#1

48 3 0
                                    

Denna selalu merasa galau.

Begitupun dengan hari ini, rasanya kegalauan itu tidak bisa hilang.

Gadis cantik dengan rambut lurus sepinggang itu, mengaduk-aduk minuman di gelasnya, memikirkan apa keputusan yang harus diambilnya. Sedangkan, Mama disana selalu menginginkan keputusan super kilat.

Bibirnya mencebik, bagaimana mungkin, sih, di usia dua puluh empat dijodohkan? Mana mungkin.

"Denna!" Gadis itu langsung terperanjat, lalu mengelus dadanya cepat karena kaget, "lo bisa aja, Ren!" Pekiknya pada Reni--rekan sekantornya-- yang memang suka sekali menjahili Denna tiap detik.

"Abisnya, lo ngelamun terus!" Ujarnya lalu duduk dihadapan Denna. Matanya terus menatap wajah Denna, meneliti, menerka dan berusaha mencari sesuatu yang sekiranya bisa menjadi jawaban. "Lo kepikiran perjodohan itu?" Skak. Denna terdiam, tidak bisa berkutik karena tebakan gadis ceriwis dihadapannya ini sudah benar. Bukan benar lagi, tepat, excellent, segalanya lah.

"Dih, gausah sampe serius gitu kali mikirnya. Tar ganggu kerjaan loh," katanya dengan nada menakuti. Tidak, Denna tidak akan terancam dengan perkataan Reni. Toh, kalau pun ia menerima perjodohan ini, Mama dan keluarga lelaki itu mengatakan kalau Denna harus berhenti bekerja. Bagaimana mungkin, kan? Sedangkan, ini sudah cita-citanya. Menjadi wanita karier, tidak peduli sudah menikah atau belum.

Tapi ini?

Saat prestasinya di kantor sedang melambung, malah muncul hal-hal seperti ini. Membuat semangat Denna menyurut, terganti menjadi kemalasan disetiap tindakan. Apapun, ia merasa tidak tenang. Karena saat hati diusik, tidak ada yang bisa menenangkan kecuali jawaban dari apa yang membuat hati itu terusik.

"Bukan gitu," lirih Denna kesal. Ia meminum jus jeruknya sedikit, lalu melanjutkan, "lo tau cowok itu kayak gimana?!" Lanjutnya dengan ketus. Reni menggeleng, mengubah wajahnya menjadi sok polos.

"Gendut? Botak? Gendut plus pitak? Atau.. Ganteng?! Ah, bukannya lo bilang ganteng waktu itu?" Reni mulai menebak lagi. Kali ini, tebakannya salah. Karena bukan itu yang dimaksud Denna, tapi status.

"Dia DUDA!!" Katanya penuh penekanan di bagian duda, nadanya berapi-api, seolah tidak menerima status dari lelaki tersebut. Sedangkan Reni, dia masih melotot tidak percaya. Bahkan, ia hampir tersedak oleh permen yang ada di dalam nulutnya.

"Seriusan lo?!" Pekiknya seolah, impossible!

Dengan dada naik-turun, Denna melanjutkan lagi, "Mama bohong sama gue. Dia sebelumnya gak bilang tentang itu, bahkan gue baru tau tadi pagi! Itu juga gak sengaja denger pas Mama lagi telponan sama dia!"

"Dia juga punya anak satu!!!"

                                  ♡♡♡

Dengan langkah gontai, Denna memasuki rumah tanpa berkata atau mengucap salam barang sedikitpun. Hanya keheningan begitu kakinya memasuki kediaman, matanya sayu, begitu lelah.

"Loh, udah pulang Sayang? Kok gak ngetuk atau salam sih," muncullah seorang wanita paruh baya dengan sebuah majalah di tangan kirinya. Ia menghampiri Denna yang kini sudah terduduk lemas di sofa, "kamu capek ya?" Tanyanya lagi setelah melihat betapa kacaunya penampilan putri kesayangannya itu.

Dengan anggukan lemah, gadis itu mengangguk, lalu berkata, "capek banget, Ma. Bukan capek badan aja, capek hati juga." Jawabnya dengan susah payah. Kepalanya berdenyut, setelah tadi siang berdebat penuh dengan Reni. Masalah itu lagi, Reni selalu saja mendukung lelaki yang akan dijodohkan dengan Denna.

"Kamu kenapa sih, Sayang? Kalau ada masalah cerita," ujar Mama lagi lalu duduk disamping Denna dan membelai rambutnya, menatap Denna dengan penuh perhatian. Namun, gadis itu masih tetap merasa gelisah. Hatinya tetap tidak tenang, karena, bagaimanapun juga Mama-lah yang menciptakan masalah ini. Yang membuat Denna susah tidur dari tiga hari kebelakang. Itu semua karena jodoh-jodohan yang dia anggap enteng!

Marry HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang