Bagian Alam

34 3 0
                                    

Entah itu tradisi atau memang kewajiban dari agama islam.

Menjelang bulan puasa mereka mengunjungi mereka yang telah tiada. Terpendam di dalam tanah. Tidak bisa berdialog secara kasat mata lagi. Hanya mampu mengirim segala macam doa.

Pohon disini jenjang, sudah terlihat jelas jika malam tiba. Tempat ini sedikit menyeramkan dengan macam-macam nisan menancap. Menandai setiap pemilik tanah tersebut.

Aku diam. Udara disini begitu segar.

Dia mulai mengambil sebuah buku kecil bertuliskan huruf -huruf hijaiyah dengan arti disana.

Di baca nya Yasin ayat 1-83. Aku tak dapat membacanya.

Tapi aku bisa menyimpulkan kedua tanganku. Berdoa pada bapa yang esa untuk mengampuni segala dosa orang yang terkubur di hadapanku ini.

Kedua mataku juga menutup rapat, mengikuti laju otakku untuk berdoa.
Kemudian selesai.

Dia menutup dengan bacaan yang tak ku mengerti apa artinya. Yang jelas di islam itu sebagai penutup setelah membaca kitab suci al-quraan.

Ia taburkan bunga merah,merah jambu ke atas gundukan tanah. Harum sekali. Penghuni tanah ini pasti senang. Aku juga ikut menaburi.

Ada beberapa dialog sendu dari bibirnya kepada nisan putih itu
"Aku harap kau tenang disana ya mas. Aku sudah ada yang menjaga. Semenjak kau meninggalkanku 2tahun yang lalu. Sahabat kita ini kembali lagi. Ia menemuiku lagi mas. Persahabatan kita bertiga kala itu tak dapat ku pahami alurnya. Ketika aku putuskan menikahimu. Memang ia sempat menghilang. Tapi dia sekarang disini"

Aku terharu.

Memang,aku menghilang. Memang keinginanku. Buat apa menganggu cintaku yang sudah bahagia. Nanti saja ketika dia sedih. Aku kembali.
Ya saat itu dia sedih. Terpuruk.

Menikah 5tahun harus berpisah karena kecelakaan tragis di malam hari.

Seakan kegelapan menelan kehidupannya.

Sial sekali wanitaku ini. Cinta pertamanya hilang. Kini hanya ada cinta berdasarkan takdir tuhan saja.
Entah itu aku atau bukan. Tidak tahu.

Aku hanya mencintainya. Dia cinta pertamaku tapi  aku tidak tahu menahu takdirnya.

Begitu dingin disini,buru-buru ku lepas jaket hitamku. Ku kenakan padanya.

Dia menoleh. Menatap raut wajahku yang merasa khawatir.

Sedikit air mata turun di pipinya.

Aku tak bisa melakukan apapun untuk menahan tangisnya. Kalau aku punya kemampuan menghidupkan orang kembali. Aku rela untuk menghidupkan orang ini lagi.

Agar cintaku tidak bersedih.

Tapi aku punya tangan kekar yang bisa membawanya ke tubuhku.
Ku tepuk pelan punggungnya.
Isyarat 'Tak apa,ada aku disini'.

Mataku di tatap oleh matanya. Katanya "Iya iya. Aku mencintaimu. Kau suamiku."

Bibir merahnya membentuk senyum.

Berdiri kita berdua. Hanya berdua. Kuburan ini sepi. Sudah sore.

Jaket hitamku masih melekat di tubuh mungilnya. Ku usap kepalanya yang terbalut hijab merah muda.

"Terima kasih ya mas"

Hah. Ku buang nafas dengan kasar.

"Sudah ku bilang. Jangan bilang terima kasih. Yang ku lakukan tak sebanding dengan yang kau lakukan"

ia menunduk tersenyum malu.

"Apakah di islam selalu di ajarkan tersenyum seperti itu?"

"Seperti apa mas?"

"Semanis itu. Senyum milikmu"

Dia terkekeh. Kita berjalan,perlahan.

Aku ingin berterima kasih pada orang yang ku datangi disana. Yang terbaring di bawah tanah.
Ingin banyak terima kasih padanya.
Karena telah menjaga dia wanitaku,sekarang ini.

Meskipun ia tak dapat menepati janjinya. Tak apa. Ini sudah bagian dari alam. Hidup dan mati bukan urusanku.

Aku bukan tuhan.

Yang perlu ku lakukan hanya menemani wanitaku ini.

"Besok pagi mas pergi ke gereja ya? . akan ku siapkan sarapan yang lezat."

Aku diam. Tersenyum mengangguk.
Ku genggam saja pergelangan tangannya.

Wajahnya agak muram. Ia masih memikirkan takdir yang sebelumnya ia sebut takdir bodoh.

Aku angkat bicara. Tak tahan dengan raut wajahnya.

"Kita bertiga bersahabat sangat lama. Mungkin sudah takdirnya untuk meninggalkanmu dalam keadaan kau sudah di nikahinya"

Terhenti 2pasang kaki itu.

Dia mendongak. Berusaha menyamai wajahku. Tak mampu.

"Mas, aku merasa tidak en.."

Kalimatnya terpotong. Sudahlah. Aku tau. Kau akan mencaci dirimu lagi di hadapanku. Aku benci sekali.

"Aku sudah bilang padamu. Aku mencintaimu. Aku hanya menitipkanmu padanya. Karena kau bilang sendiri entah 9 atau 8 tahun lalu dia dan kau saling mencintai. Siap sangka pada akhirnya dia yang meninggalkanmu duluan dek. Itu takdir dari tuhan yang tidak bisa aku perkirakan"

Teduh matanya melilit hatiku. Ingin sekali mendekapnya.

Tak apa.
Aku sudah sah miliknya dan dia milikku.

Tanpa ragu. Ku rebahkan kepalanya di dadaku.

"Tak apa dek, tak ada yang perlu kau khawatirkan."

Dia mengangguk.

Sebelum menikahpun sama. Ia selalu bertanya apa tidak apa-apa. Aku juga menjawab tentu tidak apa-apa.

Aku dan dia melanjutkan berjalan.
Jalan hidupku ,tuhan aku harap takdirku baik.
Aku ingin membahagiakannya.
Entah itu aku berharap pada tuhan wanitaku ini atau tuhanku sendiri.
Aku berharap pada keduanya.

Yang pasti,aku ingin dia baik.
Baik-baik saja. Kali ini dia bersamaku.

Biar aku ,yang menjaganya kali ini.

Heyhoooo makasihh sudahh baca!
Cek cerita pendek yang lainn yaaaa.
Find me  on ig : @mellindapb_

Harapan tak Stabil (ONE SHOOT-COMPLETED✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang