FOUR| Fall in

32.6K 1.7K 90
                                    

FOUR| Fall in...

“Sebenarnya gue nggak tau harus gimana jelasinnya sama Mama Papa gue. Keci kan masih enam belas tahun. Rencana mereka, tamat sekolah nanti Keci langsung mau dinikahin. Parah nggak sih?” curhat Tan malam itu di teras rumah. Setelah makan malam tadi, dia mengajak Berry mengobrol. Awalnya, Tan nggak suka lihat Berry dekat-dekat ama Keci. Tapi sepertinya, Berry nggak seburuk yang dia pikirkan. Dan fakta baru, setelah mengenal Berry, cowok itu ternyata asik juga. Humoris.

“Hem, Keci tau nggak siapa cowok yang mau dijodohin sama dia?” tanya Berry.

“Hemm,” Tan menggaruk-garuk dagunya, ”kayaknya dia belum tau dan sepertinya… nggak mau tau.”

“Namanya dia juga nggak tau?” Entah kenapa Berry jadi begitu penasaran.

“Keci nggak pernah cerita apa-apa ke gue. Kayaknya sih belum… kenapa?” Tan menatap Berry yang terlihat tegang. Dan, kenapa kok Berry terkesan ingin tahu banget?

“Lo sendiri… tau nggak orangnya?”

“Nggak juga. Ntar juga tau kok, kan bulan depan mereka mau dikenalin gitu. Kenapa sih lo? Kepo banget. Eh, jangan-jangan lo suka lagi sama adek gue, iya, kan? Ngaku nggak?!” todong Tan dengan alis naik turun. Berry tergelak sambil memainkan kunci motornya.

“Apaan sih lo. Selera gue tinggi—“

“Lo ngejek adek gue pendek nih ceritanya? Haaah?!” Tan segera menjambak-jambak rambut Berry dengan gemas sampai Berry ngakak. Bukannya kesakitan, Berry malah tertawa senang.  

Di ambang pintu, Keci memerhatikan keduanya dengan senyum lebar. Ternyata, Berry anaknya baik juga. Ya, walaupun sampai sekarang Keci nggak tau apa maksud Berry mengganggunya.

Naksir? Ck! Keci menggeleng-geleng. Nggak mungkinlah Berry naksir cewek kayak dia! Secara, Berry itu cakep dan eksis di sekolah. Kalaupun memang Berry punya maksud lain, pastilah itu hanya untuk hiburannya doang. Atau Berry orangnya memang begitu? Keci sendiri nggak yakin, tapi semoga aja cowok itu nggak punya maksud macam-macam dengannya.

***

“Besok mau nggak gue jemput?” tanya Berry hati-hati.

Keci mengedip bingung, barusan Berry bilang mau jemput dia? Beneren? Kok Keci seneng dengernya. Ah, tapi harus jual mahal dulu dong! Kadang-kadang Berry ini kan susah ditebak anaknya. Dan kenapa Berry mau menjemputnya? Nah, loh? Ada udang dibalik batu kah ini?

“Nggak usah. Aku bisa naik bus kok,” Keci malah menyesal setelah menjawab seperti itu.

“Kok gitu sih? Gue yang ngajak loh! Berry Aberial. Abang paling ganteng di SMA Bintang Terang!” tukas Berry, benar-benar nggak nyangka ajakannya akan ditolak.

“Kok marah? Suka-suka dong. Lagian kenapa juga kamu harus jemput aku?” tanya Keci mulai kesal. Berry ini, benar-benar membingungkan. Kadang bisa jadi manis, kadang juga nyebelin.

“Biar aja yang penting tetap cakep. Nggak mau tau pokoknya besok gue jemput!”

Keci mengerucutkan bibirnya. Tapi, setelah Berry menghilang di balik pagar rumahnya yang menjulang tinggi, dia tersenyum malu-malu sampe-sampe Tan cengo dibuatnya.

“Kamu kenapa senyum-senyum sendiri. Ih, sakit jiwa…,” kata Tan sambil menunjuk-nunjuk wajah adiknya yang merona merah.

“Ih, apaan sih. Biasa aja kok orang senyum…,” kata Keci malu-malu.

“Jangan-jangan...?” Tan menyipitkan mata curiga. Sebelum asumsi kakaknya terbukti benar, Keci langsung ambil langkah seribu kembali ke kamarnya.

Keci RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang