Langit senja kala itu tampak begitu cerah. Raia hanya bisa duduk terpaku di sudut taman kota. Melihat sekumpulan anak kecil yang tengah berlarian ke segala penjuru taman. Sebuah senyuman polos tanpa dosa dari mereka juga begitu menyejukkan hati.
Segera saja ia lukis wajah lugu mereka. Warna yang terus ia campur satu sama lain, menyatu dengan kanfas seukuran buku tulis yang dibawa. Tak lebih dari dua jam, lukisan ini telah terselesaikan. Sudah menjadi kebiasaannya saat menyelesaikan karya, Raia selalu menaruh perhatian lebih pada hal-hal kecil.
"Sepertinya ada yang aneh. Tunggu, aku tak ingat ada perempuan tengah berdiri di sini," gumam Raia pelan.
Matanya mencoba mencari perempuan itu di balik pepohonan. Namun tak ada tanda kehidupan sedikit pun di sana. Hingga pandangannya kembali ke lukisan yang baru saja ia buat. Menelaah hal-hal kecil yang hanya bisa ia lihat dalam lukisan daripada yang sebenarnya. Begitu ia mengetahui kalau lukisan tersebut tidak simetris. Segera saja ia bakar tanpa ampun.
"Lebih baik dibakar daripada kau tak enak ku pandang," ucapnya kembali.
Bleeggh!!
Sebuah benda berat menghantam tengkuk leher Raia. Sebelum kesadarannya menghilang, ia sempat melihat wajah orang itu. Ya, orang tersebut adalah perempuan dalam lukisannya. Perempuan itu nampak tersenyum puas sembari mengangkat tubuh korbannya. Dengan berjalan terseok-seok, dibawanya Raia menuju tempat terbuang.
Blaamm!!
Satu jam berlalu. Kesadaran Raia mulai bangkit kembali beserta rasa nyeri pada bagian belakang kepala. Raia merintih ringan mendapati dirinya terikat erat pada sebuah kursi. Dalam ruangan gelap itu sendirian, ia terus saja memberontak. Suara tawa yang muncul tiba-tiba, membuat bulu kuduk Raia berdiri.
"Siapa kau? Dimana ini?"
"Heeeee, jadi kau melupakan janjimu? Kemana sifat banggamu kemarin? Lihatlah permainan yang sudah tercipta ini! Hahahaha!"
Cahaya lampu yang menyala segera berpencar ke segala penjuru ruang. Bau amis darah begitu menusuk hidung. Raia terperanjat, mulutnya menganga lebar melihat potongan-potongan mayat di hadapannya.
"Bagaimana? Hebat, kan? Keren, kan? Hahahaha! Petunjuknya cuma ada dua. Semua sudah terungkap di sana dan potongan puzzle yang terpisah. Kau akan bertemu yang lain setelah permainan pertama ini selesai. Selamat berjuang, teman!"
"Tunggu! Siapa kau?"
"Aku? Aku hanya seorang game master yang ingin dihargai."
"Tunggu! HEI! APA MAKSUD DARI SEMUA INI!"
Seakan tak menggubris teriakan Raia. Suara itu menghilang bersamaan dengan menyalanya layar LCD di atas pintu ruangan. Detik demi detik berjalan pergi menandakan waktu terus berjalan. Raia melenguh panjang, tubuhnya yang masih terikat membuat dirinya tak kuasa tuk melakukan kebiasaannya.
Bau darah yang begitu amis tak pernah luput dari daya penciuman Raia. Hingga pandangannya menatap sesuatu yang ganjal dari mayat itu. Jaraknya yang cukup dekat membuatnya yakin akan keanehan pada si mayat. Potongan pergelangan tangan kanan yang seakan menunjuk sesuatu ke arah jendela. Sedang mata si mayat mengatakan hal yang sebaliknya, mata itu seakan ingin melompat dari tempatnya saat melihat ke cermin. Raia berpikir keras mengenai hal ini.
Bagaimana cara si pembunuh bisa memotong semua sendi utama tanpa meninggalkan bekas? Tunggu dulu, kenapa di potongan siku kanan darahnya sedikit membeku? Dan kemana bagian yang hilang tersebut? Apa artinya ini?
Raia terus menggumam kecil dan mengamati seluruh ruangan sampai ke detail terkecil yang mampu ia lihat. Tak ada bekas ceceran darah di lantai selain pada mayat itu sendiri. Tak terlihat adanya pemberontakan sama sekali. Buku-buku, lemari kayu, lukisan, peralatan makan, semua tertata begitu rapi. Raia terdiam begitu lama, matanya terpejam berpikir. Tangannya yang masih terikat terus mencoba bergerak dan memberontak. Namun semakin dia memberontak, ikatan tali itu makin membuatnya kesakitan.
Kondisi ruangan yang minim ventilasi membuat dada Raia sedikit sesak. Bau udara yang kotor bercampur dengan seluruh partikel yang ada di ruangan tersebut. Jendela yang di desain unik dan terpantul dalam cermin terlihat sedikit aneh. Saat mata Raia melihat baik-baik cermin, tangan kiri si mayat menunjuk satu benda di bawah meja. Raia mencoba membungkukkan badannya, melihat ada apakah di kolong meja tersebut.
Klang! Klang! Pssssttt!
"Apa itu?" teriaknya lantang. Konsentrasi yang dia bangun kini sirna karena suara itu.
"Oh, hanya kaleng."
Hembusan napas panjang dia keluarkan. Permainan bodoh ini sungguh membuat gadis itu penat, dan lebih buruknya permainan belum tentu berakhir setelah kasus ini terselesaikan. Raia kembali menatap potong demi potong mayat di hadapannya. Ada sedikit luka pada salah satu potongan. Luka yang tidak wajar dan tidak seharusnya ada disana.
"Ini gila!"
Raia terdiam sejenak.
"Siapapun yang membunuh orang ini, sungguh orang gak waras."
Untuk yang kesekian kalinya Raia terdiam dan menatap layar LCD yang menunjukkan batas waktu sampai permainan selesai. Tiba-tiba saja, penghitung mundur itu bergerak begitu cepat dan berhenti di angka nol.
Teeettt! Teeett!
"Saaa! Waktu penyelidikan selesai! Katakan padaku bagaimana cara dia terbunuh!"
Suara yang tadi menghilang kini kembali lagi. Terdengar dari balik speaker kalau dia sedang tertawa. Seperti sudah dipersiapkan dengan baik, dalam layar itu muncul beberapa opsi gambar. Raia tertawa kecil melihat hal itu.
"Apa yang ingin kau lakukan? Haha! Aku sudah tau potongan terakhir puzzle ini."
"Oh, sungguh! Wow! Fantastik! Hahahaha!"
"Gas ...." Raia terdiam sejenak.
"Sebelum pelaku memotong-motong korban, dia membunuhnya dengan cara membuat pernapasan korban tak berfungsi. Lalu melalui jendela itu, pelaku mulai memanfaatkan perasaan korban yang tak karuan. Pelaku memberinya stimulan berupa rasa takut dari si korban."
"Lalu?" Suara itu menanggapi masih dengan tawanya yang dibuat-buat.
"Fakta yang membuktikan kalau ruangan ini begitu rapi adalah karena si korban tak bisa bergerak akibat rasa takutnya yang begitu besar. Bagaimana aku bisa tau? Dari tatapan si korban yang mengarah ke cermin, melalui pantulan jendela yang ada di cermin, si pelaku membunuhnya dengan pasti."
Raia begitu bersemangat menjelaskan hal tersebut pada layar yang kini menggambarkan ekspresi senyum.
"Setelah ia yakin bahwa korban sudah meninggal, barulah dia memasuki ruangan ini. Dengan menggunakan sesuatu yang sama, si pelaku mulai memotong korban penuh kehati-hatian. Dimulai dari bagian kiri, dia potong dengan cara biasa. Tapi kenapa bagian kanannya ada yang sedikit membeku?"
"Jangan tanya padaku. Aku hanyalah penyelenggara bukan pelaku," jawab suara itu."Pelaku mengetahui ada hal yang aneh. Memanfaatkan bantuan nitrogen cair kalengan, dia membekukan siku kanan korban. Setelah bagian itu selesai dipotong. Pelaku menyelinapkan bukti ini dengan begitu rapi. Tapi sayangnya sesuatu yang tak sengaja dia hilangkan malah menjadi petunjuk penting. Tepat di bawah meja itu, potongan jari yang hilang tak sanggup menahan kaleng yang tersembunyi di situ. Kaleng-kaleng berisi gas yang membuat korban terbunuh. Dan pembunuhan ini terjadi, apa aku salah?"
"HAHAHA! Kau sungguh membuatku ingin tertawa! Hahaha! Oke, aku hargai jawabanmu ...."
BLAAARR!!!
Layar LCD itu meledak. Tak lama setelahnya muncul seseorang dari balik cermin yang ternyata penghubung ruangan yang lain. Raia menatap orang itu dengan seksama dan hati-hati. Wanita itu mulai membuka topeng yang menutup wajahnya. Dia tersenyum penuh arti dan tertawa sangat kencang. Melihat wajah orang itu sanggup membuat Raia menganga lebar.
"MERLYN??"
---- to be continued ----
[note:]
ah aku mohon maaf yang sebesar-besarnya untuk kalian yang masih menunggu cerita ini. Karena suatu alasan, kemarin sempat hiatus hahaha.... untuk selanjutnya aku usahakan biar gak telat. Jadi sekali lagi, mohon maaf yang sebesar-besarnya.
ttd : raylone
KAMU SEDANG MEMBACA
~Zodiac's Story~
Mystery / Thriller[Series drop for a while] Sekumpulan kisah pendek dari orang-orang yang termakan akan dosa dan kesenangan dunia. Bukan. Ini bukan tentang 7 dosa besar ataupun 10 perintah tuhan. Juga bukan tentang pertempuran antara dosa dan kebajikan. Namun ini te...