about our feeling

581 15 0
                                    

Tak terasa perut ku kian hari semakin membesar dan di perkirakan aku akan melahirkan 1 minggu lagi. Bobot badan ku sedikit bertambah 3 kilo dari biasanya. Namun kata sang suami aku itu ngak gendut kok malahan oke-oke aja.

Sejak tadi pagi aku udah mulai merasakan mules gitu sih. Tapi cuma sebentar dan menurut dokter itu hanya kontraksi palsu. Tapi dari tadi perut ku terus sakit. Bunda dan keluarga ku juga berada di sini kecuali mas atha. Karena 2 bulan yang lalu mereka di sini dan sekarang mereka kembali ke indonesia.Jadi mereka hanya menitipkan doa untuk proses lahiran aku.

"Kak...." Aku mulai meringis kesakitan saat perut ku tiba-tiba sakit luar biasa. Ya allah apa sesakit ini. Bunda maaf in anak mu yang dulu sering nakal dan enggak mau dengar apa kata bunda.

"Ya allah sayang. Kamu kencing dalam celana. Malu sayang sebentar lagi mau punya anak. Ya udah kita ke kamar mandi dulu ya bersihkan baju kamu dan kita ganti pakaian kamu ya." Duh ini suami siapa sih. Kenapa gak peka sih istri nya mau lahiran.

Pintu kamar ku terbuka. Dan kak andrian merintis kesakitan karena jeweran mama.

"Istri kamu mau melahirkan kamu malah bercanda gini. Cepat angkat dan bawa ke rumah sakit. Ayo mbak kita ambil perlengkapan yang kemarin kita siapkan." Bunda dan mama pun mengambil peralatan tersebut.

Aku tak pernah merasakan sesakit ini. Hari ini nyawa ku akan aku pertarungan untuk sang baby ku yang akan melihat dunia ini.

"Terus bu." Intogasi dokter mengunakan bahan inggris.

Dan alhamdulillah bayi pertama ku lahir juga.

"Terima kasih umi." Andrian memeluk sang istri dan kemudian mencium lembut wajah sang istri yang kelelahan.

Andrian bisa melihat wajah lelah istri nya yang begitu capek.

"Susuin si abang umi." Apa maksud nya abang. Oh pasti mau minta anak lagi tu. Huf.

"Ganteng ya bi. Mau di kasih nama siapa si adek." Kata ku.

"Kok adek sih. Pokoknya kita panggilnya itu dengan sebutan abang nanti kan si abang bakalan punya adek juga ." Kata suami ku ini.

"Terserah abi deh. Umi mah lewat kalau abi udah debat gini." Andrian memeluk sang istri seraya mencium wajah sang anak tercinta.

"Abang nanti kalau punya adek jagain ya sayang dan umi juga jika abi gak bisa berada disamping kalian." Aku gak setuju dengan perkataan suami ku ini.

"Abi...umi gak mau ya abi berkata seperti itu. Udah ya pokoknya kita akan membesarkan anak kita bersama." Andrian mengelus kerudung sang istri.

"Insyaallah." Aku tersenyum melihat suami ku dia adalah belahan jiwa ku.

***
Aku berjalan menyusuri koridor kampus ku. Namun sebuah benda menghentikan langkah ku. Aku mengambil kotak tersebut dan ternyata kotak itu untuk ku. Aku melirik seluruh koridor ini namun tak ada siapapun maklum ini masih jam kuliah untuk fakultas farmasi.

"Apa ada orang?." Kata ku. Namun nihil. Saat hendak aku meletakkan kan kotak tersebut di kursi dan hendak melangkah tiba-tiba sebuah suara yang sangat aku kenal membuat ku menghentikan langkah ku.

"Apa kamu tidak ingin menerima hadiah dari ku? Itu hadiah ulang tahun dari ku untuk mu." Dan aku membalikkan badan ku.

Benar dia orang itu. Aku tersenyum melihat ia. Begitu pun dia.

"Terimakasih." Dia pun mengangguk dan setelah itu dia meninggalkan kampus ku. Hanya demi ini dia rela ke kampus ku dari bandung ke jakarta. Eh, itu mungkin karena dia ada kerjaan di sini atau dia pengganti dosen sementara lagi. Entah lah.

Aku kembali berjalan ke ruang kelas ku. Setelah usai belajar aku pun bergegas pulang. Setelah mengambil cuti untuk beberapa hari karena aku akan ke paris melihat adik ku yang baru melahirkan. Sepanjang perjalanan aku tersenyum bahagia. Bagaimana tidak dia baru pertama kali memberikan ku sebuah kado.

"Senang banget bu?." Aku kaget dan melihat ke belakang. Dan...

"Sejak kapan kakak di sini?." Kata ku.namun dia hanya tersenyum.

"Memangnya jemput istri sendiri gak boleh?." What istri kapan nikah nya.

"Maaf ya kak. Kapan kita nikah ya. Udah deh kakak jangan ngaco deh." Aku sedikit kesal dengan nya dia selalu begitu.

"Belum. Tapi akan." Akan. Maksudnya...oh.

"Udah gak usah bingung gitu juga kali. Aku udah melamar kamu dan setelah aku kembali dari bandung kita akan melangsungkan pernikahan. Oke. Diam aku anggap oke. By assalamualaikum." Semudah itu.

Aku hanya bisa menepuk jidat ku.

"Kamu orang yang bisa membuat ku bahagia kak. Makasih." Aku kembali berjalan.

***
Aku melirik jam tangan ku. Sudah 2 jam aku menunggu angkutan umum dan sama sekali tak ada yang lewat.
Tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti dihadapan ku dan orang itu turun. Betapa terkejutnya aku melihat orang tersebut. Orang yang selalu aku impian dan yang selalu aku tunggu.

"Kak ilham." Nama itu seolah bisa membuat aku lumpuh. Dia kembali... Kak ilham ku kembali. Terimakasih ya allah.

"Assalamualaikum." Dia tak berubah hanya perubahan tinggi dan berat badannya.

"Wa alaikum salam." Air mata ku mengalir begitu saja.

"Apakabar ra? Kamu makin cantik." Ingin rasanya aku memeluk dia. Tapi aku takut.

"Alhamdulillah baik kak. Kakak juga makin ganteng." Kata ku seraya tertawa kecil.

"Pulang bareng kakak yu?." Aku pun mengangguk. Dan Kami pun naik ke mobil. Hanya keheningan yang meliputi kami. Hingga akupun tiba di rumah. Dan setelah itu kak ilham pun pulang.

"Makasih ya allah." Setelah itu aku masuk kedalam.

***
Selama di bandung aku hanya fokus kepada tugas ku. Namun entah kenapa aku merasa kalau akhir-akhir ini teringat dia. Gadis yang aku bawa pulang kerumah karena saat itu kondisi dia memprihatinkan.

"Eh ki. Tadi raisa nitip surat nih buat loe. Enak banget sih jadi loe semua cewek pada teriakin nama loe setiap loe masuk pekarangan kampus kita." Kata alan sahabat ku.

"Gue bakalan balik besok lan. Gue mau ke paris buat jengukin adik gue yang udah lahiran. Oh iya loe liburan ini mau kemana aja?." Tanya ku.

"Paling pulang ke padang. Yah biasa kangen sama pacar." Aku tersenyum hambar.

***
Aku tiba dirumah tepat pukul 8 malam. Suasana rumah masih sama hanya sepi tanpa keluarga ku.

"Assalamualaikum." Kata ku.

"Wa alaikum salam. Eh kak udah pulang kok gak kabar in ida sih?."

"Sengaja hitung-hitung ngasih kejutan buat adik kakak ini. Oh iya kok sepi sih bunda,ayah dan..." Aku tak berani menyebutkan namanya takut adik ku ini salah paham.

"Rae maksudnya? Dia udah gak tinggal sini lagi. 4 bulan yang lalu dia di jemput oleh ayah nya dan sekarang dia udah tinggal bersama ayah nya." Raut wajah ku perlahan berubah. Aku begitu bahagia saat pulang dan aku berharap bisa melihat wajah cantiknya rae. Tapi harapan ku pupus sudah.

"Kakak sih terlalu dingin sama rae. Eh giliran dia pergi kakak merasa kehilangan kan? Udah ah ida mau ke kamar. Oh iya besok kita berangkat ya kak. Tiket udah di beli oleh ayah. Tapi kita berangkat berdua soalnya ayah baru tadi sore berangkat." Kata adik ku.

"Kok gak nungguin kakak. Kan bisa berangkat bersama?." Kenapa ayah ninggalin kita sih.

"Katanya udah gak sabar lihat anaknya risya." Setelah itu rasya pergi ke kamarnya.

Aku menghempaskan tubuh ku di sofa. Pikiran menerawang ke masa silam.

"Apa kamu pergi karna perkataan ku. Maaf." Aku memejam mata ku.

Suasana rumah yang seperti ini yang tak ku inginkan. Ku mohon jika nanti kita bertemu lagi izin kan aku memiliki mu.

About Our FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang