Dua

17 2 0
                                    


Liona memperhatikan jam tangannya.

'gawat gawat gawaaattt!!'

Liona berjalan tergesa-gesa. Ini hari pertamanya sekolah, dan ia hampir terlambat.

'Tidak boleh!'

Hatinya gelisah dan semakin panik.

Liona terus berlari hingga sampai di depan pintu gerbang.

Sepi.

Itulah kesan pertama yang ia lihat dari gerbang sekolahnya. Dan ia kebingungan karena keadaan ini. Terasa aneh.

'Sial! Aku pasti terlambat!' umpatnya dalam hati.

Ia membuka pintu gerbang itu kemudian masuk perlahan.

Yang terlihat di depan matanya adalah pemandangan barisan siswa siswi berseragam putih abu yang berjejer rapih dari sisi belakang.

Ah ya, ini hari senin. Semua ikut upacara. Hati Liona pun merasa sedikit lega. Ia yakin semua akan ikut upacara dan tak ada yang memperhatikannya masuk.

Ia segera masuk dan berjalan di lorong sekolah tersebut. Ia memperhatikan setiap bagian atas pintu kelas dan memperhatikan nama dari setiap kelas.

"12 IPA 3. Ah ini deretan kelas atas." Liona mengerucutkan bibirnya dan kembali berjalan lagi di lorong-lorong kelas itu. Ia berjalan dengan terus memegang erat tasnya. Ada rasa senang dan berdebar dalam hatinya. Ia membayangkan bagaimana rasanya bersekolah di sekolah ini. SMA Harapan Bunda. Nama sekolah yang bagus. ia langsung setuju saat tante Wina menawarkan sekolah ini padanya.

"10 Ipa 2. Yes, ketemu!" Liona akan memasuki ruangan tersebut. Ketika ia membuka pintu, ia melihat ada seorang pria di dalam kelas yang sedang duduk membelakangi Liona sembari memakan camilan.

Kriieeett...

Suara bunyi pintu yang didorong Liona perlahan ternyata tidak menghasilkan suara yang pelan. Dan itu malah membuat pria di dalam kelas itu nampak kaget.

"Astaga!" pria itu membalikkan badannya menghadap Liona.

Liona hanya mengedipkan matanya sebanyak dua kali karena terkejut pria itu bisa berubah posisi secara tiba-tiba. Tampan. Liona merasa bahwa rupa pria itu tampan.

"Yaelah gue kira guru! Mpret lu!" pria itu segera menutup plastik cemilan dan memasukkannya ke dalam laci mejanya.

"Maaf, aku juga jadi ikut kaget kamu bisa puter badan tiba-tiba gitu." Liona mencoba tersenyum tapi sangat terlihat itu senyum menyengir.

"Hahaha aku kamu? lu anak cupu ya? Ngapain lu lagi upacara gini malah ke kelas?" pria itu berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju Liona.

"Itu..."

"Pasti lu telat kan?" pria itu langsung memotong ucapan Liona.

Liona hanya mengangguk.

"HAHAHAHAHA!" tawa pria itu tergelak.

Tch!

Liona mendecak kesal karena ditertawakan.

Melihat muka liona yang tampak sebal, pria itu menghentikan tawanya.

"Hmm..." Pria itu mendekati Liona.

Liona nampak bingung.

Pria itu semakin mendekat.

Liona memundurkan dirinya selangkah.

"Ngomong-ngomong gue baru liat lu. Lu anak baru ya?" Pria itu berdiri di samping Liona dengan jarak yang—cukup—dekat.

Liona kembali mundur selangkah lagi karena merasa pria itu terlalu dekat. "Iya!" decaknya dengan membuang muka.

"Oooh anak baru. Anak baru udah telat aja lu. Hahaha" pria itu mengitari Liona.

Liona merasa kesal. "Kamu sendiri ngapain di sini? Orang-orang kan lagi upacara di luar. Dan kamu BUKAN MURID BARU!" Liona menunjukkan kekesalannya.

"Eh selow dong." pria itu mendekati Liona hingga membuat liona terpojok di pintu.

Hati Liona gelisah karena pria itu memojokkannya.

Bak!

"AAAAWWWWW!!!" pria itu nampak kesakitan dan meloncat loncat menjauh dengan memegang kaki kanannya.

Liona nampak puas karena menginjak kaki laki-laki itu. "Rasain!"

"Jih, ngeselin lu ya!" Pria itu menatap Liona jengkel.

"Siapa suruh deket-deket!" Liona merasa bangga karena telah menginjak kaki yang sedari—tadi—ingin—diinjaknya itu.

"Jihhh!!!" pria itu mendekati Liona dan sudah mengangkat tangannya.

"Kalian ngapain?" Seorang gadis datang dari pintu dan memperhatikan mereka berdua.

"Eh des." Pria itu menjawab sembari menurunkan tangannya dan menjaga jarak dari Liona.

Gadis yang disapa Des itu melihat ke arah Liona. "Lu diapain?"

"Ah engga diapa apain kok." Liona tersenyum.

"Eh, gue nih yang di apa-apain nih, kaki gue dia injek." ucap pria itu dengan memamerkan kaki kanannya.

"Itu karena dia terlalu dekat, aku risih." Liona segera menjelaskan.

"Terlalu dekat?" gadis itu melihat ke arah pria itu dengan mengerutkan keningnya, kemudian kembali melihat Liona. "Lu anak baru ya?"

Liona mengangguk.

Gadis itu tersenyum pada Liona dan mengulurkan tangannya "Kenalin, gue Desy Adinanty. Lu bisa panggil gue Des aja"

Liona tersenyum, teman pertama. Dalam pikirannya. Ia lalu menjabat tangan Desy "Aku Liona Liliana, panggil aja Liona atau Lin."

"Ini hari pertama lu sekolah ya?" Desy masuk kedalam kelas lalu menaruh tasnya di bangku sebelah kanan paling depan baris paling kiri.

"Hmm, iya." Liona hanya memperhatikan Desy.

"Lu udah ada temen sebangku?" Desy kembali bertanya

Liona menggelengkan kepala.

"Lu duduk sama gue aja." Desy menawarkan sisi tempat duduk di sampingnya yang kosong.

Liona mengangguk dan berjalan menghampiri Desy.

Pria itu melihat Liona berjalan melewatinya. "Udah selesai acara perkenalan-anak-barunya? Udah lah, gue mau ke kantin"

Liona menoleh memperhatikan pria itu keluar dari kelas.

Kenapa orang ini kaya sinis sih? Batinnya.

"Udah, cuekin aja. Dia emang aneh. Tapi lu harus hati-hati sama dia. Dia playboy." Desy menjelaskan sembari membuka tasnya dan menyiapkan buku pelajaran yang akan di gunakan.

"Playboy? Namanya siapa?" Liona sedikit penasaran.

"Johanes Adrian." ucap Desy malas.

Liona mengangguk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 02, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Liona's TearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang