Berantem itu ibarat garam yang ada di dapur. Jika sebuah masakan tidak di beri garam, apa jadinya masakan itu? Tentu hambar, kan?
BAB 4
Setelah Sandi memberikan Revan mobil, laki-laki itu rutin membukakan pintu untuk Di dan membawakan ranselnya sampai kedalam kelas
Seperti biasa di pagi hari ini, matahari terlambat bangun. Entah karna ia begadang atau sedang menunggu kekasihnya –Bulan agar bisa menemuinya. Entahlah, hanya Matahari, Bulan, dan Tuhan lah yang tau
Seorang perempuan tersenyum saat melihat Di dan Revan beriringan menuju lorong sekolah
"Kak Revan!" panggil perempuan itu
Sontak saja keduanya menoleh bersamaan ke empu suara. Perempuan berambut sebahu itu tersenyum penuh arti sambil mendekati keduanya, "Hai kak Claudi." sapanya sambil memamerkan sederet behel bewarna hitam
"Ha-hai." ucap Di ragu, ia bahkan tidak mengenali siapa perempuan itu
"Aku Sandra, Kak. Junior kak Revan jaman SMP." Sandra melirik ke arah Revan, sedangkan Di melirik Revan dan Sandra bergantian, "Oh gitu."
"Sekarang kak Revan pacaran dengan kak Claudi ya hehe." ada satu pesan tersirat dari kekehan akhir Sandra
"Kenapa manggil gue?" tanya Revan datar, ia tidak ingin Di salah paham
"Oh ini kak." ia menyodorkan satu kotak makanan kepada Revan, "Ini mie aceh kesukaan kak Revan."
Revan dan Di saling tatapan
"Aku tau kakak suka mie aceh dari teman kakak dulu, kak Gilang." ucapnya, "Dimakan ya kak. Itu aku bikin sendiri." ia terkekeh canggung
"Maaf." ucap Revan menolak, bahkan ia mendorong satu kotak mie aceh itu, "Gue gak bisa terima." sambungnya lagi
"Van? Kok gitu?" tanya Di bingung, "Diambil kali, Van. Dia bikin sendiri loh, gak baik sia-siain perjuangan orang."
"Di." peringat Revan, "Buruan ke kelas."
Sandra menelan salivanya. Ia tidak tahu akan menjadi seperti ini. Dari dulu ia ingin memberi makanan kepada Revan, tetapi pada saat itu ia belum diperbolehkan memegang kompor. Dan saat ia sudah belajar banyak hal, ia ingin sekali memberikan satu hasil tangannya kepada Revan. Dan tidak ia sangka, Di sangat dewasa, sedangkan Revan menjaga perasaan Di
Di segera mengambil kotak bewarna putih yang ada di tangan Sandra, "Makasih ya, San. Gue pastiin Revan makan masakan lo." ucap Di sambil tersenyum manis
"Makasih ya, Kak." ucap perempuan itu tampak canggung, namun akhirnya senang juga, "Yaudah aku balik dulu ya? Makasih kak Di. Duluan kak Revan."
Saat perempuan itu berlalu dan menjauh, Revan menatap Di dengan tatapan tidak percaya
"Kenapa sih lo ambil, Di?" tanya Revan dengan tatapan tidak suka
"Loh, memangnya kenapa? Ini dia yang bikin, Van. Apa salahnya menghargai?"
"Ck." Revan kesal, "Dengar ya, gue gak mau ambil kotak itu karna gue ngehargai lo. Gue gak mau lo sakit hati, gue gak mau lo ngira gue welcome ke cewek-cewek. Gue gak mau bikin lo –"
"Yaampun, Revan." sergah Di, "Gue gak masalah kali. Lagian dengan begitu gue tau kalau lo disukai banyak orang."
"Terus kalau gue di sukai orang, lo senang?"
Di mengangguk
"Lo gak cemburu gitu?"
"Enggalah. Ngapain gue harus cemburu? Kan lo gak ada ngapa-ngapain. Dan cemburu itu hanya dilakukan anak remaja yang labil. Gue tau kita saling dewasa nyikapi ini, Van."