5. Ketololan Ratu dan Raja

21.5K 3.1K 376
                                    

"Tumben udah mandi Bujang kita." Dika bersiul-siul menjijikkan begitu gue ngelewatin dapur sambil ngeringin rambut pakai handuk. "Mau ke mana lo?"

"Jalanlah! Emangnya elo tiap weekend udah kayak emak-emak yang nyobain menu baru di kosan." Coba lihat, Kawan. Dika kita ini lagi berdiri di depan kompor yang ada dua lubangnya. Pakai kolor sama baju buluk lagi goreng apa juga itu.

"Jangan bacot kalau lo aja masih doyan masakan gue." Persis emak-emak beneran kan? "Lo mau ke mana?"

"Si Janda belum bangun?"

"Katanya semalam lembur sampai jam dua. Eh lo mau ke mana, Bencong?"

Gue mendekat, mencomot satu gorengan yang kalau kata Dika sih Bakwan Jagung Mantabnya Bang Dika. Gue udah bilangin namanya kepanjangan, nggak earcathcing tapi dia masih ngeyel. Tapi, masakan dia memang enak sih sejauh ini.

"Bima kalau ditanya nggak mau jawab lagi, besok nggak Bunda masakin ya!" teriaknya begitu gue nyelonong pergi.

Gue ngakak sampai di depan pintu. "Kalau Bunda nggak mau masakin, aku bisa minta masakin Janda kok!" Kemudian, gue bisa dengar bunyi gaduh antara tawa Dika dan alat masak di dapur. Dunia emang mau kiamat. "Bangun, Janda! Jangan molor mulu kerjaan. Mandi-mandi sono." Gue tendang pintu kamarnya si Janda Fando juga nggak bakal ngaruh. Waktu itu dia sempat mau nutup pintu kamarnya yang tepat banget di seberang pintu gue karena nggak betah gue tendangi terus.

Dasar manja.

Maklum, masih kuliah. Jadi agak bener hidupnya.

Nggak kayak gue, hidup seenak jidat kalau kata Ange mah. Kok gue kangen tuh Monyet satu ya. Pulang dari Cikini gue mau main ke rumahnya lah. Semoga aja Marwan nggak ada di rumah. Males banget gue, beneran. Terakhir kali gue main ada dia, sendok melayang di kepala gue dari tangan Ange karena gue cium pipi dia dan pas banget si Marwan muncul. Emang curut kan, nongol kapanpun.

"Bim, keluar! Kalau nggak mau nyesel."

Lo semua percaya enggak kalau hampir tiap detik gue selalu ketawa di indekos sini. Abisan kelakuan Dika sama Fando tuh nggak ada yang bener. Dengerin aja coba ancamannya barusan. Kayak anak ABG yang mau mutusin pacarnya.

"Bima gue serius ya!"

"Apa, sik!" Gue membuka pintu, nongolin kepala doang dan lihat muka Fando udah serius banget. "Masih bocah manggilnya Bam Bim Bam Bim."

"Alah bacot. Di depan ada ratu lo. Anjir, hari ini cantik banget doi."

"Hah?"

"Hah?" Dia ngikutin gaya gue ngomong. Kurang ajar banget sumpah ini anak. "Di depan ada Alisa Adrenia Sukmadewi, ratu sejagad raya yang lagi duduk di teras cantik bener."

Ngapain Alisa di sini pagi-pagi?

Dan, benar, Kawan. Ratu gue lagi duduk cantik banget. Rambutnya hari ini nggak dibiarin gitu aja, dia juga pakai kemeja kotak-kotak. Kemarin katanya Agus garis keras, sekarang pindah haluan. Dasar labil. Untung gue mah nerima dia apa adanya.

"Lo ngapain di sini, Bocah?"

Kepalanya dongak. Senyuman lebar terpampanglah nyata. Ini kayak matahari pagi hangatnya. Sumpah. Apalagi waktu dia berdiri, gue mah cuma bisa baca ayat kursi dalam hati biar nggak khilaf. "Hai, Bimaaaaaa. Uluuuu, tumben amat udah ganteng pagi-pagi. Mau ke mana, sih?"

Gue ketawa. Ini bocah nggak waras kalau udah mulai pakai nada dibuat-buat gitu. Dan gue lebih sinting karena anggap dia cantik dalam kondisi itu. "Ngapain lo di sini?"

"Emang nggak boleh?"

Kemarin lo mewek-mewek sampai nggak ngebolehin gue pulang, untung aja gue berhasil mangkir dari godaan itu. Sekarang lo cengar-cengir di depan gue.

Intervensi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang