Bab 4 | Istirahat

19 6 5
                                        

Bening memutuskan untuk tetap di toilet sampai bel pulang berbunyi. Setelah bel berbunyi berlalu, dia mencoba berdiri sebisa mungkin. Walaupun dua kali gagal tapi dipercobaan ketiga dia berhasil. Yah, tentu dengan rasa nyeri yang membuatnya meringis.

"Siapa aja kek, tolongin gue." batin Bening.

Alhasil, Bening berjalan menuju kelasnya dengan merambat tembok. Lututnya bermasalah. Fiks, dia keseleo.

"Bening?" suara Pipit membuatnya menoleh.

"Pit, bantuin aku!" pekik Bening sudah tidak tahan.

"Ya Allah, kamu kenapa bisa kayak gini?"

"Ceritanya panjang. Tolongin aku dulu. Aku harus ke kelas."

"Iya. Ayo, pelan-pelan." Pipit membantu Bening untuk berjalan. Tangan Bening di bahu Pipit. Mereka pun menuju kelas.

Di kelas, yang tersisa hanya Pipit dan Bening.

"Kamu kenapa bisa kayak gini?" tanya Pipit.

"Aku tadi jatuh di toilet. Udah minta tolong tapi nggak ada yang nolongin."

"Emang nggak ada yang tahu? Guru kek, apa siswi lain gitu?"

"Ada sih. Raka. Tapi... ah, dia nyebelin!"

"Biar aku tebak. Pasti Raka nggak mau bantu kamu kan?"

Bening mengangguk. Membayangkan bagaimana reaksi Raka yang acuh tak acuh terhadapnya.

"Huh, tuh anak emang sarap. Udah tahu temennya jatuh dibantuin kek malah ditinggal pergi. Terus, kenapa kamu diam aja di toilet?" Pipit menembak pertanyaan lagi.

"Karena nggak ada yang nolongin, aku terpaksa di toilet aja sampai bel pulang. Aku nggak mau keluar. Nanti kalau diliatin orang takut diejek."

Pipit membantu membereskan barang-barang Bening. Setelah memasukkannya ke dalam tas, Pipit membantu Bening untuk berjalan sampai keluar gerbang sekolah.

"Kamu dijemput atau naik angkutan umum?" tanya Pipit.

"Dijemput. Abang aku udah otw."

"Oh. Jangan lupa nanti diperiksain ke dokter. Lukamu lebam gitu. Takutnya nanti bengkak."

"Iya, Pit. Makasih."

"Buat apa?"

"Buat perhatiannya."

"Yaelah, kamu kan sekarang udah jadi teman aku. Sesama teman harus saling bantu membantu. Termasuk perhatian."

Pipit dan Bening menunggu jemputan di bangku yang sudah disediakan pihak sekolah. Sambil menikmati udara sore mereka bercerita banyak hal. Tak lama kemudian motor milik Bevan berhenti tepat di depan mereka.

"Eh, Pit, abang aku udah datang."

"Itu abang kamu?" tanya Pipit seolah tak percaya setelah melihat Bevan yang melepas helm.

"Iya. Bang Bevan sini!" teriak Bening.

"Abang kamu ganteng banget." Pipit berujar seolah terhipnotis. Pipit adalah orang ke seratus lima puluh yang mengatakan hal itu. Bening pun hanya tertawa mendengarnya.

"Dek, kamu kenapa?" Bevan terlihat panik. Bagaimana tidak, adik semata wayangnya dalam keadaan kacau. Kakinya membiru.

"Tadi jatuh di toilet."

"Kok bisa? Kenapa kamu nggak telpon Abang aja suruh jemput dari tadi. Tahu gitu, sekarang kamu udah di rumah istirahat."

"Udah deng Bang, kebiasaan."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 13, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DioramaWhere stories live. Discover now