Prolog

780 60 2
                                    


.
.
.

#-#-#

Dia bukan seorang putri kerajaan, tapi ia tinggal di sebuah istana sebagai orang terdekat sang putri. Dia bukan seorang pelayan, melainkan seseorang yang memiliki tempat khusus untuk menjaga dan menemani putri mahkota.

Negeri Eartha. Tempat kelahirannya dan negeri di mana ia dibesarkan. Bukan dibesarkan menjadi gadis pada umumnya, namun ia dididik dengan darah seorang kesatria. Ia menerima tugas penting sejak kecil, menjadi seorang penjaga dan teman untuk putri mahkota kerajaan itu.

Ayahnya yang menjadi panglima kerajaan yang mengajarinya segala sesuatu. Mendidiknya menjadi gadis yang memiliki kepribadian yang kuat dan ketrampilan dalam berbagai bidang. Ia bisa menjadi seorang pelayan, teman, dan bahkan seorang prajurit yang tidak takut mati dalam waktu yang bersamaan. Dia, seseorang yang harus selalu mendampingi sang putri ke manapun sang putri pergi. Orang yang selalu berada di sisi sang putri dan menjaganya sepenuh hati.

#-#-#

" Kaie."

Tarikan napasnya terasa berat saat mendengar panggilan bernada tegas dari balik punggungnya. Ia memutar tubuhnya dan dengan cepat membungkukkan badan, memberi hormat pada pria paruh baya yang mengenakan sebuah jubah bersulam emas itu.

" Angkat kepalamu."

Kaie mengangkat kepalanya cepat, hingga rambut panjangnya yang diikat tinggi berayun mengikuti gerakan kepalanya yang tiba-tiba. Pria yang kini berdiri di depannya tertawa pelan melihat perilaku gadis bermata amber itu.

" Jangan berlebihan. Tidak ada orang lain di sini. Hanya ada kita berdua." Sembari menahan kekehannya, pria itu berujar dengan nada rendah.

Kaie tidak membalas gurauan pria berkulit pucat itu, ia mendengus tak kentara setelah menegakkan tubuhnya. " Ada perlu apa Yang Mulia ingin menemuiku, hingga menyuruhku menyelinap ke sini?" tanyanya datar.

" Kau dingin sekali."

Kaie melemparkan tatapan tajamnya pada pria itu. " Yang Mulia..."

" Paman," potong pria itu tegas sebelum Kaie melanjutkan kalimatnya.

" Baiklah, terserah," Kaie mengibaskan tangan. " Jadi, ada perlu apa?"

Pria yang tak lain adalah Raja Eldridge itu menarik napas panjang. Ia menyandarkan tubuhnya pada pagar pembatas balkon dan mendongak menatap langit malam. Keduanya kini berada di salah satu sudut kastil Eartha.

" Aku berniat menjodohkan Edlyn dengan pangeran kerajaan Zeith. Bagaimana menurutmu?"

Kaie hampir tersedak ludahnya sendiri ketika mendengar perkataan Raja Eldridge. Ia memandangi pria yang sudah dianggapnya seperti orang tuanya sendiri itu dengan tatapan bertanya-tanya.

" Yang Mulia berniat menikahkan Edlyn? Apakah Yang Mulia..."

" Paman, Kaie."

Raja Eldridge masih sempat protes masalah panggilan meskipun keduanya sedang terlibat pembicaraan serius, membuat Kaie ingin mencekik pria yang tak lain adalah sahabat ayahnya itu. Jika saja pria itu bukan seorang raja dan tidak jauh lebih tua darinya, mungkin ia sudah memukul kepalanya karena sudah memotong perkataan Kaie hanya karena hal sepele. Hei, apa pentingnya Kaie memanggilnya paman?

" Iya, Paman," Kaie menghela napas kasar. " Apakah Paman sudah yakin? Bukankah Paman tahu Edlyn tidak akan semudah itu menerima hal ini?"

" Karena itulah aku membahasnya denganmu. Kau teman dekat anakku, yang selalu menjaganya dan tahu apapun tentangnya. Aku meminta pendapatmu, Kaie."

Raja Eldridge merapikan letak jubah putihnya, lalu kembali menatap Kaie penuh harap. Sedangkan Kaie tampak mengusap-usap dagunya, terlihat berpikir.

" Apa rencana Paman?" tanyanya akhirnya setelah diam beberapa saat.

Raja Eldridge tersenyum. " Dua hari lagi akan ada kunjungan kenegaraan. Sudah lama aku tidak berkunjung ke kastil Zeith, dan aku berencana mewakilkan pada Edlyn, bagaimana menurutmu? Kupikir, jika ia berada di sana untuk beberapa hari dan melihat anak laki-laki Floyd, dia akan menerima perjodohan ini."

Kaie manggut-manggut. " Jadi, Paman berencana membuat pertemuan keduanya terlihat natural? Bukan dibuat-buat?"

" Begitulah."

" Dan Paman akan meminta pendapat Edlyn tentang Putra Mahkota negeri Zeith, begitu?"

" Kurang lebih begitu."

Kaie tampak berpikir keras. Tatapannya mengitari ruangan yang diterangi beberapa lentera di dinding itu. Ia mengusap dahinya sesaat.

" Paman tidak akan memaksa Edlyn, bukan?"

Raja Eldridge mengangguk. " Tentu saja, dia berhak memilih. Itu sudah kesepakatanku dengan Floyd. Kami akan membiarkan keduanya berkenalan, lalu mereka sendiri yang akan memutuskan. Jadi, itu terserah mereka jika ingin melanjutkan hingga pernikahan ataukah tidak. Kami tidak berhak memaksa hanya untuk merekatkan hubungan dua kerajaan. Lagi pula sejak dulu tidak ada perselisihan antara kerajaan kita dengan Zeith."

Kaie mengangguk-angguk, memahami situasi. " Paman benar. Akan kuusahakan Edlyn mau menghadiri acara itu mewakili Paman. Ah ya, apakah Paman juga sudah memiliki rencana cadangan jika Edlyn tidak mau hadir? Dia sangat sulit diajak bekerjasama jika berkaitan dengan hal-hal yang berbau kunjungan dan perjalanan jauh, ia hanya akan peduli dengan pesta besar."

Raja Eldridge terkekeh. " Tentu saja aku sudah memiliki rencana lain untuk hal itu."

" Apa itu?" tanya Kaie penasaran.

" Jika Edlyn menolak datang, kau yang akan menggantikannya."

" Hah? Apa? Maksud Paman... Aku harus menyamar menjadi Edlyn?" tanya Kaie dengan raut terkejut.

" Tidak, tidak. Kau ke sana sebagai Kaie, tanpa penyamaran. Kesatria putriku dan juga menjadi calon pengantin Putra Mahkota. Dan kau tidak berhak memilih untuk hal ini."

" AP-APA?"

.
.
.

#-#-#

.
.
.

- Rhinearana -

Hai, haiii... Cerita baru. Gimana? Tertarik gak? Hehehe... Kalo yang ini aku gak janji bakal ngepos seminggu sekali yak! Selamat membaca!

Princess's Knight ; Sword Lady Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang