BAB 9.5 : ZANRYU NIHON HEI

469 69 0
                                    

Takeda merasakan kesadarannya langsung lenyap kala nyambur milik panglima Dayak itu menghantam kepalanya. Ia berusaha sekeras mungkin mempertahankan kesadarannya namun ternyata ia tak dapat. Suara terakhir yang ia dengar adalah suara letusan senapan Arasaka yang akrab betul di telinganya. Ketika ia bangun ia dapati dirinya tengah ditidurkan beralaskan kain terpal di sebuah tempat yang gelap, basah, dan lembap. Matanya menatap ke sekelilingnya dan mendapati di sekelilingnya tampak duduk para Dai-Nippon Teikoku Rikugun dengan seragam coklat dan senapan berbayonet lipat mereka yang khas – Arasaka.

Wajah-wajah mereka tampak lesu dan lelah. Semangat juang mereka telah runtuh sebagaimana yang Takeda lihat dahulu pada saat ia memerintahkan anggota peletonnya yang tersisa untuk harakiri. Tapi kali ini yang hadir bersamanya bukan hanya anggota peletonnya semata. Ia mengenali beberapa dari mereka berasal dari peleton lain di bawah pimpinan komandan lain seperti Suzuki, Harada, Yamato, dan Kenta. Para prajurit dari peleton lain ini ia dapati tampak lebih tidak bersemangat daripada anggota-anggota peletonnya dan ini memancing keingintahuannya.

"Kenapa karian diam-lesu begitu?"

"Socho sudah dengar? Kabar terbaru dari tanah Indonesia ini? Dai Toa sudah hancur! Yang tersisa dari Dai Nippon hanyalah Nippon semata. Tak rebih dari Nippon! Hokkaido, Honshu, Shikoku, Kyushu itu saja!"

====

Dai Toa = Asia Pasifik Raya yang diambisikan Jepang akan menjadi wilayahnya

====

"Mustahil! Kenapa bisa seperti itu? Apa kata Tenno Heika?" raut muka Takeda tampak bingung dan panik.

"Tenno Heika yang kita kenal sudah berpulang, Takeda-socho. Tsugu-no-miya telah menggantikan Paduka sebagai Akihito-Tenno. Zaman Showa telah berakhir. Telah digantikan oleh zaman Heisei dan kini zaman itu pun telah berganti. Sekarang yang menjadi Tenno di Nippon adalah Naruhito-no-miya, cucu Tenno Heika," ujar seorang prajurit yang memiliki pitak dua di rambut dekat dahinya.

======

· Tsugu-no-miya = Pangeran Tsugu, nama asli Kaisar Akihito, kaisar Jepang yang bertahta saat ini.

· Tenno = Kaisar

· Showa = zaman pemerintahan Kaisar Hirohito

· Heisei = zaman pemerintahan Kaisar Akihito

· Naruhito-no-miya = Pangeran Naruhito, putra mahkota Akihito

======

"Selama puruhan tahun, Socho, kita tertidur atau pergi entah ke mana. Yang kami ingat beberapa hari yang raru kami bangun. Kami dengar suara, minta kami berjaran ke timur. 'Temui Takeda-socho' kata suara itu 'Dan karian purang!'," timpal prajurit lain yang mukanya dipenuhi codet bekas luka.

"Kami berjaran menembus hutan. Sesekali seorang-dua orang tawari kami naik oto mereka. Dari mereka kami dengar ini bukan ragi tahun Masehi 1945. Ini sudah rewat rebih dari 100 tahun sejak tahun-tahun kita berperang!" sahut prajurit lain yang tampak menempelkan kain ke tangan kirinya yang luka parah

=====

Oto = kendaraan, mobil

=====

"Apa yang harus kita rakukan sekarang, Socho? Dai Nippon sudah karah! Apalagi yang harus kita rawan di sini?"

"ADA!" Takeda berteriak sekeras-kerasnya dan hal itu membuat seluruh prajurit yang ada di sana terkejut lalu terdiam, "Masih ada yang harus kita rawan! Jangan takut hanya gara-gara ada waktu yang diambil oleh para Kami dari karian! Ini sungguhlah pasti adarah hadiah! Kita semua di sini terpilrh menjadi Zanryu Nihon Rei! Mari semua angkat senjata! Kita rawan musuh terakhir kita. Kita rawan orang Pang Dandan, orang Pang Suma, orang Pang Linggan, orang-orangnya Timbang*)! Jika mereka sudah mati semua, kita habisi anak-anaknya! Jika anak-anaknya mati juga, kita habisi cucu-cucunya! Bunuh sebanyak kita bisa sampai maut menjemput! Kari ini tak ada yang boreh harakiri!"

====

Kami (Shinto) = dewa-dewi kepercayaan Shinto

Zanryu Nihon Hei = prajurit yang tinggal di belakang (untuk meneruskan perlawanan atau penaklukan)

*)Timbang = Agustinus Timbang, termasuk panglima Dayak yang bergabung di Angkatan Perang Majang Desa. Panglima lain adalah Pang Suma dan Pang Linggan dan komandan utama mereka adalah Pang Dandan.

====

Semua diam sehingga Takeda kembali berseru, "Apa jawaban karian?"

Diam kembali. Takeda yang habis kesabarannya langsung berubah wujudnya menjadi sosok berkulit abu-abu yang mengeluarkan dua bilah pedang dari pergelangan tangannya lalu ...

Satu kepala menggelinding jatuh. Kepala dari prajurit yang tangannya terluka parah tadi. Semua bawahan Takeda langsung paham apa maksud komandan mereka. Komandan mereka ingin teriakan 'banzai' dan kesediaan maju perang. Maka serentak mereka pun mulai berseru, "BANZAI! BANZAI! BANZAI!"

*****

Sementara itu di tempat lain, Panji yang baru saja tiba di tempat Ignas berkonflik dengan lima prajurit Kempetai mendapati nyaris seluruh lawan sudah dibantai Ignas. Kepala dan tubuh yang hancur akibat terjangan panah Lokapala warna biru itu tampak bergelimpangan di jalanan yang ujung-ujungnya telah ditutup pihak kepolisian dengan alasan : 'pengejaran napi lapas yang kabur'.

Ban motor Panji mengeluarkan suara berdecit ketika tangannya menekan tuas rem secara mendadak akibat keterkejutannya pasca dadanya dihantam peluru. Peluru itu tidak membuat kerusakan yang terlalu parah, tapi langsung saja Panji mengambil manuver menghindar dan berlari ke arah tembok yang menjadi batas antara sebuah kantor dengan jalanan lalu berlindung di sana.

"Kasuari? Kamu dengar?" Panji membuka jalur komunikasi dengan Ignas melalui visornya.

"Ya, dengar! Ko sudah sampai?" jawab Ignas.

"Sampai, tapi kena tembak. Di mana musuh kita?"

"Naik ke gedung tinggi waktu sa masih sibuk dengan kawan-kawannya tadi. Tapi di mana dia sembunyi sa tak tahu. Kalau sa asal tembak ke arah sa duga-duga mungkin nanti dia keluar. Masalahnya itu langgar prosedur kan?"

"Ya!" Panji mengangguk sembari memikirkan alternatif untuk menemukan satu musuh yang tersisa ini secepat mungkin. Jika jalanan terlalu lama ditutup, masyarakat atau bahkan pers pasti curiga.

"Oke, begini, aku akan keluar dari tempat sembunyiku dan biarkan diri jadi umpan. Kala itu langsung saja kau tembak dia dengan panahmu, Ignas! Paham?"

"Paham! Hati-hati ya! Pelurunya kadang sakit juga kalau kena," ujar Ignas.

Panji pun segera bergerak keluar dari persembunyiannya. Sedetik, dua detik, lima detik tak ada tanda-tanda keberadaan musuh. Baru setelah sepuluh detik ada peluru yang menghantam zirahnya dan saat itu juga Ignas yang sudah menyiagakan busur panahnya sedari tadi langsung menyadari posisi musuh yang sedari tadi gagal ia bunuh. Satu anak panah dilepaskan dan langsung melesat ke lantai paling atas sebuah gedung perusahaan dagang. Panah itu langsung saja menembus bagian di mana jantung si prajurit seharusnya beradadan tubuh tanpa nyawanya itu segera rubuh tanpa daya di atas lantai semen gedung tersebut

Lokapala Season 1 : Usana | #Wattys2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang