Ku melihatmu, berjalan santai dilorong sekolah.
Senyummu mengembang saat salah seorang temanmu melempar canda.
Tatapanku tak lepas darimu.
Tidak sengaja, tatapan kita bertemu. Tapi hanya sebentar dan kamu memutuskannya sepihak.
Kakimu terus melangkah menuju tempat yang sesak dipenuhi raga.Sampai waktu pulang sekolah.
Yang awalnya titik air kini menjadi tetes hujan. Saat ku menunggu munculnya kakakku di ujung jalan sana, kamu lewat di depanku. Dengan motor kesayanganmu dan seseorang duduk dibelakangmu yang mencengkram erat bajumu.
Aku lalu menatap air mengalir melewati bawah sepatuku yang mulai menyerap masuk dan membasahi sepatu kainku.
Tapi, itu tak kupedulikan. Yang kupeduli, siapa seseorang dibelakangmu yang mencengkram erat bajumu?Entah atas dorongan apa, aku pun berlari menembus hujan. Mungkin karena terlalu deras, tetes airnya berubah menjadi tajam dan seperti menusuk kulit.
Malam tiba, aku tak dapat tidur. Tengah malam menjelang, membuatku resah akan terlambat besok ke sekolah. Kupaksakan tidur dengan menutup mata erat. Tapi tidak bisa. Mungkin ini karena kejadian tadi. Kejadian seseorang dibelakangmu. Siapa dia?
Kuputar ulang memori pikiran pada sebuah pertemuan. Pertemuan bernama pertemuan pertama. Saat aku tidak fokus melihat lantai basah di depan kamar mandi sekolah dan alhasil aku terpeleset bebas. Masih dalam posisiku, sampai suatu tangan menarik lenganku untuk bangun berdiri. Itu kamu.
Dan pada pertemuan bernama pertemuan kedua. Saat pandanganku tertutup tumpukan buku yang kubawa turun ke ruang guru. Saat aku tidak sadar bahwa masih ada satu anak tangga di bawah sana. Dan sudah dipastikan, aku jatuh terjerembab dengan tubuh menghantam tumpukan buku. Tawa murid yang berlalulalang saat jam istirahat, membuatku cepat bangun dan memunguti buku-buku. Sampai suatu buku yang terlempar cukup jauh terambil oleh sebuah tangan dan disondorkan padaku. Kamu, berdiri disitu sambil berkata "kenapa terjatuh terus?". Dan kujawab dengan ringisan kecil sambil berucap terimakasih.
Juga masih ada beberapa pertemuan bernama pertemuan lainnya.
Sampai pada pertemuan tadi. Pertemuan yang kurasa berbeda dengan pertemuan biasanya, karena kita hanya beratatap.
Pertemuan yang dimana tidak ada lagi aku yang terjatuh.
Pertemuan yang dimana tidak ada lagi kamu yang menolongku.Karena pada dasarnya pertemuan tadi itu bukan pertemuan, tapi sebuah bentuk perpisahan.
Pertemuan tadi itu bernama perpisahan. Dan kuharap pertemuan bernama perpisahan itu adalah pertemuan terakhir kita.Sekarang, ditengah malam yang hening ini, pukul dua lewat empatpuluhempat, aku memutuskan mengakhiri semuanya. Aku memberhentikan paksa perasaanku padamu.
Maka, biarlah kata kata tak bermakna yang kutulis di kertas putih bergaris ini menjadi bukti tentang nyatanya, adanya, pernahnya, aku memiliki perasaan padamu. Terimakasih sudah menolongku saat terjatuh.
Selamat tinggal.
Yang selalu terjatuh saat pertemuan terjadi.Gadis yang tengah duduk sendirian di sudut ruangan caffe dengan secangkir kopi di meja, itu menutup buku catatannya. Telah selesai membaca semua tulisan tangannya pada masa SMA dulu.
Lalu, suara dentingan bel pintu caffe yang menandakan datangnya pelanggan membuatnya refleks menatap siapa yang datang. Seorang laki-laki berjalan kearah nya. Laki-laki yang sudah menjawab pertanyaanya, dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argumentasi Dimensi
RandomJangan hanya melihat pada satu sudut pandang. Banyak argumen dari berbagai sudut dan dimensi. Karena ini, Argumentasi Dimensi.