"It's like deja vu all over again." —Yogi Berra
🍃
.
.
"Amanda?"
Ali masih menahan napas dan memilh untuk tetap menutup mulutnya. Perempuan itu mundur selangkah, ketika mencium aroma seorang laki-laki di dekatnya. Prilly tidak terlalu mengenali aroma ini, namun ia yakin orang yang berdiri di hadapannya adalah seorang laki-laki.
"Amanda... kamu udah pulang?" Prilly bersuara lagi, ia harus memastikan siapa orang asing yang ada di dapur bersamanya kali ini.
"Amanda nggak di sini." Prilly berjengit ketika mendengar suara berat di dekatnya. Perempuan itu mundur selangkah demi selangkah sampai akhirnya berbalik untuk menghindar. "Gue nggak—EH ITU AWAS KESANDUNG!"
Kaki Prilly tanpa sengaja menyandung sebuah kursi yang ada di ruang makan, Ali kemudian membantunya berdiri. Tangannya begitu dingin. "Hati-hati, itu belakang lo ada kursi."
Prilly hanya mengangguk, lalu berusaha untuk berdiri tegak. "M-Makasih."
"Iya, lain kali hati-hati kalo ketemu gue nggak usah mundur-mundur gitu, gue nggak gigit."
"Maaf, c-cuma gue kaget aja ada cowok di sini. Lo... temennya Amanda?" Tanya Prilly, wajahnya masih menunduk, membuat Ali harus ikut menundukkan kepalanya pula agar bisa melihat wajah perempuan ini.
"Iya, nih." Jawab Ali, ia menepuk bahu Prilly sekali dan berhasil membuat wajah perempuan itu terangkat. "Kenapa lo nunduk-nunduk gitu, biasa aja kali, gue juga nggak bakal ngapa-ngapain."
Prilly menggeleng. "Bukan gitu, gue cuma..." Suaranya mengecil, lalu Prilly menarik napas, "Yaudah gue tinggal dulu, deh. Kalau ada apa-apa panggil aja Bi Endah."
Sebelum Prilly benar-benar pergi, Ali menarik lengan baju perempuan itu yang sedang mengenakan kaus ungu berlengan panjang. "Kok main tinggal pergi gitu aja? Gue tamu, loh di sini."
Prilly mengepalkan tangannya, ia mengulum bibirnya hingga menjadi satu garis lurus. "Ya udah, sih. Kan tadi gue udah bilang, kalau ada apa-apa panggil Bi Endah aja. Selesai."
"Gue mau minum,"
"Emang Bi Endah belum nyuguhin minum?"
"Udah, sih. Tadi barusan Teh manis."
"Tuh, kan udah."
"Tapi gue mau minum air putih."
"Tinggal ambil lah, pake repot segala."
"Ambilin, dong."
"HEH!"
Ali berkedip dua kali, telingannya tidak salah dengar bahwa perempuan yang ia kira lugu, kalem dan anggun ini baru saja berteriak padanya. Tapi kemudian Ali tertawa geli, "Galak ya lo."
"Bodo amat, gue mau ke kamar." Kata Prilly, dingin. Ia kemudian berbalik arah dan berjalan lurus karena ia percaya jalan yang lurus adalah jalan yang benar. Namun ia melotot ketika merasakan bahunya di tahan.
Ali memutar tubuh mungil Prilly sembilan puluh derajat ke arah kanan. "Lewat sini, neng. Depan lo itu kulkas."
"HIIIH, JANGAN PEGANG-PEGANG!"
Ali langsung melepaskan tangannya dari bahu Prilly dan membiarkan perempuan itu berjalan sesuai instingnya. "Ya udah, sih. Gue mah niatnya juga baik! Galak bener, dah."
Prilly tidak menanggapi komentar laki-laki itu, untuk kategori orang yang baru ia temui, menurut Prilly laki-laki itu sangat menyebalkan. Bahkan merusak kesan pertama Prilly terhadap laki-laki itu. Nyebelin, Seenaknya, Nggak sopan dan Mesum. Itu adalah beberapa kesan yang langsung ia berikan kepada Ali saat Prilly mendengar suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
For Someone in Somewhere
Fiksi PenggemarNgomong-ngomong, Ini adalah sebuah cerita klasik, tentang dia yang buta, dan dia yang nggak sempurna. Dan keduanya baru menyadari, bahwa mereka adalah dua orang paling bahagia di dunia hanya karena mereka berbagi tawa yang sama. ''Gue bakal sela...