Prolog

76 14 4
                                    

  Hembusan angin malam menerpa kulit putihnya, menembus hingga ketulang. Tapi, gadis itu masih enggan beranjak dari tempatnya duduk. Sambil menatap bintang yang terukir indah di langit malam. Untuk sekian kalinya dia menghela nafas panjang. Besok adalah hari terakhirnya ia di sini.

  Dia berfikir, sudah empat tahun dia tinggal di sini, itu berarti sudah empat tahun juga ia meninggalkan kota kelahirannya, Jakarta.

  Jika mengingat tentang Jakarta, banyak kenangan yang telah ia lewati. Dia tersenyum kala teringat kenangan itu bersama sahabat satu-satunya yang ia punya.
 
  Jessyca maharani, sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri. Jeje, sebutan yang sering ia lontarkan kepada sahabatnya itu. Kadang dia pikir bagaimana bisa mereka berteman sedangkan sifat mereka saling bertolak belakang. Memang, takdir tuhan tidak ada yang tahu. Mereka dipertemukan hingga akhirnya saling terikat satu sama lain, sama halnya dengan jodoh.

  Ahh! Jika bahas soal jodoh, ia merasa mengenaskan sekali. Karena sampai saat ini, di usianya yang beranjak tujuh belas tahun ia masih belum bisa merasakan namanya cinta dengan lawan jenis. Ish, Lama-lama pikirannya malah makin ngawur, lebih baik ia beristirahat. Sebelum beranjak masuk kerumah dia kembali menghirup udara malam yang dingin untuk terakhir kalinya.

He is my KUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang