Maybe we just strangers
~
Author Point Of View
Mentari mulai terbangun dari peristirahatannya dan perlahan merangkak naik. Menyebarkan cahayanya yang begitu hangat pada semesta dengan suka rela. Terlebih lagi langit yang begitu biru tanpa adanya awan yang menggantung membuat pagi ini begitu cerah.
Cahaya yang ada masuk pula pada celah celah bangunan, seolah tak memberikan ruang bagi semesta untuk tak mendapatkan kehangatan mentari barang sekecilpun.
Dibawah naungan langit banyak manusia yang memulai aktifitasnya dengan penuh semangat dan harapan. Pagi ini semuanya terlihat sibuk.
Kecuali sebuah kamar disalah satu rumah yang berada di Lombok. Ruangan bercat putih itu masih gelap walau cahaya mentari masuk lewat celah celah gorden yang tidak tertutup rapat. Begitu hening seolah tidak ada kehidupan
Kring kring
Alarm diatas nakas berbunyi memecah keheningan yang ada. Namun tak membuat seseorang yang berada dibawah selimut tebal itu terusik.
Tok tok tok
"Ai, bangun! Udah siang. Itu alarm matiin. Bikin berisik!" Terdengar teriakan seorang wanita dari balik pintu bercat putih.
Seseorang yang ada dibawah selimut menggeliat. Tidurnya kini mulai terusik.
"Ai, Bangun!" Lagi, teriakan itu terdengar. Lebih berisik.
"Iya ini bangun." Dengan kesal gadis itu keluar dari persembunyian. Menyibakkan selimut yang membalut tubuhnya. Matanya masih terpejam, pertanda dia belum puas dengan tidurnya. Dia hanya duduk ditepi ranjang. Mengumpulkan kesadarannya.
"Ai, Itu alarm matiin." Gadis yang dipanggil Ai mendengus keras.
"Iya!" Balasnya sedikit berteriak.
Kemudian dengan mata yang masih terpejam menjangkau nakas, tempat alarmnya berada. Dia mematikan alarm tersebut.
" Lo ngapain sih berisik! Pake bunyi segala! Gue masih ngantuk! Baru tidur jam tiga pagi! Ngertiin gue dikit ngapa! Masa gue terus yang harus ngertiin lo. Capek hayati maz." Sekarang Fairish Selena, yang sering disapa Iris oleh orang lain, mengoceh tak jelas pada jam wekernya dengan mata yang masih tertutup. Mungkin jika orang orang melihat, dia akan dikira orang gila.
Kemudian Iris menepuk keningnya. "Bego! Percuma gue ngomong sama jam weker. Minta dingertiin. Diakan benda mati. Keliatan jonesnya banget sih gue." Dia menaruh kembali jam weker diatas nakas. Merasa kesadarannya sudah sepenuhnya kembali dia membuka matanya. Seketika mata sipitnya membulat ketika menangkap gambaran jam weker yang berada diatas nakas.
"Mampus gue telaaaaat!" Dia heboh sendiri kemudian berlari menuju kamar mandi.
□□
Sedari tadi gadis itu melirik jam tangan yang berada di pergelangan tangan kanannya.
"Mampus, mampus telat. Kesempatan liat cogan berkurang." Iris mendumel sendiri.
Walau dia sudah selesai UN tingkat SMA sehingga tak perlu lagi masuk sekolah, hanya menunggu pengumuman dan wisuda, tetapi untuk kali ini dia harus berangkat sekolah tepat waktu. Walaupun sebenarnya tak apa Iris telat, toh hari ini sekolah pasti freeclas dan dia juga sudah selesai sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Stranger
FanfictionKita hanya dua orang asing yang dipertemukan dalam satu adegan Disebuah persimpangan tanpa adanya kata yang berarti Tanpa alasan maupun penjelasan Hanya sebuah adegan yang kebetulan