Kodrat Perempuan

9.4K 1K 197
                                    

"Ini kenapa anak Ummi pada nangis?" tanya Airin saat ia baru saja tiba di rumah usai berbelanja sebentar di minimarket depan komplek. Ia menurunkan Adeeva yang sedang memakan ice cream dari gendongannya lantas berjalan mendekati Adshilla yang sedang menangis. Bocah enam tahun itu menangis tersedu-sedu lantas memeluk Umminya ketika Umminya mendekat.

"Kenapa anak Ummi?" tanyanya lembut sambil menepuk-nepuk punggung Adshilla. Tak lupa, ia menaruh belanjaannya di lantai. Sementara Adeeva sudah duduk anteng dengan mulut celemotan.

Adel? Adel sedang tidur sesiang ini.

"Ian, Ummi," adu Adshilla. Tangannya menunjuk keberadaan Adrian yang sedang menggambar tak jauh darinya. Anak lelakinya itu melengos.

"Tadi Illa yang ganggu Ian, Ummi!"

Ia membela diri. Airin hanya menggelengkan kepala lantas menggendong gadis kecil berusia enam tahun itu. "Aaaaak! Aaaak Agha!" teriaknya kemudian.

Ia berjalan ke arah tangga lantas berteriak lagi memanggil anak sulungnya itu. Tapi tetap tak ada jawaban. Padahal tadi ia sudah bilang pada Agha agar anak lelaki sulungnya itu mengawasi adik-adiknya. "Aaak! Aaaak Aidaaaan!"

"Iyaaa, Ummiiiiiii!"

Aidan nongol dari kamar Agha, dengan stik PS di tangan.

"Ini kok gak ada yang jagain adik-adiknya sih, Aaak!"

Aidan terkekeh. Ia melempar stik PS itu ke dalam kamar lantas berlari ke bawah. "Kan tadi pada akur, Ummi," celotehnya lantas mencoba mengambil alih Adshilla dari Umminya tapi Adshilla enggan lepas. Gadis kecil itu lebih suka digendong emaknya dibanding abangnya yang berusia 10 tahun itu.

"Tapi diawasi dong," tutur Airin lantas menyuruh Aidan membawa belanjaannya ke dapur. "Aa'ak mana?" tanyanya kemudian. Karena tak menemukan keberadaan Agha.

"Sakit perut, Ummi," jawabnya lagi lantas menaruh belanjaan di atas bar kitchen.

"Lain kali Aaak, kalau A'ak Agha gak bisa jagain adik-adik, gantian Aaak Aidan yang jagain. Apalagi kalau Ummi pergi. Takutnya kan kenapa-napa. Kalau nanti tiba-tiba adik-adik pada jalan keluar terus Aak gak tahu kan bahaya," nasehatnya dengan nada yang sangat lembut.

Aidan terkekeh tapi ia paham sekaligus mengakui kalau itu salahnya.

"Terus Ali mana?"

"Ali ketiduran, Ummi. Tadi waktu Ummi pergi, dia mau minum tapi ditahan sama Aak dengan iming-iming dibeliin mobil-mobilan. Nanti beliin ya, Ummi."

Walaupun menghela nafas, Airin mengiyakan. Memang agak susah membuat Ali untuk berpuasa. Bocah itu suka buka puasa diam-diam, suka ngeles kalau diberi tahu, paling banter yang bisa membuatnya tahan puasa ya dengan iming-iming hadiah. Tapi kadang Airin tak mau melakukan hal itu. Khawatir nanti Ali hanya ingin melakukan sesuatu bukan karena Allah tetapi karena hadiahnya.

"Ya sudah, Aaak. Ini jagain si Adeeva. Suruh Aak Agha ke bawah juga, ambil Illa dari Ummi. Ummi mau masak untuk buka puasa nanti."

Aidan menganggukan kepala lantas berlari menuju Adeeva yang cemongnya sudah seluruh badan. Hal yang membuat Aidan geleng-geleng kepala. Gadis kecil itu tertawa ketika Aidan berhasil menggendongnya ke kamar mandi.

Tak lama Agha turun lantas mengambil alih adiknya kemudian ia bawa ke kamar. Sementara dari luar terdengar suara mobil. Namun suaranya berbeda dari mobil yang biasa dikendarai Akib, suaminya. Betul saja, karena yang muncul adalah abangnya tersayang yang hampir tiga bulan tak bertemu dengannya. Airin melepas sayurannya sesaat kemudian menyalami Fadlan yang baru mengucap salam.

"Akhirnya bang Toyib pulang juga," nyinyir Airin yang membuat Fadlan terkekeh. Bayang kan saja, Airin turut menjadi tempat curahan kakak iparnya gegara lelaki yang satu ini tak pulang-pulang.

Keluarga Adhiyaksa (Spesial Ramadhan) 2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang