Errol

1.1K 10 0
                                    

Orang pertama yang akan selalu aku ingat dalam kisah petualangan asmaraku adalah Errol. Dia teman masa kecilku. Tetanggaku. Teman main aku. Ya kalau sekarang dia sudah nikah, punya istri cantik dan dua anak kecil yang sangat aktif. Dia 11 bulan lebih tua dari aku. Kebetulan orang tuannya adalah orang tua baptisku.

Sekarang kami jarang jumpa. Padahal rumahnya hanya berbatas jalan dengan rumahku. Tapi ya gitu lah, kalau orang sudah sibuk dengan pekerjaan, biasanya kalau sudah capek, ya, pas pulang rumah, mandi, makan, tidur.

Saat masih belia, kami sering jalan sama-sama. Dulu rumah di kampung kami masih jarang-jarang. Masih lebih banyak lahan kosong dan kebun sayur. Saat sepulang sekolah, kami biasa main layangan sama-sama, kadang kelereng atau kemiri. Ya, tergantung musimnya.

Kisah kami mulai saat kami hampir lulus SD. Umurku 11 dan dia 12. Kami sedang main-main di halaman rumah opanya. Pas depan rumah itu ada pohon jambu air yang sedang berbuah lebat. Kami tergolong anak-anak yang sangat aktif, maen tanpa kenal waktu. Jadi, sore itu kami memanjat pohon jambu air dan mulai memilih buah-buah matang yang kami sukai. Sesekali tantenya mendekat dan minta diturunkan beberapa. Asik juga bisa berbagi dengan orang tua.


---------------------
"Sadap ini gora e... " katanya
"Io, maar pa kita sini masih tu muda-muda, cuma sadiki tu sobole mo pete." sahutku. "Co kwa ngana ambe tu di ujung sana, kita tako mo pigi situ. Depe cabang dapa lia tore." Pintaku

Dia secepat kilat sudah ada di ujung cabang yang keluar ke arah sawah dan mulai memetik buah yang matang. Lantaran pohon jambu ini sendiri bertumbuh dipinggir jurang dan cabang satu itu keluar ke arah jurang, aku tidak berani memetik di situ. Beberapa menit kemudian, Errol sudah kembali di dekatku dengan jambu air penuh tertampung di bagian depan kaos putih oranye yang dia pakai.

"napa ba ambe jo." katanya sambil menyodorkan hasil petikannya yang ranum dan mengkilap. Manis rasanya. Sambil makan, kami bercanda di atas pohon. Dan candaan kami berujung pada tantangannya untuk aku mengisap burungnya.

"Isap jo tape lolo." perintahnya dengan penuh otoritas.

"Gila ngana." aku menolak dengan tegas.

Tapi tantangannya itu membuat aku sangat penasaran.

Sebelumnya aku sudah pernah mengoral penis pamanku yang mengiming-imingi aku buku tulis dan buku bacaan. Maklumlah waktu SD, aku tergolong orang kutu Buku. Jadi ngemut kontol bukan barang baru lagi. Namun Errol tidak tahu rahasia kecil itu.

Sikapku yang sedikit tertutup dan pendiam memberi kesan ke teman-teman main aku bahwa aku banci. Itu sebabnya, candaan di atas pohon jambu air berujung permintaan oral sex dari Errol. Hari itu tidak ada kejadian apa-apa.

Hari berlalu, siang ganti malam. Minggu berganti jadi bulan. Sesudah ujian kelulusan sekolah, kami jadi punya banyak waktu main. Jadi kami main sepuasnya. Biasanya saat malam tiba, kami akan pulang dan mandi di rumah masing-masing. Satu malam, saat kami sudah selesai main, mama baptisku, ibunya Errol minta bantuan untuk menimbakan air untuk dia dan dia bilang kami bisa mandi sama-sama di kamar mandi, dari pada harus turun malam-malam ke pancuran, tempat mandi umum.

Waktu kami kecil, mandi di tempat mandi umum adalah hal wajar. Kebanyakan rumah belum memiliki kamar mandi dalam rumah. Belum banyak yang pake pompa air, tapi sumur.

"ngoni dua mandi sama-sama situ jo." kata mama baptisku ke Errol.

Tanpa jawab apa-apa, Errol dan aku bergantian menimba air untuk diisikan ke bak air di kamar mandi.

Awalnya semua baik-baik saja dan tidak ada kejadian aneh. Tapi rasa penasaranku besar. Saat aku melihat tubuh kami telanjang, aku curi-curi pandang ke bagian selangkaan Errol.

Kisah BenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang