Namira - 1

131 15 13
                                    

Senja mulai datang, Namira, gadis berusia 20 taun berdiri memandang langit dari atap rumahnya. Ya, memang itu yang biasa dia lakukan.

"Mengapa senja perlahan hilang?"

"Mungkin karena kau terlalu lama berdiri memandanginya" sahut Jaja yang tiba tiba berdiri di belakang Namira.

Jaja adalah sahabat karib Namira. Sahabat yang setia menemani Namira kemanapun dia pergi, sahabat yang menghibur Namira jika Namira sedih. Bagi Namira, Jaja bukanlah sahabat lagi, melainkan kakang.

"Eh Ja sudah lama disini?" tanya Namira seraya menyembunyikan kertas yang sedang dia pegang.

"Menurutmu?"

Namira hanya tersenyum kecil.

"Sudah sore, jangan klayaban mulu, dicari emak"

"Oke..."

Namira pun akhirnya turun dari atap mengikuti Jaja. Namira memang cantik, tapi perilakunya seperti lelaki. Oleh karena itu, kebanyakan temannya lelaki, bukan perempuan. Hal itu yang membuat Namira banyak dibenci perempuan sebayanya. Karena mereka menggagap Namira lah yang telah merusak hubungan mereka. Memang, banyak dari teman laki - laki Namira memutuskan hubungan dengan pacarnya karena persetujuan Namira. Persetujuan dengan kata lain, bukan Namira yang menentukan putus tidaknya suatu hubungan. Namun, Namira hanyalah memberikan nasihat baik buruknya menjalani suatu hubungan.

"Mak, Namira pulang"

"Emakmu lagi engga dirumah!" Teriak Bu Warsi tetangga sebelah

Rumah Bu Warsi dan Namira tidak terlalu jauh, hampir tidak ada sela antara rumahnya dan Bu Warsi. Sebab itu, Bu Warsi dan keluarga Namira sangatlah dekat dan kedua keluarga ini sangat tau setiap permasalahan yang terjadi.

"Mir, mau akang temenin?" Tawar Jaja

"Enggalah kang, Mira mau sendiri aja, udah sore ndak enak sama emakmu"

Sesekali Jaja menyebut dirinya akang dan begitupun Namira menyebut Jaja.

Namira sering mengurung diri di kamar. Bagi Namira, kamar adalah tempat mendapat kedamaian selain atap dan bukit.
Di kamar, Namira pun membuka kertas yang tadi tidak jadi dibuka di atap.

Kau tau?
Apa arti dari senyum manismu?
Kau pasti tau
Tidak ada semut jika tidak ada gula
Ya, begitulah kau
Ketika kau tersenyum seakan tubuh ini terpanggil

Namira memang suka dengan puisi. Akhir akhir ini ada orang yang mengirim banyak puisi kepadanya. Namun, Namira belum tau siapa gerangan yang mengirim puisi cinta itu.

"Mir, mak pulang"

Dengan wajah memerah dipenuhi bahagia Namira pun membukakan pintu untuk emaknya.

"Ngopo to ndo? Wajahmu sumringah koyo ngono"

"Nggapapa mak..."

Namira tidak suka menceritakan apa yang telah dialaminya baik itu bahagia maupun sedih. Namira memang orang yang pendiam dalam hal perasaan. Bahkan emaknya sendiri tidak tau orang yang dicintai Namira. Sudah lama emaknya membujuk Namira untuk menikah. Namun, Namira ingin melanjutkan sekolahnya. Memang kehidupan Namira masih terbelit dalam adat kampung yang biasanya menikah pada usia dini. Berbeda dengan yang lain, Namira tidak suka menikah dini. Karena bagi dia menikah adalah hal yang sulit.

****

"Eh Mir, mau main ga?" ajak Jaja

"Kemana kang?"

"Jalan jalan ajaa sama temen - temen"

"Ngga ah kang, Mira mau di rumah aja, lagi ngga kepengen keluar"

Namira memang berubah akhir akhir ini. Tidak seperti biasanya yang selalu menyanggupi ajakan Jaja, justru Namira sering menolak ajakan Jaja. Entah apa yang membuat Namira menolaknya

Pantaskah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang