One Shoot; Mama.

48 11 0
                                    

By: heyitswxnd

Perempuan berusia empat puluh empat tahun itu tengah berkutat pada pisau dan bawang di dapur. Rambut pendeknya menyatu dengan ikat rambut berbahan kain, yang menyisakan anak rambut di sekitar ikat rambut itu. Tangan yang terlihat kasar padahal halus itu sibuk menggerakan pisau. Kemudian beliau berpindah ke kompor. Berkutat dengan spatula dan penggorengan.

"Kakak," Panggilnya tegas namun bagiku itu sebuah nyanyian merdu.

"Xanetta." Suara Mama yang kian tegas menyadarkanku yang sedari tadi sibuk pada pikiranku sendiri.

"Iya, Ma?" Ya, beliau adalah ibuku, yang aku panggil Mama.

"Coba itu baju yang di mesin cuci di bilas. Yang di pengering kamu keluarin, terus jemur ya." Perintahnya sambil fokus dengan apa yang di depannya. Aku mengangguk, padahal Mama tidak melihatku mengangguk.

"Kak?"

"Iya, Mama."

Aku mengayunkan kakiku ke mesin cuci. Aku mulai melakukan sesuai dengan instruksi Mama. Mengeluarkan baju di pengering, lalu membilas baju yang lain. Ku biarkan mesin cuci itu membilas baju-baju, sementara aku pergi ke teras untuk menjemur baju yang sudah setengah kering itu.

Selesai dengan menjemur, aku kembali masuk untuk melakukan sesuatu pada baju yang tadi kubilas. Mesin cuci rupanya sudah berhenti menggiling. Aku segera membuang air cucian dan memasukkan baju-baju bilasan itu ke mesin pengering. Sembari menunggu, aku duduk di kursi meja makan, menonton televisi. Mama yang sudah selesai dengan masakannya duduk di sebelahku.

Mendapati aku yang cemberut karena tidak menemukan acara yang bagus, Mama tersenyum dan berujar, "Makasih ya, Kak."

Mamahku memang begitu. Kalau aku cemberut sehabis melakukan sesuatu yang beliau perintah, selalu mengucapkan terimakasih. Padahal aku cemberut bukan karena pekerjaannya. Aku tersenyum menatap Mama yang kini mengusap-usap bahuku. Aku suka usapan tangannya. Lembut dan menenangkan.

"Mama ini lebay." Aku menyerngitkan hidungku. "Maaf mah, Kakak nggak ngucapin Selamat Hari Ibu, atau ngasih kado dan kue. Karena bagi kakak, setiap hari adalah Hari Ibu untuk Mama."

Mama menoleh ke arah kalender digantung dan mendapati fakta bahwa sekarang tanggal 22 Desember. "Kakak ini lebay."

Senyumku kini berubah menjadi tawa. Mama ikut tertawa. Aku senang melihat tawa Mama. Aku kemudian memeluk Mama, seiringan dengan berhentinya mesin pengering.

One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang