Cerita Voke : Move on di detik 1800

11 0 0
                                    

"Kamu menyukainya?" Tanya Voke.

"Bukan. Aku mengaguminya." Jawabnya datar.

"Menurut Theophile Gautier, mencintai adalah mengagumi dengan hati. Sedangkan mengagumi..." kalimat Voke terhenti. Bukan karena lupa, melainkan karena ia sudah tak mampu melanjutkannya.

"Sedangkan mengagumi?"

"Sedangkan mengagumi... adalah mencintai dengan pikiran. Mengagumi mana yang kamu maksud?" Voke menatap lelaki itu lekat-lekat.

Lelaki yang duduk di hadapannya pun seperti menimbang-nimbang. Kemudian keluarlah kalimat yang menjadi titik balik perubahan hidupnya. Di detik 1800. Tepat di detik 1800 itu, Voke menemukan cintanya.

***

"Apa?! Dia bilang begitu?" Tanya Wina tak percaya.

Voke mengangguk lesu. Sebetulnya, ia pun masih tak percaya dengan kalimat yang ia dengar 500 detik yang lalu. Kalimat yang menohok. Yang bekasnya sampai terasa perih di ulu hati.

"Setelah apa yang terjadi 3 bulan ini, pada akhirnya dia malah bilang begitu?!" Wajah Wina mulai merah padam. Tak terima dengan perlakuan lelaki itu pada sahabatnya.

"Iya...." Bulir-bulir air mata pun akhirnya mengucur deras. Voke tak dapat lagi menutup-nutupinya.

"Voke..." Wina menatap sahabatnya dalam-dalam. Sedih melihat Voke yang saat itu terlihat begitu merana. Wajahnya memperlihatkan kesedihan mendalam. Kelopak matanya tak lagi dapat membendung air mata yang jarang ia perlihatkan, bahkan pada sahabatnya.

"Maaf ya, Win. Kamu harus melihat aku menangis begini." Voke masih menangis sesenggukan.

Wina pun mengelus pundak Voke perlahan. "Silakan menangis, Ke. Kurasa inilah gunanya aku di sini."

Sampai di detik ke 1000, Voke masih berkutat dengan air mata kesedihannya. Sedih. Sesak. Perih. Inilah rasa yang harus ia bayar untuk kesenangan di 3 bulan terakhir ini. Keceriaan. Canda gurau. Tawa bahagia. Semua lenyap oleh kalimat "mengagumi dengan hati" yang keluar dari mulut lelaki yang kini mengisi hatinya. Lelaki yang seolah menanamkan hatinya padanya.. lalu ketika rasa hati itu mulai tumbuh dan berkembang, ia pun tiba-tiba menarik hatinya kembali secara paksa. Meninggalkan tanah yang compang camping. Bekas luka yang entah kapan bisa terobati.

"Voke. Kurasa kamu perlu menyudahinya. Kamu harus move on" Kata Wina lembut.

"Iya, Win. Tapi gimana caranya? Air mataku terus mengalir tanpa bisa disudahi."

"Coba lihat ini." Wina menyodorkan handphone-nya pada Voke. Kemudian memutar sebuah video berdurasi 3 menit.

Voke pun menontonnya. Sebuah video yang semoga bisa memberikan cinta yang baru untuknya. Fokusnya kemudian teralihkan pada gambar, musik latar, dan kata-kata yang muncul pada video tersebut sehingga tangisannya terhenti.

Wina yang melihat perubahan ekspresi Voke pun tersenyum simpul. Hatinya lega jika video itu benar-benar bisa mengatasi kesedihan Voke. Tapi ternyata itu tak berlangsung lama. Setelah video itu berakhir, tangisan Voke malah semakin menjadi. Air matanya semakin deras mengalir. Kesedihannya memuncak.

Dahi Wina berkerut. Ia bingung dengan reaksi Voke setelah menonton video itu. "Voke... maafin aku. Aku malah buat kamu makin sedih sekarang."

Voke menggeleng. Tapi air matanya masih deras mengalir. "Terimakasih, Wina."

Wina pun semakin bingung.

"Terimakasih, Wina. Videonya ampuh buat aku move on."

***

Di detik ke 1300, Wina meninggalkan Voke sendiri di kamarnya. Voke pun mengikuti saran Wina untuk mengambil wudhu dan sholat 2 rakaat. Kemudian di detik 1800, ia mulai berbincang dengan Tuhannya dalam sujud panjang.

"Allah, mohon ampun atas segala rasa yang lebih tercurah untuk dia daripada untuk-Mu... Allah, mohon ampun karena telah menduakan cinta-Mu... Allah, tolong bantu obati hati ini... Allah, hamba ingin merasakan bagaimana rasanya mencintai-Mu... Allah, tolong berikan rasa kecintaan pada-Mu di hati hamba... Allah, tolong penuhi hati hamba hanya oleh-Mu... Allah... Allah... Allah... Hanya kepada-Mu hamba menyembah dan hanya kepada-Mu hamba memohon pertolongan. Aamiin."

#RamadhanInspiratif

#Challenge

#Aksara

#Satu

RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang