"Kau akan pergi sepagi ini?"
Irene menanyai kekasihnya dari balik selimut tidur, suaranya parau setengah serak, wanita itu baru saja bangun. Mungkin karena beberapa kegaduhan yang Taehyung ciptakan.
"Apa aku mengganggu waktu tidurmu?" Taehyung yang sudah selesai merapikan tali sepatu Asics warna orange di kakinya, berjalan memutari ranjang, menghampiri wanitanya. Memberikan sapaan selamat pagi.
Lamat-lamat Taehyung merengkuh bibir bawah Irene pada celah bibir tipisnya, menuangkan kasih sayang tak terbatasnya dengan penuh kelembutan. Irene terpejam meremasi anak rambut Taehyung di bagian belakang leher. Namun Taehyung lebih senang menikmati wajah mutiara milik kekasihnya saat sedang berciuman. Mereka melepaskan pertautan hangat itu setelah lima menit berjalan.
"Tidak juga, memang sudah waktunya aku bangun." Irene mengecupi bibir lembab kemerahan milik Taehyung, sementara Taehyung menatapinya dengan sayang. "apa harus berdandan setampan ini untuk menemui seorang lelaki?" kelopak mata Taehyung menjadi mainan jemari lentik Irene sekarang, sesekali wanita itu membubuhkan ciuman pada pelipis lelakinya. Taehyung suka semuanya, semua hal yang sedang Irene lakukan padanya saat ini.
Taehyung mengangguk tanpa suara, "sebelum Jimin pergi menemui Ibunya."
Ini hari sabtu, Jimin selalu datang berkunjung ke tempat asal lahirnya untuk menjenguk seseorang yang sudah Taehyung sebutkan tadi.
"Pakailah bajumu dan makanlah sesuatu yang sudah ku siapkan di atas meja dapur." Taehyung memasukan ponsel yang tergeletak di atas meja; samping ranjang, ke dalam saku celana dan memakai jam tangan Rolex hitam seri Deepsea favoritnya beserta seutas gelang berbahan kulit asli warna maroon –yang pada bagian kaitan magnetnya menampilkan logo Belmont.
Kemudian melapisi kaos putih polosnya dengan kemeja Armani kotak-kotak warna abu-abu, yang bagian kancingnya dibiarkan terbuka semua.
Blam!
Irene tersenyum secerah matahari setelah Taehyung menutup pintu kamar apartement mereka, "Terimakasih sayang."
.
.
Pukul setengah enam.
Saat Jimin menjatuhkan pandang pada jam dinding besar ruang makan rumahnya. Tiga puluh menit lagi ia harus berangkat ke Busan. Sebelum lalu lintas menjadi sangat melelahkan karena macet yang parah.
Taehyung menyampaikan lewat pesan, akan segera datang. Lelaki yang diberi pesan tak menjawab namun terus saja menunggu.
Alunan musik piano dengan nada sendu bermelodi another orion terdengar dari ponsel milik Jimin, menandakan ada sebuah panggilan yang masuk.
Jimin masih mengolesi tiga potong roti baguette panggangnya dengan selai cokelat berbalut vanila kemudian menaburkan beberapa irisan buah berry segar dan gilingan kacang almond di atasnya. Tiga sendok saus sirup maple selesai dituangkan sebagai hiasan penutup.
Tangan Jimin kini bebas untuk mengangkat telepon dari ponsel yang terus menyala di saku celana Roberto Cavalli selutut bagian kanannya. Masih dengan nada sendu yang sama, tapi Jimin benar-benar merasa enggan, meski hanya untuk menolak panggilannya.
Ada satu nama yang tertera di sana.
Keinarra.
Wanita ini selalu mengganggu kehidupan Jimin seperti kumbang yang sedang menginginkan madunya. Sangat banyak bicara dan tak pernah mendengar perintah Jimin untuk segera pergi-jangan datang-atau jangan peduli lagi padanya. Meski berkali diingatkan dan diberitahu, Kein tetap saja mengulanginya. Membuat Jimin terus bermain dengan emosinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Reality and Dreams
RomantikLebih baik tak usah berangan-angan, jika akhirnya kenyataan yang menentukan segalanya.