6. Gay

25 1 0
                                    

Suasana kelas terasa sepi, tak ada lagi pengganggu, tak ada lagi yang akan memarahinya, menjambak rambutnya, dan menjewer telinganya.

Hari ini gadis itu tak masuk kelas, ia sepertinya sangat ketakutan akibat ulah Dilan semalam.

Dilan merutuki kelakuannya semalam, seandainya ia tak mengerjai gadis itu mungkin saja gadis itu tak akan sakit.

"Lo bodoh Dilan!" gerutunya kesal.

"Dilan..." panggil seorang guru yang sedang mengajar.

Namun Dilan tak menyahuti, ia masih sibuk dengan pemikirannya.

"Dilan..." panggil guru itu dengan suara yang lebih kencang dari sebelumnya.

"Oh eh ya buk" jawab Dilan tersadar dari lamunannya.

"Kamu kenapa Dilan? Kamu sakit? Atau lagi ada masalah?"

"Hmm... Kepala saya pusing buk, rasanya nyeri" ucapnya berbohong, ia ingin segera keluar dari kelas ini untuk menenangkan pikirannya.

"Kalo gitu, kamu bisa istirahat di uks" saran buk Angel.

"Iya buk"

Dilan bangkit dari kursinya, lalu keluar dari ruangan kelas.

Bukannya pergi uks, Dilan justru pergi ke kelas temannya yang tak begitu jauh dari kelasnya.

Setelah melihat label kelas dua belas IPS tiga, Dilan langsung memasuki kelas itu yang kebetulan sedang tidak ada guru.

"Anak pinter ngapain kesini?" tanya Revan dengan tingkah bodohnya.

"Iya nih, tumben banget, emang nggak ada guru dikelas lo?" tanya Alvi.

"Ada" jawab Dilan santai.

"Tolong jelaskan bagian mana yang membuat gue salah paham akan Dilan?" tanya Revan sok histeris.

"Biasa aja deh!" jawab Dilan yang tak ingin peduli dengan tingkah sahabatnya.

"Ini bener-bener luar biasa, seorang Dilan cabut dari kelas. Wow, kita perlu ngadain pesta nanti malam!" seru Revan antusias. Revan dan Febrian pun mengangguk setuju.

"Kalo gitu, gue yang bakalan traktir" ucap Febrian antusias.

"Emang lo punya uang Yan?" tanya Alvi.

"Ada kok, semalem gue habis gajian" jawab Febrian sambil tersenyum.

"Ah, enggak-enggak! Gue nggak mau nyusahin lo Yan" tolak Dilan.

"Nggak apa-apa kali, santai aja" ucap Febrian.

"Biar gue yang traktir" seru Dilan membuat mata Revan kembali berbinar.

"Setuju" seru Revan dengan semangat empat lima.

***

Sesuai kesepakatan, Dilan dan para sahabatnya berpesta ria di Luna's club tempat biasa mereka nongkrong.

Hari ini, Dilan mengeluarkan banyak uang untuk kebutuhan teman-temannya yang ingin memboking perempuan-perempuan liar yang ada disana.

Lain Dilan, lain temannya. Mereka benar-benar berbeda, namun mereka tak menjadikan perbedaan menjadi alasan mereka tak pantas menjalin persahabatan.

Dilan mengenal semuanya, baik si Alvi, Revan, dan Febrian, mereka anak yang baik untuk dijadikan sahabat.

Dilan tak pernah mempermasalahkan bagaimana kehidupan para sahabatnya. Bahkan ketika Dilan mengetahui bahwa salah seorang sahabatnya hanya dari keluarga biasa, Dilan terlihat antusias membantu mencukupi ekonomi keluarga sahabatnya itu.

"Lo nggak ikutan mereka Yan?" tanya Dilan kepada Febrian yang masih setia menemaninya disalah satu sofa.

"Enggak, gue udah tobat!" jawab Febrian.

"Insaf juga lo akhirnya..."

"Ya gitu deh, gue nggak mau ngecewain cewek gue"

"Lo seriusan sama cewek itu?" tanya Dilan penasaran.

"Iya, gue nggak mau main-main ama dia. Gue sayang banget ama dia"

"Jadi ceritanya lo mau curhat nih ama gue?" ucapan Dilan membuat Febrian memilih bungkam.

"Santai aja kali, gue cuman becanda! Lo mau cerita apa, cerita aja. Gue nggak punya mulut ember kaya Revan kok!" tutur Dilan membuat Febrian tertawa terpingkal-pingkal.

Febrian sangat tau pasti bagaimana sifat Dilan, hubungannya dengan Dilan justru lebih seperti keluarga, Dilan selalu membantu kehidupannya, membayarkan uang sekolah sekaligus membantu membiayai pengobatan ibunya yang saat ini sakit parah.

"Mama lo belum balik Yan?" tanya Dilan ragu.

"Belum, masih dalam proses pengobatan" jawab Febrian terlihat muram.

"Gue pengen ketemu sama mama lo Yan" ucap Dilan.

"Untuk?"

"Mau berterimakasih karena udah ngelahirin lo kedunia" jawab Dilan membuat bulu kuduk Febrian merinding.

"Anjing, najis, gue masih waras tolol. Gue nggak suka sama lo" jawaban Febrian berhasil membuat Dilan tertawa.

"Tapi aa Dilan sukanya sama neng Iyan"

"Dilan, gue bunuh lo!!!" teriak Febrian kesal.

"Lo udah kebawa sinting gara-gara si Revan!"

"Eneng kok gitu sih, jahat banget sih sama aa" goda Dilan membuat Febrian pengen muntah dan jijik.

"Udah cukup Revan aja yang gila, lo jangan!" ucapnya bergidik ngeri.

Sesaat mereka terhanyut dengan alunan musik, riuhnya suara pengunjung, dan para pelacur yang berlalu lalang dihadapan mereka.

"Kalo gue tanya, lo jawab serius ya?" tanya Febrian dengan muka seriusnya.

"He'eh" jawab Dilan.

"Lo beneran gay?"

Pertanyaan Febrian membuat Dilan memuncratkan jus jeruk yang sedang diteguknya.

"Enggaklah!!!"

"Terus, kenapa gue nggak pernah ngeliat lo ngelirik perempuan-perempuan yang ada disini? Mereka cantik, body mulus, pakaiannya aduhai, seksinya kebangetan, dan lo... Lo membuat gue meragukan kenormalan lo sebagai lelaki"

Ucapan Febrian benar-benar menohok, bagaimana mungkin sahabatnya ini menuduhnya sebagai seorang gay.

Dilan memang tak pernah melirik cewek cewek liar, bahkan ketika digoda pun Dilan memilih untuk segera pergi dari tempat itu. Namun bukan berarti dia itu gay, dia normal, dan kenyataannya ia hanya ingin menjaga pergaulannya.

Ia tak ingin bermain-main dengan perempuan, ia bahkan bisa saja meniduri semua perempuan disekolahnya, namun ia tak pernah melakukannya.
Ia tak ingin pergaulannya menghancurkan masa depannya.

"Lo seriusan masih tertarik ama cewek?" tanya Febrian yang masih tak percaya.

"Iya, gue nggak suka sama lelaki kok, kecuali lo ya" goda Dilan membuat Febrian memilih kabur.

"Neng... Mau kemana sih? Jangan tinggalin aa dong!!! Neng Iyan... Neng kok tegaan sih"

Cinta Seujung Nyawa (Publish Ulang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang