Prologue

171 24 8
                                    

Diruangan yang yang hampir sepenuhnya di lapisi dengan cermin ini Lea berdiri, menatap bayangannya dalam dalam. Rambut yang diharnet  seolah menunjukan leher jenjangnya. Dengan napas panjang dia menghentakkan kaki panjang di balut stocking putih dan flat shoes.

Jika tumbuhan membutuhkan sinar matahari, Lea hanya membutuhkan balet untuk meyakinkan dirinya bahwa dia hidup.

"Belum pulang ? Studionya udah mau tutup " seakan mengetahui pemilik suara Lea berdengus pelan. Itu Kak Dian, manusia sok tahu yang sukanya ngatur ngatur hidup orang, setidaknya itu yang dipikirkan Lea.

"Ini juga mau pulang" Lea memutar bola matanya. Lea berjalan kelokernya untuk mengambil barang barang karna ya dia akan segera pulang.

Hingga sebuah kalimat tanya menghentikan langkah kakinya. " Mau sampai kapan kamu kaya gini le?".

Sudut bibir Lea tertarik sebelah, matanya memandang kedepan dia tau kemana arah kalimat itu. " Sampe gue mati mungkin?". Dian hanya menautkan kedua alisnya, Dian adalah saksi bagaimana dunia merenggut kebahagian seorang Azalea Anthea, bahkan dia sendiri bingung apakah yang barusan itu jawaban atau pertanyaan.

*****

Di sinilah Lea duduk dibalkon sambil memandang taburan bintang di temani Matty. Matty adalah biola putih tua pemberian kakek Lea pada saat Lea masih berumur 5 tahun. Lea memutar ingatannya lagi hingga tiba di puncak kesedihan yang sudah ia pendam bertahun tahun lamanya. Kakeknya meninggal pada dua tahun lalu, salah satu penguatnya di masa suram. Kakeknya berperan sebagai ibu sekaligus ayah bagi Lea.

Sekarang Lea hanya menginginkan kesempurnaan kecil di kehidupannya, hanya ingin secuil dari kebahagian dunia, hanya ingin menjadi prioritas  dan kebanggaan seseorang.

" Non  Alea mau bibi buatin susu anget gak non? " tawar Bi Ratmi, seorang pembantu di rumah Lea yang sudah cukup berumur.

"Udah aku bilangkan bi, cuma kakek yang boleh manggil aku Alea!" jawab Lea ketus. Memang mendiang kakeknya yang memanggilnya seperti itu, sebelumnya Lea selalu dipanggil seperti itu tapi semenjak kakeknya meninggal dunia tidak ada seorangpun yang diizinkan memanggilnya Alea.

"Maaf non" ujar bi Ratmi yang menunduk.

"Semua orang hanya berfikir aku bahagia tanpa berpikir seberapa kerasnya usahaku untuk bahagia" keluhnya dalam hati. Lea sudah tidak melihat bayangan Bi Ratmi dibelakangnya  dan kini matanya sudah terlalu berat untuk memastikan gangguan apalagi yang akan dia dapat hari ini sebelum merebahkan diri di ranjangnya.

Setiap kaki melangkah, setiap nafas berhembus, setiap angin menerpa kenapa dia tidak bisa melupakan masa lalu. Dari hari ke hari selalu saja menghantui, seakan setiap jalan yang ia pilih itu salah. Hingga ragunya menguasai, ketakutannya tentang suatu kenyataan membuat Lea selalu memilih kesempurnaan. Menjadikannya ambisius.

Dia Azalea, hanya ingin menjadi prioritas seseorang. Apa rasanya di sayangi? Apa rasanya diperhatikan? Apa rasanya dibanggakan? Apa rasanya jika ada seseorang yang berusaha membuatmu tersenyum dengan hal hal konyol? Apa rasanya diperjuangkan dari awal dan sampai akhir?




********

Hii semuanya, Jadi ceritanya itu author ubah karena cerita yang pertama itu dibuat berdasarkan kegabutan pas bulan puasa, jadi gak ada perhitungan soal tokoh tokohnya,konfliknya dsb lah. Jadi ini aku rubah karena udah dapet 'hidayah' tadinya sih pengen diapus tapi sayang juga, so akhirnya terpaksa rombak aja semuanya whaahha tapi nama tokoh masih tetep sama yaaaa. oke malah jadi curhat

TINGGALIN DIA eh TINGGALIN VOMMENT MAKSUDNYA :v

makasii

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang