Tidak ada yang lebih menyesakkan bagi pria seumuran dirinya. Bagi seorang Bian Satria. Ia hanya ingin menikmati hidup seperti kebanyakan pria seumuran dirinya, dengan satu saja seorang gadis spesial di hidupnya, hanya satu. Setidaknya ia ingin merasakan apa itu romansa cinta, apa arti memiliki dan berjuang bersama.
Usianya sudah menginjak dua puluh empat tahun, namun ia selalu saja kurang beruntung dalam membina hubungan asmara. Bukan karena dia kurang gigih atau terlalu pengecut untuk mengajak seorang gadis berkencan ketika hari libur kerja atau malah hari sabtu, hari kencannya anak muda. Sudah terlalu sering malahan, cuma ceweknya selalu aja kasih alasan untuk nolak, Dari yang ektrem, sampai yang biasa-biasa, dari tips yang katanya hits sampai yang nyleneh sudah ia tempuh.
Namun yaa begitu, kalo nggak gagal ditengah jalan, diputus dalam waktu singkat, yaa harus terima kenyataan pahit di friendzone atau lebih parah lagi ditikung.
Kalo soal tampang, wajahnya mungkin nggak terlalu tampan tapi cukup manis, khas cowok-cowok jawa, kasarnya kalo diajak ke kondangan nggak terlalu malu-maluin lah. Nilai plus nya dia adalah seorang penyayang dan setia, taat beragama, jujur dan rajin menabung, cuama kurang bisa ngatur emosi aja.
Bukankah itu yang dicari para perempuan dari seorang pria? Sosok pria penyayang dan pengertian? Namun yaa, namanya saja perempuan, sulit untuk dimengerti susah untuk di pahami. Kadang dirinya tidak habis pikir sosok yang bagaimanakah yang bisa memenangkan hati para perempuan.
Mungkin dia harus berdiam diri sampai jodoh itu datang. Tapi apa mungkin?
"Ente ada disini rupanya..." Avan Solikin berseru dengan semangat, style nya masih sama. Baju koko dan fez nya yang kali ini berwarna hitam. Di lengannya ia menenteng helm.
"Eh, Van dateng sama siapa lu?" Bian penasaran, kemarin ia melihat status temannya itu di facebook, vespa antik kesayangan temannya itu harus masuk bengkel, nah sekarang dia...
"Avan, dateng sama gue." Bara Bagastra muncul kemudian.
"Oh, lu dateng juga." Bian berkomentar malas.
"Yaelah, Bi itu sudah lebih dari 8 tahun lu masih aja sewot." Oky Bimantara datang tak lama kemudian bersama Andy Danuarta dan juga Johan R. Sadrakh.
Mereka berlima segera duduk mengelilingi meja persegi panjang di cafe itu. Karena kurang kursi Oky yang sempat berebut dengan Avan memilih untuk mengambil kursi dari meja lain.
Oky mencomot salah satu sandwich ham milik Bian, "Kalemin aja..."Oky berkomentar sekali lagi setelah mendapat tempat duduknya di sebelah Andy.
"Eh, monyet lu enak tinggal omong kalemin-kalemin aja mana asal comot makanan gue lagi..." Bian membalas jengkel.
"Yaelah, atu doang itu masih ada satu juga kan..." Oky menggigit sandwich di tangannya sekali gigitan, Andy yang di sebelahnya hanya geleng-geleng kepala.
"Udah-udah nggak usah ribut, kayak anak kecil aja. Kita kan kesini untuk quality time bersama." Johan mencoba menegahi.
"Apaan, elu itu sebagai sesepuh di grup kita harusnya nggak pakek telat, gue udah eneg lama-lama nunggu disini." Bian murka ketika Johan membuka suara.
"Lah, emang janjiannya jam sembilan kan?" Avan bertanya memastikan.
"Kata siapa?" Bian memekik.
"Yaa, kata orang yang lo bilang sesepuh itu..." Andy meraih buku menu di depannya.
"Mampus lu Jo." Oky memberi seringaian mengejek pada karibnya yang sudah hampir ingin lari saja.
"Elo yaa bener-bener kemarin malam lo telefon gue acaranya jam 8, kata anak-anak acaranya jam 9 lo bosan hidup?" Bian kali ini benar-benar murka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Reunion
Short StoryBian Satria berpikir hidup tidak cukup adil baginya. Ia tidak pernah sedikit pun mencecap apa itu cinta. Tapi tidak lagi, sampai pada obrolan soren ya dengan para sahabatnya. Ia menemukan sesuatu yang membahagiakan, sesuatu yang layak untuk diperjua...