Esok harinya...
Matahari telah menyingsing terlihat gadis kecil dan laki laki paruh baya tertidur di depan televisi lama itu. Beralaskan permadani berwarna merah hati yang sangat indah.
Cahaya matahari menembus masuk kedalam setiap ruangan ruangan di rumah itu. Terlihat sebuah pergerakan kecil yang dilakukan oleh sang laki laki paruh baya itu. Nampak laki laki paruh baya itu sudah bangun dari tidurnya, dengan dia tidak ingin mengganggu putri kecilnya yang tidur dalam rengkuhannya dia bangun secara perlahan-lahan.
Laki-laki paruh baya itu langsung beranjak untuk mengambil sebuah telepon rumah, dan menekan beberapa digit nomor . laki laki paruh baya itu menelepon seseorang.
"Assalamua'laikum maryam"
"Wa'alaikumussalam ya bang fadli, ada apa? Hari ini jadi?"
"Jadi maryam, abang tidak punya waktu banyak, mereka bilang hari ini adalah hari terakhir abang, abang mohon kamu datang ke sini dan jagain natasya,"
"Astagfirullah... Bang segitu parahnya ya, jadi kapan abang pergi? Insya allah kalo untuk jagain natasya maryam sanggup,"
"Sekarang, mar tolong cepat kesini abang tidak kuat lagi, dan telepon Dr. Zidan untuk pergi kesini," laki laki paruh baya itu seraya memegangi dadanya, sesak!
"I-ya bang, maryam tutup dulu ya, maryam usahakan akan sampai kesana 15 menit lagi bersama Dr. Zidan,
Wassalamu'alaikum,""Wa'alaikumussalam,"
Setelah pemutusan sambungan telepon laki laki paruh baya itu segera berjalan mendekati putri kecilnya seraya memegangi dadanya dan menatap sendu kearah putri kecilnya yang dia rawat dari masih umur 1 hari. Istrinya atau ibu dari natasya telah meninggal saat setelah melahirkan putri kecilnya itu, Natasya.
Pria paruh baya itu mengelus rambut putri kecilnya itu dengan sayang, mengecup pucuk kepalanya berkali kali seperti tak ada hari esok, memang tak ada hari esok.
"Ayah, sangat menyayangi nata, jika ayah tak ada jangan pernah menangis, selalu berbahagialah, jangan lupa sholat, mengaji dan jangan melanggar aturan yang di berikan oleh bunda maryam, jadilah anak baik untuk ayah, senyum terakhir...nata"Dan tubuh laki-laki paru baya itu mendadak lemas, dan pandangan ya mulai mengabur, sakit di dadanya menambah parah, dan terdengar suatu lirihan yang amat sangat kecil suaranya "ayah, sayang nata," akhirnya--
Matanya terpejam disamping putri kecilnya tertidur, dan tangan laki-laki paruh baya itu masih dikepala putri kecilnya Nata.
------------------------------------------------------
“Ah, kematian memang misteri. Bisa datang di mana saja, kapan saja. Jika bisa memaknai setiap napas hidup, kematian hanyalah sebuah lonceng untuk waktu yang telah tiada.”- Iwan Setyawan
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah Senyum Terakhir
Short Story"Dulu, aku masih kecil belum tahu arti pertanyaan itu, belum tahu arti tangis itu, belum tahu arti senyuman itu, belum tahu dan belum tahu. Dan ketika saat itu aku mulai tahu, aku hanya berjanji akan menjadi anak baik. aku sayang ayah," -natasya, pu...