Namira - 2

76 9 4
                                    

Hujan turun dengan derasnya. Namira, dengan santainya menikmati secangkir teh dengan sebungkus roti mari yang dia beli 2 hari yang lalu. Hujan, ya, dia memang suka dengan hujan.
Terkadang dia berpikir, mengapa orang orang berlarian saat hujan turun? Mengapa orang orang menutupi badannya dengan payung saat hujan? Bukankah hujan itu anugerah yang maha kuasa? Namira tidak paham betul dengan pikiran manusia lain. Yang Namira tau, hujan adalah anugerah terindah yang diberikan tuhan untuk buminya. Hujan membawa kedamaian bagi hati Namira. Hujan pun yang menemani kekosongan hati Namira.
Memang, Namira hanya hidup dengan emaknya saja. Karena bapaknya sudah lama pergi entah kemana dan entah mengapa meninggalkan dia dan emak.
Tentu saja Namira tidak suka dengan kehidupan yang dialaminya itu. Namun, mau tidak mau Namira harus menjalaninya.

Bola mata yang bulat dengan tatapan kosong melihat ke arah jendela sambil termenung memikirkan sesuatu hal entah itu apa.

"Mak" Namira menepuk pundak emaknya yang sedang duduk di sebelah jendela.

"Eh Mir, sudah lama disini?"

Entah apa yang terjadi pada emaknya. Mata yang berbinar menatap dalam mata Namira.

"Mak kenapa?" tanya Namira halus.

"Enggak apa apa Mir, kamu tidak ada rencana main sama Jaja?"

Namira paham betul dengan perilaku emaknya itu. Emaknya menanyakan hal tersebut karena tidak ingin anaknya menanyai lebih dalam apa yang dipikirkan emaknya itu. Yang terbesit di pikiran Namira yaitu emaknya sedang memikirkan suatu hal yang berat. Namun Namira pun belum tau pasti apa 'hal' yang dimaksud.

Dengan senyum manisnya Namira menenangkan wanita paruh baya tersebut.

"Mak? Kalau ada masalah cerita sama neng. Jangan dipendam, nanti emak sakit"

Dengan wajah pasrah akhirnya emaknya mau menceritakan apa yang terjadi.

"Mir, emak bingung mau bagaimana menjelaskannya padamu, bapakmu Mir"

Perlahan air mata mulai menetes di pipi emaknya.

"Bapak kenapa mak?"

"Bapakmu itu meminta emak melepaskanmu Mir"

"Melepaskan bagaimana Mak?" Mira pun semakin penasaran.

"Bapakmu minta emak melepaskan hak asuhmu"

Mira hanya terdiam, mulutnya menganga mendengar penjelasan emaknya. Selama ini, Hidup Mira sudah susah semenjak bapaknya pergi entah kemana, jika pergi untuk bekerja itu tak masalah bagi Mira selagi masih bertanggung jawab kepada keluarga. Namun bukan seperti yang Mira harapkan, bapaknya tidak memberi pesangon apapun kepada dia dan emaknya. Bahkan memberi sepucuk surat kabar pun tidak. Itu yang membuat Mira kecewa dengan bapaknya.

Entah apa maksud Tuhan memberi masalah yang terus menerus kepada keluarganya. Mira pun tidak paham maksud semua itu. Mira hanya bisa pasrah.

Pantaskah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang