Pagi Kekasih Jiwa

11 0 0
                                    

"Semoga kepingan hatimu terjaga semesta."

"Semoga demikian juga hatimu."

-sebuah percakapan jam 8 pagi -

Jam 7.15 pagi.

Komputer menyala. Kantor masih sepi. Membuka jejaring social di internet dan membaca surat eletronik yang masuk. Ada marah dan gusar dihati. Lelah yang luar biasa setelah dua malam tanpa lelap yang berarti. Baru satu jam malam ini terpejam, tubuh sudah terpaksa terjaga. Pikiran untuk lelap dalam peluk rindu menggebu lenyap teringkar waktu. Pada siapa bisa tumpahkan marah? Perlukah? Rasionalitas sudah mulai buntu tergantikan lelah fisik yang tertimbun terlampau lama. Namun tenaga tumpah ruah bersumber amarah dan beban pikir telah memecut tubuh untuk terus terjaga membutuhkan katarsis sempurna.

Ada pedih dihati pagi ini. Mencari ruang nyaman.

Jam 7.15 pagi.

Setelah pertikaian dan tamparan kekasih. Ajakan pertemuan paduan tubuh menuntaskan rindu membuat diri terjaga. Rindu memang ada. Hati yang terjerat sudah meleleh dipeluknya. Rasionalitas dan luka beradu. Ini yang pertama, begitu menjerat setiap inci rasa. Terlalu pagi untuk terjaga setelah hati tercabik semalaman oleh kekasih yang sama. Kekasih gelapnya memang, bukan miliknya memang, tapi setidaknya hati itu seharusnya memiliki ruang yang suci. Tempat dimana ia terjaga dan tumbuh. Etika percintaan. Kode etik yang telah terlanggar, bahkan pada ruang-ruang public. Kesadaran tak lagi terjaga. Jejaring social dunia maya dinyalakan. Menanti damai luka dan logika.

Ada perih dihati pagi ini. Mencari ruang nyaman.

Jam 7.30 pagi.

Ruang nyaman terbuka. Dunia maya mendekatkan dua jarak ruang berbeda. Saling sapa kekasih jiwa. Saling tanya kabar hati hari ini. Amarah tumpah. Hujatan demi hujatan. Topik terarah. Dunia relasi yang dianggap social sebagai anomali. Dimana diri, ego dan rasa dijunjung dan diapresiasi. Terlontar kembali wacana tanya rindu dan hati. Resah yang tampaknya tak memiliki ruang dalam relasi-relasi tak terakui. Dunia hasrat, dunia tubuh dan dunia yang penuh dalih mengelabui. Dunia para 'penjahat' penuh bejat.

Amarah. Resah. Gundah. Rindu. Cumbu. Padu.

Inikah siklus itu, kembali tanya muncul ditengah lelah menjadi diri. Selalu saja pertikaian dan persoalan lebur dalam tarian tubuh dan deru nafas. Realitas hilang dalam cucuran keringat. Kata-kata hangat membasuh luka diri. Ruang dan waktu tak mampu berdiam diri. Gugat diri. Terjebak dalam putaran yang sama. Persoalan yang sama. Pertikaian yang sama. Hujat menghujat. Lupakan. Mari bergerak maju. Saling mencari kekuatan dari lontaran kata yang sama. Hatilah yang membedakan kita dari mereka.

Hentikan gerak siklus hati terluka. Bukakan botol saja. Tentu tidak di rel kereta. Itu sudah pernah dicoba. Tak terlalu baik hasilnya. Apa yang tersaji malam ini? Secangkir irish coffee? Satu botol contrue, chivas atau Jack D?

Jam 8.00 pagi.

Waktu kembali memaksa peran berbeda. Rutinitas harus terjaga. Saatnya bekerja. Janji saling kontak terkata. Saatnya menyisihkan dunia rasa.

Layar tertutup. Dalam diri bertanya, ah.. bukankah ini siklus yang sama?



Yogyakarta, 2010.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 24, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Pertemuan, Rasa Dan Hal-hal Yang Tak SelesaiWhere stories live. Discover now