#3

8.4K 794 7
                                    

#Alifi
.
.
.

Tak butuh waktu lama aku sudah sampai di kantorku. Perjalanan rumah-kantor hanya setengah jam.

"Pagi Boz!" Sapa Leo. Sekretarisku. Aku mengangguk pelan dan berjalan menuju mejaku. Leo mengekor di belakangku.

"Apa jadwal hari ini Le?" Tanyaku setelah aku melepas jasku dan ku sampirkan di punggung kursi kebesaranku. Leo lalu duduk di kursi depan meja kerjaku.

"Meeting jam 9. Semua berkas udah gue siapin!"

Aku berjalan pelan menuju jendela besar yang langsung menampakkan suasana luar gedung. Aku terdiam sambil menatap aktifitas pagi di luar.

"Kenapa?" Pertanyaan Leo membuatku menoleh ke arahnya. Kenapa apanya?

"Maksudnya?" Tanyaku balik.

"Apa.... ada masalah?"

Aku kembali menatap keluar jendela. Aku menghela nafas panjang. Kumasukkan kedua tanganku ke dalam saku celanaku.

"Biasa. Nyokap!"

Leo manggut-manggut. Akhir-akhir ini aku sedikit tertekan. Bunda tampaknya serius dengan perkataannya. Mengenai perjodohanku.

Di umurku yang sudah genap 28tahun aku bahkan belum mempunyai calon pendamping hidup. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaan dan sampai-sampai aku tak ada persiapan untuk membangun rumah tangga. Bukannya tidak siap tapi sampai saat ini aku belum menemukan yang cocok di hati.

"Lo kan punya segalanya Lif. Apa yang lo mau bisa lo dapatin dengan mudah. Kenapa nggak nyoba membuka diri?"

Aku tersenyum tipis mendengar petuah Leo. Dia sekretarisku sekaligus teman curhatku. "Susah nyari yang cocok Le!"

"Lo kan tau. Siska suka sama lo!"

"Siska? Siska HRD maksud lo?" Tanyaku. Leo mengangguk. Gila. Siska yang kurus kering. Kerempeng. Rambut lurus cepak. Haduuuh...sama sekali bukan typeku. Aku tak memandang wanita dari segi fisik tapi aku manusia normal tentunya ingin mempunyai seorang istri yang enak di pandang.

"Buat lo aja Le. Gue ikhlas kok!" Sambungku lalu duduk di kursiku.

"Ogah. Krempeng gitu. Mana ada asiknya!"

Naah bener kan. Leo aja bilang krempeng?

"Lagian udah tau krempeng masiiih aja lo tawarin ke gue!" Aku menggeleng pelan sambil menahan tawaku.

Meeting setengah jam lagi di mulai. Leo pamit keluar untuk menyiapkan keperluan. Mengecek apa ada yang kurang atau tidak.

Semoga meeting kali ini berjalan lancar. Aku tidak mau terganggu dengan masalah Bunda yang terus menghasutku untuk segera menikah. Dalam kamusku jodoh tak akan lari kemana!

🌟🌟🌟🌟🌟

Aku terus berkutat di depan layar komputer. Kalau saja Leo tak memberitahuku, aku tidak mungkin sadar kalau hari sudah sore. Kebiasaanku sebelum pulang adalah melaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslim. Shalat Ashar dulu. Dengan begitu aku bisa langsung istirahat nanti di rumah.

Dalam doaku. Aku hanya meminta di berikan jodoh terbaik dari yang terbaik menurutNya. Seiman dan mencintaiku apa adanya. Bukan ada apanya.

Setelah selesai dengan ritual rutinku aku mengemasi barang-barangku. Waktunya pulang!

Supirku sudah siap di balik kemudinya.

"Mampir ke minimarket bentar ya Mang!" Kataku sambil meletakkan tas kerjaku di samping tempat dudukku. Mang Jaja menjawabnya sambil mengangguk.

Jalan Terbaik ( COMPLETED )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang