EXTRA PART

119 4 5
                                    


Siapa yang kangen Abang Rama? *Angkat Jari Kaki #Lol

Part ini kudedikasikan untuk kalian yang mengirim pesan padaku meminta Extra part untuk abang Rama.

Sebenarnya sudah kepikiran juga mau buat, berhubung kalian juga sudah minta. Cuss lah tanpa berbasi lagi silahkan dinikmati.

Happy Reading!!

"Serius disini sayang?" tanya Mas Rama menatapku horor saat ku minta mobil berhenti disebuah pasar tradisional. Sebelum berangkat aku memang meminta nya pergi kepasar, tapi aku tidak mengatakan ke pasar swalayan, dan ditengah jalan aku memberikan arah jalan ke Mas Rama hingga mobil berhenti disebuah pasar sedikit jauh dari rumah kami.

"Iya Mas, sama aja kan?" Mas Rama tidak menaggapi perkataannku ia malah sedang asik menatap hilir mudik orang-orang yang sedang berbelanja dengan horor. Melihatnya membuat ku tersenyum, mungkin ini pertama kalinya Mas Rama ketempat seperti ini. Ya aku bisa maklum.

"Tunggu," cegahnya saat aku hampir membuka pintu mobil. "Kita ganti tempat, ke pasar biasa saja ya." Mas Rama menatapku dengan tatapan memohon, aku mengkerutkan dahi binggung menatap serius dan menggeleng. "Tidak perlu Mas kita gak punya cukup waktu, aku takut kita baru pulang setelah jam makan siang."

Aku mencoba memberi pengertian kepadanya bahwa semua pasti akan baik-baik saja. Karena selain itu kami harus cepat juga sampai dirumah sebelum jam makan siang, Aku tidak ingin anak-anak kami teriak kelaparan saat kami tiba.

Aku terkekeh sendiri saat membayangkan anak-anak kami yang meminta makan dengan berteriak.

Mas Rama bergemih sama sekali tidak tertarik apa yang kulakukan, dan masih menatap kearah depannya dengan tajam. Tempat yang jauh layak dengan bangunan yang berdiri tidak jelas jika dibandingkan kami ke pasar swalayan mungkin menjadi pertimbangannya.

"Apakah kamu yakin? Aku khawatir setelah kamu dari sana kamu akan jatuh sakit." Aku tersenyum menenangkan. "Mas Ram gak perlu berlebihan, setiap hari mereka melakukan transaksi jual beli tapi tidak terjadi apapun kan?"

Mas Rama kemudian mengambil tanganku dan digenggamnya. Terlihat sekali jika ia sangat khawatir pada sesuatu yang menurutku tidak pada tempatnya.

"Mas tidak peduli pada mereka sayang, yang Mas pedulikan hanya kamu."

Tanganku terangkat membingkai wajahnya sebelum mencoba melepaskan diri dari genggamanya yang sulit.

"Mas tenang saja ya, aku hanya berbelanja keperluan dapur Mas, bukan ingin berperang. Mas bisa tunggu dimobil jika tidak ingin turun."

Tinnn tinnn tinnnn

Suara klakson puluhan kendaraan bermotor yang terhalang karena mobil Mas Rama yang berhenti cukup lama membuat perdebatan kami diharuskan berhenti. Terang saja, jalananan yang hanya muat satu kendaraan lewat di blokkade oleh mobil Mas Rama yang terlihat sangat mencolok dibandingkan kendaraan yang ada disini.

Setelahnya aku turun dan tersenyum meminta maaf pada pengendara lain. Tapi tanpa disangka Mas Rama ikut turun lalu menyerahkan kunci mobil kesalah seorang tukang parkir yang sudah kukenal sebelumnya.

"Aku ikut," diam-diam aku tersenyum samar nyaris tidak terlihat. Aku tahu, sangat jelas tahu Mas Rama tidak mungkin membiarkan aku pergi sendiri kemanapun. Sejak kelahiran Azka, nyaris setiap detikku bersamanya, selain ia bekerja tentu saja.

Bahkan jika Mas Rama dikantor, ia tidak pernah melewatkan jadwal control dirumah setiap empat jam sekali melalui videocall. Yah sejak Azka lahir pula Mas Rama tambah protektif dengan apa saja yang kulakukan.

ChooseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang