda itu menurunkan lagi kedua kaki depan dan mengeluarkan ringkik marah.
"Budak cilik Ang Siang Bwee! Kalau tidak mengingat perjanjian, tentu saat ini engkau sudah kucincang dengan golokku! Mulutmu jahat sekali. Aku tidak akan melapor kepada ayah. Huh, kau kira aku takut kepadamu dan kepada tunanganmu yang tolol itu? Lihat saja dalam pertemuan nanti, kalian akan mampus di tanganku. Hayo, Suheng, jangan layani lagi dua bocah gila ini!"
Dengan marah Kui Lan mencambuk kudanya yang kabur dengan cepat. Tiong Sin juga menyimpan pedangnya, meloncat ke atas punggung kudanya dan mengejar sumoinya yang marah-marah. Namun dia menengok dua kali karena Siang Bwee yang cantik manis itu sungguh telah menarik hatinya yang mata keranjang. Setelah bayangan, kedua orang penunggang kuda itu lenyap, baru Siang Bwee menghentikan tawanya. San Hong menyimpan pedangnya setelah memeriksa bagian yang sedikit retak ujungnya karena bertemu dengan Pedang Asmara tadi.
"Dia adalah murid panglima Yeliu Cutay itu, dengan Pedang Asmaranya." katanya. Siang Bwee memandang kepadanya. "Tentu saja, Hong-ko. Begitu mendengar namanya, aku sudah tahu bahwa dialah murid murtad itu. Karena itu maka aku sengaja menyuruh engkau menandinginya dengan pedang.