2

33 2 0
                                    

Gina masih teringiang kata-kata Maya, ...dia kan biangnya keributan di sekolah, sering bolos, nyebelin banget deh, teman-temannya juga pada menjauh...

Ah, masa sih?, tapi kenapa kak Rara dan kak Dandi seolah menegaskan bahwa tuduhan itu benar. Tapi aku tidak melihat itu padanya, he is look like an ordinary student. No different. Dan tatapan yang memelas itu?. Sudahlah, lihat nanti saja...

Gina melangkah riang, hari ini ia berhasil mewawancarai beberapa aktifis. Ada kak Yoga yang ketua OSIS, beserta kak Mala wakilnya, ada kak Raka yang pradana putra dan kak Ambar, pradana putri, ada kak Adi, ketua PMR, kak Santi, ketua PSB, dan kak Yulia ketua Cheerleader. Besok tinggal mengejar kak Zein, yang aktifis basket, kak Bimo yang aktifis karate, kak Bayu yang ketua Paskibra, dan Angel anggota dance. Gina rasa segitu cukup untuk mewakili jajaran aktifis.

"Gi, gimana wawancaranya?" tanya Maya.

"Untuk hari ini lumayan lah, beberapa aktifis berhasil aku wawancara, tinggal besok sisanya, kamu?"

"Belum, soalnya Pak Kepsek sedang ada rapat dinas, trus pak Widodo, wakasek kesiswaan, sedang sibuk, sekarang mau coba ke guru dulu deh..."

"Ok, sip..."

"Eh, Fery gimana?"

Gina mendesah, "belum, nanti aza terakhir, hehe..."

"Ok, semangat!, ya udah aku ke ruang guru dulu ya, siapa tahu ada yang lagi nyantai, hehe... atau minimal bisa bikin janji..." Maya lalu bangkit meninggalkan Gina.

"Eh, May..., aku ikut ya... daripada bete disini..."

"Bener nih?, ya udah, ayo..."

Mereka pun berjalan bersama.

***

Resah bersemayam di hati Fery. Sampai saat ini buku tugasnya belum ketahuan dimana rimbanya. Akan sulit baginya bila bertemu dengan pak Widodo yang pasti tak akan bisa melupakan kesalahannya, dan tentu tidak akan menerima penjelasan apapun. Masa gue harus nulis dari awal lagi?, nyontek?, kayanya gak akan ada yang minjemin, kan buku tugas anak-anak juga udah dikumpulin semua. Kalaupun belum, pasti gak ada yang mau ngsih ke gue, huh!.

"Fer, dicari pak Widodo tuh..." seru Nala, gadis centil yang rambutnya selalu dikepang dua, "siap-siap lari lagi deh di lapang basket... hehe..." lanjutnya dengan nada mengejek.

"Heuh!, gue dodet juga lo...!" sahut Fery sedikit emosi.

"Idiihh... dikasih tau..." Nala meringis, lalu menjauh. Mungkin itu lebih baik, fikirnya.

Dengan malas dan terpaksa Fery menemui Pak Widodo, yang sudah berdiri di depan ruang guru. Terbayang apa yang bakal dialaminya, mungkin Nala benar, lapang basket akan menjadi saksi lagi baginya, betapa menderitanya hidup seorang pelanggar aturan sekolah.

"Eh, kamu... sini!" panggil Pak Widodo begitu melihat Fery menginjakkan kakinya di situ. Nada suaranya sedikit meninggi.

"I.. iya.. Pak" Fery sedikit gugup, lalu mendekat.

"Fery... sudah berapa kali saya bilang, kamu jangan bolos terus...!, kamu tahu kan di sekolah ini ada aturan...!, setiap siswa wajib mengikuti pelajaran, kecuali ada alasan yang kuat!, alasan kamu apa kemarin, bolos di jam nya Bu Monika?, terus lanjut di jam saya?!" Pak Widodo langsung menyampaikan ceramahnya.

Fery tidak menjawab, ia hanya menunduk. Baginya, menjawab atau tidak sama saja, Pak Widodo tidak akan percaya. Ia menyadari, track recordnya sebagai pelajar yang paling sering melanggar aturan, akan menyulitkan siapapun menerima alasan yang diungkapkannya. Fery tidak menyalahkan itu. Ia pun membiarkan Pak Widodo bermain dengan fikirannya dan berbagai asumsi dirinya. Yang pasti, asumsi itu pasti negatif. Fery mendesah.

Cinta dan Tugas KimiaWhere stories live. Discover now