Suatu hari, di siang hari yang cukup menjenuhkan saya, karena tugas kuliah yang menuntut minta diperhatikan. Jenuh melihat layar laptop, itu biasa terjadi. Berlama-lama duduk di depan laptop membuat mata saya menjadi perih dan membuat saya sakit pinggang. Berjam-jam berusaha mencari jalan keluar atas tugas kuliah yang tak habis-habisnya. Ah..., tentu saja pada kali ini saya tidak bermaksud untuk curhat rasa lelah mengerjakan tugas kuliah.
Posisi meja belajar saya yang merapat ke dinding sebelah kiri, membuat saya bisa bersandar ke kiri jika sedang lelah. Meja belajar kecil tanpa kursi, saya duduk di lantai beralaskan bantal. Pada dinding di sebelah kiri itu pula ada segerombolan semut merah yang berbaris di dinding menatapku curiga, seakan penuh tanya "Sedang apa di sini?"
"Mengerjakan deadline." jawabku. *eh, kok malah jadi nyanyi?!Sudah berminggu-minggu semenjak cuaca sedang galau, mau hujan atau kemarau, semenjak itulah banyak semut merah berbaris di sudut dinding (antara dinding dan lantai). Usut punya usut, setelah saya usut-usut sampai muka kusut, di balik meja belajar saya ada sebuah lubang kecil yang menjadi jalur masuk keluar para semut tersebut.
Berbagai upaya saya lakukan untuk mencegah semut melewati dinding di samping saya. Ya, karena sudah beberapa kali kena sengat, saya jadi dendam kesumat.
Tapi semut-semut itu begitu cerdik, saya tutup lubangnya pun bisa keluar masuk kembali.
Hingga akhirnya, ketika kejenuhan mengerjakan tugas datang kembali pada saya. Saya berhenti sejenak dan mengamati pergerakan setiap semut. Iseng saja, tangan saya mengambil sebotol minyak kayu putih, hendak berbuat jahat kepada mereka. Minyak kayu putih saya tumpahkan di jalur biasanya mereka berlalu lalang. Berhasil! Berhasil membuat mereka menyebar dan tidak bisa lewat. Satu persatu semut pergi meninggalkan sudut dinding. Akhirnya saya bisa duduk mengerjakan deadline tanpa harus kena sengat lagi.
Namun, beberapa menit kemudian, semut-semut kembali melewati dinding di samping kiri saya. Mereka menghindari jalur yang sudah dibasahi minyak kayu putih. Dengan membuat jalur lagi di dinding bagian atasnya.
Kesal dengan kegagalan saya, akhirnya saya semprotkan lagi minyak kayu putih dari dinding bagian atas. Berhasil lagi! Mereka pergi lagi. Namun, beberapa saat kemudian mereka membuat jalur baru. Jalur menuju lubang yang ada di balik meja belajar saya. Mereka menyebar di dinding, hingga pada akhirnya saya benar-benar tidak bisa bersandar lagi.
Baiklah, saya akui saya kalah dengan semut-semut itu. Saya diam tetap memperhatikan para semut.
Sejenak saya kagum dengan para semut. Sesulit apapun jalan mereka saya halangi, mereka tidak pernah menyerah. Mencari jalan keluar baru untuk mereka tempuh. Bahkan jalur yang mereka buat jauh lebih sulit dan panjang. Tidak serapi jalur di sudut dinding, yang jalurnya sudah saya basahi dengan minyak kayu putih.
Sepanjang perjalanan yang mereka tempuh, jika berpapasan satu sama lain pasti saling mengadukan antenanya, seperti saling bersalaman, mengenal sesamanya. Walau jalan sendirian, ketika berpapasan mereka tetap solid. Kesolidannya dibuktikan bahwa mereka saling menabrakkan diri, untuk mempertemukan antena.
Dari semut-semut ini terdapat pelajaran kecil namun berarti. Sesulit apapun jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan, jangan pernah menyerah. Selalu ada jalan untuk menemukan jalan keluar. Seperti semut-semut merah yang berbaris di dinding. Walaupun mereka digoyahkan, masih saja bisa menemukan jalan keluar. Tidak menyerah dan tetap solid dengan sesamanya.
Semoga kita bisa menjadi seperti semut-semut merah. Mampu menyengat dan tidak pernah menyerah. Tetap solid dalam satu arah.
Salam Pembelajar
10 Mei 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH-KISAH KEHIDUPAN
Non-FictionKumpulan tulisan sederhana dari pengamatan penulis terhadap kehidupan sehari-hari.