"Mi... Aku pakek kamar yang atas, ya." suara Bening memenuhi ruangan lantai bawah. Dia menaiki anak tangga untuk melihat-lihat ruang atas.
Tidak ada sahutan. Ari dan Ika sama-sama sibuk dengan barang-barang mereka. Bevan ikut membantu dengan melepas kain putih penutup barang-barang yang ada di rumah itu.
Keluarga Bening tiba di Semarang ketika matahari mulai tenggelam. Dalam keadaan yang cukup lelah mereka membereskan rumah namun tidak sepenuhnya. Hanya beberapa saja yang dikira perlu dan sisanya Ari memutuskan untuk memakai jasa orang.
"Aku capek banget," kata Bevan sambil meregangkan otot.
"Udahan aja, Nak. Lebih baik kamu ke kamar, mandi, terus istirahat. Untuk makan malam kita makan di luar aja," kata Ika.
"Iya, Mi." Bevan menggendong tas hitamnya. Berjalan menuju pintu yang tidak jauh darinya. "Aku pakek kamar ini ya, Mi, Pi."
"Nggak milih yang diatas aja kayak Bening. Setahu Papi rumah ini ada empat kamar. Dua diatas dan dua di bawah." Ari memberi informasi.
"Nggak ah. Kalau punya kamar diatas harus naik tangga. Capek."
Ruangan tempat Bening berpijak kini lebih besar dari kamarnya dulu. Bahkan ada AC. Walaupun keadaan AC itu kurang terawat dan mendekati kata rusak.
"Besok minta tolong tukang memperbaiki AC aja."
Bening berjalan ke ranjang. Menurunkan tas yang sejak tadi digendongnya. Langkah awal adalah mengganti sprei kasur yang mulai kusut dan berdebu. Tidak lupa menyalakan lampu untuk menerangi ruangan yang kelak akan menjadi kamar pribadinya.
"Ah, jendela!" langkah Bening berganti ke jendela model kuno di ujung kamarnya. Dia membuka pengait jendela. Mendorongnya untuk dibuka. Seketika udara senja menerpa kulit wajahnya. Rambutnya tergibas.
"Indah banget. Ini nih yang gue cari. Di Jakarta mana ada." Bening terpana dengan sesuatu di bawahnya. Hamparan rumput bak permadani. Ada pohon besar yang belum diketahui namanya oleh Bening. Tiba-tiba terlintas di otaknya untuk membuat rumah pohon di dahan pohon kokoh itu.
"Bening," kata Ika yang memecah lamunan Bening.
Bening menoleh. "Eh, Mami. Ada apa?"
"Kamu belum mandi? Mandi gih sana. Habis ini kita makan malam ke luar. Sekalian jalan-jalan."
"Serius Mi? Asyikkk... Oke, aku akan mandi."
============================Semarang tidak kalah dengan kota indah lainnya. Suasana malam dengan hiasan lampu kota dan pernak-pernik di sepanjang pinggiran jalan membuat siapa saja takjub. Apalagi Bening yang notabennya anak ibu kota yang mengenal kemacetan, kebisingan, dan polusi dimana-mana. Setelah menginjakkan kaki di kota ini dia merasa bersyukur karena ikut pindah.
"Kita mau makan dimana?" tanya Bening seraya melihat kondisi jalanan lewat kaca mobil.
"Restoran seafood yuk!" ajak Bevan.
"Hmm.. Boleh. Mami juga kangen makan kepiting nih."
"Oke, kita tancap gas ke restoran seafood."
Keluarga Bening memang terkenal penyuka makanan laut. Bevan suka sekali makan cumi-cumi, Bening lebih suka udang, Ika juaranya makan kepiting, kalau Ari jenis makanan laut apa saja dia suka.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima belas menit, keluarga itu tiba di salah satu restoran seafood. Mereka pun masuk ke dalam dan memilih meja yang kosong. Memesan makanan dan menunggu pesanan datang.
Krrggg... Krrggg...
Semua mata menoleh kearah Bening. Pipinya memerah karena malu. Yah, itu suara dari perutnya yang keroncongan.
