KUMAN 2

43 3 1
                                    

  Hari yang cerah, secerah wajah gadis yang sedang duduk di depan meja rias sambil memoles bibirnya dengan pelembab bibir. Suara ketukan pintu menghentikan aktivitasnya, tidak lama terdengar sautan di balik pintu kamarnya itu. Dengan cepat ia tau bahwa yang mengetuk pintu itu adalah Mamanya.

“Masuk aja, Ma. Pintunya engga dikunci kok!” Seru Felicia membalas sautan Mama.

  Pintu kamar Felicia terbuka, di situ ada Mama sedang berdiri dengan tangan kanan masih memegang kenop pintu. Senyum hangat milik Mamanya terukir di wajahnya.

“Anak Mama udah cantik aja. Kirain Mama, kamu belum bangun.” Ujar Mama setelah masuk ke dalam kamar dan duduk di kasur Felicia.

“Iya. Soalnya aku mau jalan sama Jeje, Ma.” Jawab Felicia bersemangat seperti anak kecil yang mendapatkan permen.

Mama menggeleng melihat tingkah anak semata wayang nya itu. “Kamu ya, baru sampai Jakarta udah mau pergi sana sini. Emang kamu engga capek?” kata Mama.

“Mama, aku tuh sampai di Jakartanya udah dari kemaren. Lagi juga, aku udah istirahat jadi Mama gausah khawatirin aku kecapean.” Jelas Felicia pada Mamanya.

“Oke, Mama izin kamu pergi. Tapi, ingat kamu engga boleh pulang larut malam. Karena besok kamu udah masuk sekolah.” Ucap Mama mengingatkan.

Felicia yang semula membelakangi Mamanya memutar tubuhnya menghadap Mama. “Sip, Ma.” Balas Felicia sambil hormat layaknya upacara bendera.

“Yaudah, kalau kamu udah selesai rapih-rapihnya langsung turun. Kita makan bareng, Papa udah nunggu kamu.” Ucap Mama sebelum keluar dari kamar Felicia.

  Felicia kembali menghadap cermin memastikan lagi penampilannya. Dirasa sudah sempurna ia mengambil tas yang terletak di atas kasur. Ia berjalan keluar kamar dan menuju ketempat dimana orang tuanya berada. Dimana lagi kalau bukan di ruang makan.

  Papa yang melihat kedatangan Felicia, heran lalu melipat koran yang sedang ia baca. “Loh. Kamu mau kemana , Cia?” Tanya Papa.

“Katanya mau pergi sama Jessyca, Pah.” Jawab Mama sambil meletakkan nasi goreng di atas meja makan.

Felicia hanya menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Mamanya.

Papa mengkerutkan dahinya hingga menimbul beberapa lipatan. “Pergi, kemana?” Tanya Papa.

Felicia bergaya seperti sedang memikirkan sesuatu, ia bergumam tidak jelas. “Engga tahu deh, Pah. Mungkin mutar-mutar di Jakarta aja. Soalnya aku kangen suasana Jakarta.” Kata Felicia menjawab pertanyaan Papanya.

  Papa mengangguk mengerti, ia kembali menyeruput kopinya. Felicia menyuapkan makanan yang diberi Mamanya itu. Tidak lama, terdengar suara klakson mobil. Felicia sudah bisa mengetahui kalau itu suara mobil Jessyca, ia mendengus kasar. Felicia meringis melihat makanan di piringnya masih banyak.

“Itu Jessyca, sudah datang.” Ucap Mama.

“Aku tau, Ma.” Jawabnya malas.

“Assalamuailaikum Om, Tante.” Sapa Jessyca, menyalimi orang tua Felicia.

“Waalaikumsalam.” Jawab mereka kompak, Felicia dibuat bengong.

“Lah, bisa kompak.” Gumam Felicia, ia menoleh ke arah Jessyca yang berada tepat di sampingnya,

“Eh.. lu kok udah dateng aja sih, Je!” Seru Felicia tidak suka.

“Bukannya, lu sendiri yang nyuruh gua dateng jam segini.” Kata Jessyca, menaikkan sebelah alisnya bingung.

“Cia, kamu ga boleh ngomong gitu.” Ucap Mamanya memperingati Felicia, “Nak Jessy, duduk dulu sini. Makan bareng kami.”

“Iya, kita makan sama-sama. Cia juga baru makan, tuh.” Sambung Papa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

He is my KUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang