Prologue

913 191 29
                                    

 Who says that a single 20 years old girl can't take care of a kid?

Dulu, Mari Jung berpikir begitu. It's like, you don't have to be a mother to know who to take care of a kid. Bagi Mari, mengurus anak kecil bukanlah hal yang sulit, meskipun dia masih duduk di bangku kuliah. Dia sendiri sudah beberapa kali mengurus anak laki-laki kakaknya, Hoyeon. Dan ini bukan pertama kalinya Mari mengajak Hoyeon untuk jalan-jalan ke mall.

Tapi harus Mari akui, ini jadi pertama kali baginya kehilangan jejak dari anak laki-laki superaktif itu.

"Hoyeon! Where are you?"

Mari sudah berjalan mengelilingi tempat-tempat yang dia kunjungi bersama Hoyeon, tapi anak laki-laki itu tidak ada. Di tempat bermain, tempat makan, tempat belanja ... tidak ada.

Sekarang Mari rasanya ingin menggigit jari dan menguliti dirinya sendiri.

Bagaimana kalau Hoyeon diculik? Bukankah sekarang sedang ramai penculikan anak?

Oh, no! Damn no! Mari langsung berteriak dalam hati. Kalau sampai itu terjadi, dipastikan besok Mari harus melewatkan kelas akutansi karena kepalanya pasti langsung dipenggal oleh Hoseok.

That can't ever be happened! Dia masih punya masa depan cerah yang harus digapai dan juga menyelesaikan masa magangnya. Dan kehilangan kepala tidak ada dalam rencana masa depan seorang Mari Jung.

Dengan panik, Mari langsung berjalan menuruni elevator. Dia tahu seharusnya dia tidak perlu melakukannya. Tapi kepanikan sudah memicu adrenalinnya terlebih dulu.

Begitu sampai di lantai paling bawah, Mari langsung melangkah lebar, masuk ke tempat-tempat yang menurutnya bisa memancing rasa penasaran seorang anak laki-laki. Tapi kemana pun dia mencari, batang hidung Hoyeon pun tidak kelihatan sama sekali.

Satu-satunya yang kini menjadi tujuan Mari hanyalah toilet. Untuk beberapa detik, gadis itu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, memerhatikan apakah ada orang yang melihat atau tidak. Kalau begini, Mari lebih kelihatan seperti penjahat kelamin ketimbang seorang tante yang sedang mencari keponakannya yang hilang.

Merasa aman, Mari langsung masuk ke dalam toilet dengan tulisan 'Male' di sana. Kakinya melangkah lebar selagi dia mulai meneriakkan nama Hoyeon terus menerus.

"Hoyeon sayang, where you've been?"

"Hoyeon..."

''Hoyeon, ini Mami. Ayo kita pu...''

Sebelum masuk, Mari yakin betul tempat ini kosong. Itu sebabnya diaㅡyang notabenenya gadis baik-baikㅡberani masuk ke toilet pria. Mari bukanlah perempuan mesum yang sengaja masuk ke tempat yang seharusnya tidak dia masuki hanya untuk sekadar iseng atau untuk mencari kepuasan pribadi.

"Mbak, sa...salah masuk toilet."

Tapi kenyataannya, tebakan Mari salah.

Dari tempatnya berdiri bisa Mari lihat ada laki-laki yang berjarak kurang lebih tujuh meter darinya, dengan kemeja yang dilipat hingga ke lengan tengah menatapnya dengan ekspresi begitu terkejut. Matanya yang sipit itu membola seakan-akan akan keluar detik itu juga.

Sadar bahwa ada benda pusaka di bawah sana yang harus ia tutupi, dengan segera tangannya bergerak cepat menarik retsleting hingga terdengar bunyi ''zap'' khas dari tarikan retsleting.

God, please forgive my eyes. Mari berdoa dalam hati.

Seharusnya dia menutup matanya atau memalingkan wajahnya. Tapi yang Mari lakukan justru kebalikannya. Matanya semakin membulat, memerhatikan laki-laki yang ada di depannya.

"Mari Jung? Kamu Mari Jung, kan?"

Hell no. Mari menjerit dalam hati selagi tangannya mengepal. Rasanya Mari ingin menggulingkan diri sekarang. Can she?

Karena faktanya, dia baru saja sadar siapa yang ada di depannya saat ini. Seseorang yang jelas Mari tahu betul siapa.

This man is her mentor. Karyawan paling tenar di kantor yang lebih dikenal dengan "duda rasa berondong" di kantor tempat dia magang.

And the shit thing is ... Mari baru saja melihat sesuatu yang seharusnya tidak dia lihat dari duda yang satu ini.

''Ha...halo Pak Taehyung.''

***

Noteu:

Surprise! Tae jadi duda, wdyt? 💃
Interested to read the next chapter?

Rock,
ArataKim x putaeri

No VacancyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang