Ini adalah cerita tentang aku, dan bagaimana aku dipertemukan oleh orang-orang yang berharga dalam hidupku. Namaku Isaac, dengan nama itulah biasanya aku dipanggil. Orang tuaku memberiku nama Isaac Adrian, terdengar lucu rasanya karena aku terlahir dari keluarga sederhana namun orang tuaku memberikanku nama yang terkesan hebat ini. Tapi aku tahu dalam nama itu terdapat harapan besar yang ditaruh orang tuaku padaku.
[2012]
10 Juli, merupakan upacara pembuka penerimaan siswa baru SMA Tunas Harapan. Semua siswa baru berkumpul di lapangan upacara dan sibuk berbaris untuk mengikuti upacara. Upacara itu berlangsung lumayan khidmat, karena mungkin para siswa baru belum saling mengenal sehingga jarang adanya candaan yang biasa dilakukan oleh siswa ketika upacara sedang berlangsung.
Sambutan demi sambutan disampaikan oleh para guru, dan diakhiri oleh sambutan dari Kepala Sekolah. Isi sambutan mereka bisa kalian tebak sendiri. Mereka membanggakan kami yang bisa masuk ke sekolah ini, padahal belum tentu kedepannya kami dapat benar benar membuat bangga sekolah ini.
Setelah upacara selesai, seluruh siswa baru masuk ke kelas masing masing, aku ditempatkan di kelas 10.IIS.4. Bersama orang orang yang belum aku kenal. Setelah mendapat tempat duduk dan duduk tidak terlalu lama, ada seorang guru wanita yang masuk dan memperkenalkan diri sebagai wali kelas 10.IIS.4 ini. Namanya adalah bu Endang, ia terlihat ramah dan halus dalam berbicara. Setelah memperkenalkan diri ia langsung berbicara mengenai siapa yang secara sukarela ingin menjadi ketua kelas, setelah beberapa lama tidak ada yang mengajukan diri akhirnya ia memutuskan untuk menyebutkan nama secara acak dari buku absen.
"Ya, karena kalian tidak ada yang mau menjadi ketua kelas dengan sukarela maka ibu akan sebutkan 4 nama secara acak dari buku absen dan memilihnya melalui voting anggota kelas yang lain. Adam Wirayuda..?" Sebutnya.
"Saya bu." Sahut Adam.
"Ayo maju ke depan." Sambung bu Endang.
"Siap bu." Timpal Adam sekali lagi.
"Selanjutnya, Youri Jovanovich?" Bu Endang meneruskan.
"Saya bu. Tapi saya ngga mau dan ga bisa jadi ketua kelas bu." Youri menolak tawaran tersebut.
"Sudah maju saja dulu."
"Baik bu." Ia maju dengan tidak bersemangat.
"Berikutnya, Fatimah Azzahra?"
"Iya bu." Ia langsung maju tanpa diperintahkan kembali.
"Baik, kita mulai saja votingnya sekarang. Eh maaf, baru tiga orang yang ibu sebutkan. Satu lagi yang terakhir adalah..." Ia melihat buku absen sambil mengarahkan jarinya. "Adrian? Isaac Adrian?"
Aku sedikit mendongakan kepala, tapi tidak terkejut karena aku tahu namaku mungkin akan menarik perhatiannya.
"Ayo Isaac maju." Lanjut bu Endang karena aku hanya diam.
"....." Aku langsung maju tanpa berkata-kata.
Setelah penghitungan suara tidak kusangka akulah yang akan menjadi ketua kelas. Youri menjadi wakil, Adam sekretaris, dan Fatimah sebagai bendahara. Sebenarnya aku tidak senang akan hal ini, tapi aku lebih tidak suka mengecewakan dan menolak seseorang hanya karena egoku, jadi aku jalani saja amanah kecil ini, lagipula aku tidak memiliki alasan bagus untuk menolak karena sudah terlanjur dilakukan voting. Yang jadi pikiranku hanyalah, kenapa mereka(teman kelas) memilih aku menjadi ketua kelas? Bahkan Youri yang menolak untuk menjadi ketua kelas pun mendapatkan perolehan suara kedua terbanyak. Fatimah yang menurutku terlihat paling meyakinkan malah mendapatkan suara paling dikit. Aku berpikir kembali jika mungkin orang orang yang ada di kelas ini memang tidak terlalu serius memikirkan siapa yang pantas menjadi ketua kelas mereka.
Setelah itu, tidak banyak hal menarik yang terjadi selanjutnya. Dua bulan berlalu sejak penerimaan siswa baru. Saat ini hampir setiap siswa kelas 10 telah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler menurut kegemarannya masing masing, namun aku sama sekali belum memutuskan untuk mengikuti ekstrakurikuler mana yang cocok untukku. Disisi lain, setelah 2 bulan aku bersekolah disini aku mulai memiliki beberapa orang yang bisa aku anggap sebagai teman. Dan yang paling dekat denganku adalah Youri dan Okta, entah kenapa dalam waktu dekat mereka bisa akrab denganku, padahal aku jarang sekali berbincang dengan orang di sekitar, tapi Okta adalah teman satu meja yang usil jadi mungkin saja itu mempengaruhi kenapa kami bisa akrab. Bahkan mungkin kalian sendiri memiliki beberapa orang sahabat yang sangat dekat tapi tidak pernah tau mengapa kalian bisa amat dekat, bukan?