03. Takada Kenta (2)

531 104 20
                                    

Sekarang Kenta dan Airi sedang duduk berdua di kursi panjang, tempat dimana awal mereka bertemu.

Kenta yang sedang mendengarkan musik lewat earphonenya tiba-tiba saja melirik Airi yang masih sibuk dengan bukunya. Syal warna krem yang gadis itu kenakan terlihat cocok, serasi dengan daun-daun kecoklatan pohon maple yang mulai berguguran, membuat pandangan Kenta tertarik dengan benda yang melilit lehernya itu. Di benaknya seperti ada keinginan untuk membeli satu yang berwarna pink untuk gadis itu.

Airi yang peka jika Kenta melihatnya sontak menanyainya. "Ada apa?"

"Ah, kamu tahu jika aku melihatmu, ya? Maaf," ucapnya yang terdengar lucu bagi telinga Airi.

Gadis itu terkekeh pelan sebelum kembali menanyai Kenta sesuatu lagi. "Kamu mendengarkan River Flows in You?"

Kenta melebarkan mata sipitnya. "Darimana kamu tahu? Padahal aku menggunakan earphone."

"Terdengar kok,"

"Kamu tahu instrumen ini? Wah, aku tak menyangka!" ucapnya takjub.

"Hahaha, kamu ini bagaimana, sih? Aku 'kan buta, bukan tuli. Ah lupakan, intinya aku suka instrumen itu. Terdengar indah."

Kenta hanya manggut-manggut merasa bodoh sendiri. "Kamu mau mendengarnya?" tawar Kenta dan tersenyum kecil, ia tahu bahwa senyum itu tidak akan bisa dilihat gadis di hadapannya, namun syarafnya menginginkannya tersenyum.

Airi mengangguk, mengiyakan tawaran Kenta tersebut. Kenta melepas sebelah earphonenya dan memasangkannya pad Airi.

Lantunan melodi yang tercipta dari suara tuts-tuts piano itu memenuhi telinganya, memanjakan telinganya dan membuatnya nyaman.

"Apa terlalu keras? Kurang keras? Atau sudah enak di telingamu?" Kenta menanyakan volume suara musik yang diputarnya, ia tidak ingin gadis itu merasa kurang nyaman dengan keras suara musiknya.

"Sudah pas kok."


Saat perjalanan pulang, Kenta mengajak gadis itu untuk pergi ke kedai teh sebentar. Jalan-jalan macam apa ini? Ini lebih mirip dengan kencan.

"Airi, kemari sebentar. Aku akan mentraktirmu." Tawar Kenta dan mengajaknya masuk ke kedai kecil itu. "Tidak apa 'kan pulang telat? Aku sudah meminta izin pada ibumu tadi."

Gadis itu mengangguk menurut. Kenta menuntunnya untuk duduk di salah satu bangku yang sudah di pesannya.

"Ku tinggal sebentar, ya?" pamit Kenta seraya tersenyum sebelum meninggalkan gadis tadi.

"Eum,"

Airi mengeluarkan buku bersampul coklatnya dan kembali membacanya. Tak lama pelayan pengantar pesanan mereka tiba.

"Ini pesanannya, nona."

Dengan mata yang selalu ia pejamkan, ia tersenyum kecil dan mengucapkan terimakasih.

Airi tak meminun tehnya, ia lebih suka menunggu Kenta terlebih dahulu, takut-takut salah mengambil gelas. Tapi, tidak akan salah juga, karena Airi sudah tahu bahwa keduanya adalah Matcha Tea.

Samar-samar telinga Airi menangkap pembicaraan dua orang lelaki yang ia kenal persisi suara itu. Yuta dan Satoshi.


"Hah, gue gak tau deh. Kenapa si Kenta itu bisa deket sama Airi? Gue gak ikhlas ya Airi deket-deket sama anak tengil macem dia." Rutuk Yuta setengah curhat kepada temannya itu.

"Santai! Kali aja cuma temenan? Lagian lo siapa Airi? Bebas kali dia deket siapa aja. Lo gak ada hak buat larang dia deket sama siapa aja." Ucap Satoshi menenangkan Yuta seraya menepuk-tepuk bahunya.

Yuta mendesah kasar dan mengalihkan pandangannya, ia menangkap sosok gadis yang sangat ia kenali di meja ujung sana, Airi. Dengan gaya biasa di musim gugur serta membawa tongkatnya. Tak hanya itu, kehadiran Kenta mengejutkannya. Lelaki itu tersenyum dan duduk di hadapan gadis tadi.

Hatinya terasa panas, sebagai teman- bukan, sebagai orang yang menyayangi Airi sejak lama, mana mungkin ia rela membiarkan gadis itu bersama laki-laki lain, lelaki yang terkenal usil, jahil dan sebagainya di sekolahnya. Tapi, walaupun Kenta terkenal tengil, ia termasuk siswa yang pintar, selalu masuk lima besar ranking paralel di sekolah.

Namun, ia merasa gelisah. Ia yakin jika Airi mendengar curhatannya tadi. Ia takut jika gadis itu menjauh atau mengomelinya karena menuduh Kenta yang tidak-tidak.



"Lama nunggunya?"

Pertanyaan Kenta membuat konsentrasinya buyar, ia tak bisa fokus mendengar percakapan dua orang tersebut.

"Gak juga."

"Eh? Gak ambil minumnya?" tanya Kenta dan duduk di kursinya. "Mau diambilin?" tawarnya.

Airi mengangguk mengiyakan. Dengan sigap Kenta mengambil gelas tersebut dan memberikannya ke Airi.

"Oiya, Ken," Ucapan Airi membuatnya terdiam sejenak. "Kok aku gak pernah dengar nama kamu di sekolah, ya?"

Kenta menggigit bibir bawahnya sebelum menjawab pertanyaan Airi. "Mungkin aku gak terlalu populer?" jawabnya seperti bertanya. Sejujurnya dia bohong, mana mungkin siswa sekolahnya tidak mengenal seorang Takada Kenta.

"Dibanding Yuta?"

Kenta kini membasahi bibirnya, bingung harus menjawab apa.

"Atau aku saja yang kurang mengetahuinya?" sambung Airi dan mulai meminum tehnya. "Ah, terlalu pahit."

"Mau tambah gula?" tawar Kenta lagi namun direspon oleh gelengan kepala.

"Kenta-san," panggil Airi halus, Kenta memandangnya seraya tersenyum, ia tidak tahu mengapa selalu ingin tersenyum ketika melihat Airi. "Namamu mengingatkanku pada Yamazaki Kento Senpai," ujarnya sedikit terkekeh.

"Terdengar seperti anak kembar? Aku juga tidak tahu kenapa bisa begitu." Kenta tertawa dan menampilkan gingsulnya.

"Aku jadi penasaran apa wajahmu dan wajahnya sama? Seperti namamu yang kebetulan hampir sama itu?"

"Kamu tahu wajah Yamazaki Senpai?" tanya Kenta dengan nada terkejut.

Gadis itu mengangguk tegas. "Iya, sewaktu perpisahan anak kelas tiga dulu, aku bertemu dengannya. Aku izin deh sama dia untuk 'melihat' wajahnya. Hidungnya mancung dan punya tahilalat di pinggir pipi kanan atasnya. Rambutnya ... halus, terawat. Begitu seingatku. Dia tampan." Ucapnya dan menerawang ke langit-langit. Ia juga memuji mantan kakak kelasnya itu.

"Ya, ya, dia memang tampan. Kamu tahu? Aku dan dia punya kemiripan, lho!"

"Apa?"

"Sama-sama punya gigi gingsul,"

"Benarkah? Aku tak menyangka bisa begitu." Airi kembali tertawa kecil. "Boleh aku 'melihat' mu?" ia meminta izin.

"Eum, dengan senang hati." Jawab Kenta dengan ringan hati.

Kenta meraih telapak tangan Airi dan mengarahkannya ke permukaan wajahny, membiarkan jemari-jemari cantik gadis itu 'melihat' bagaimana rupa seorang Takada Kenta.

Jemarinya menyentuh pipi Kenta, berjalan ke mata sipitnya, kemudian rambut halus lelaki itu, hidung mancungnya dan berakhir pada bibir tipisnya.

Tangan Airi refleks menurun dan ia menundukkan kepala. "G-gomennasai." Tuturnya dengan wajah memerah yang disembunyikan.



***
A/N:

Ng... Anu... Mm... Anu...

Kalau ada panggilan apapun dan kosakata yg salah maklumin ya ):

Kubukan orang Jepun, belum sempet minta koreksi Kenta lagi ):

Spring Rain ● Takada Kenta ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang