13. Sepucuk surat

304 6 1
                                    

Namaku Zainal. Biasa dipanggil dengan sebutan “Zai”. Wajah pas-pasan sedikit rupawan. Kulit sawo matang bercampur putih. Rambut berpotong cepak klimis ala anak muda zaman sekarang. Kalian bingung menggambarkanku? Ah biarin.

Pagi ini aku sebenarnya harus berangkat sekolah, tapi apa boleh buat aku terpaksa telat. Paling juga nanti ujung-ujungnya diminta lari keliling lapangan. Aneh juga hukuman di sekolahku. Aku justru sangat senang, karena sebagai seorang gamers sejati dengan hukuman seperti itu bisa aku jadikan olahraga. Maklumlah seharian aku harus menatap komputer tanpa istirahat.

Nasib memang memiliki orangtua yang cuek. Sampai-sampai anaknya enggak dibangunin. Ah, sudahlah daripada ngomel kaga jelas mending aku berangkat aja.

Sesampainya di sekolah ternyata halaman sekolah sudah sepi. Aku bergumam dalam hati. “Ini bener sekolahku kan?”
Gerbang depan pun sudah tutup. Gak tau apa capeknya naik sekolah pakai sepeda ontel. Yaps aku selalu berangkat sekolah pakai sepeda ontel klasik warisan kakekku dulu. Pengennya sih naik motor, bisa aja sih aku minta sama ayahku untuk dibeliin motor ninja. Suatu ketika aku pernah memintanya pada ayah.

“Yaah beliin Zai motong (motong=motor) ninja dong, biar kayak anak-anak gahool gitoh”
“Mau motor? Ninja? Atau mobil sekalian? Boleh boleh”
“Beneran yah? Terus aku harus ngapain nih? Pasti ada syaratnya kan?”
“Enggak ada kok, eh ayah minta tolong bentar Zai”
“Apaan yah? Santaiii apapun permintaan ayah pasti aku kerjain dehhh”
“Ambilin kertas di lemari kamar ibukmu nak”
“Eh, mana yah? Cuma ada selembar kertas Kartu Keluarga doang nih”
“Iya bener itu, coret aja namamu dari daftar keluarga. Masih sekolah minta ninja, entar kalo kuliah mau minta apa? Pesawat?”

Lucu memang ayahku, dia mau membelikanku motor ninja jika aku mencoret namaku dari kartu keluarga. Eh apa bener memang gitu ya? Wasyah terserah deh. Yang penting aku harus nyamperin Pak Trimo satpam sekolahku buat minta tolong ngebukain pintu gerbangnya.

Saat di pos satpam sontak aku kaget mendapati Pak Trimo yang masih tidur berselimut sarung kumelnya.
“Pak Trimoooooo…” aku pun membangunkannya dengan berteriak, maklum beliau sedikit budeg katanya sih, hehe.
“Gustiii, lagi ngimpi ketemu Ariel Tatum kok ya malah dibangunke. Ada apa to nang?”
“Bukain gerbang pak cepetan keburu ketahuan guru kalau aku telat”
“Kamu ki rajin banget ya, bodoh tapi rajin salut bapak. Mau ngapain sekolah minggu-minggu giniii, dah sana pulang ganggu tidurku aja”

Apa? Minggu? Duh ternyata aku bersekolah pada hari minggu? Percuma dong aku tadi cepet-cepet ke sini. Mana kaki udah capek lagi habis ngeluarin jurus seribu kaki buat ngayuh sepeda.

Akhirnya aku memutuskan untuk pulang saja. Di tengah jalan, khususnya di kawasan taman anggrek, aku mendapati ide untuk membeli es krim dan ngegame bentar di sana. Setelah selesai bermain, aku pun menengadah ke atas melihat awan biru yang sedang berlalu lalang. Tak lupa tentunya, sambil melamun!
Tiba-tiba ada cewek berpakaian kaos oblong putih, bersepatu sneakers gaya anak sekarang duduk di samping kananku. Duh, baunya seperti parfum nenekku, wangi banget. Rambut hitamnya yang diikat, dan pipi yang merah merona. Oh, sungguh aku ingin mengenalnya.

“Ehm, mbak kepanasan yah kok berteduh di sini?”
Dia hanya melemparkan senyum. Wah ternyata jurusku kurang jitu. Aku harus berjuang.
“Kenalin, aku Zainal, panggil aja Zai” kataku sok akrab
“Haha masnya maksa banget yah, iyaya kenalin juga aku Via”
“Masnya hari libur gini kok pakai seragam sekolah?”
“Ini cuma kostum kok tadi abis poto-poto sama temen, hehe” Busyettt, alesanku garing banget.

Seterusnya kami pun mulai akrab dan menceritakan isi hati satu sama lain. Ternyata ada sesuatu yang membuatku kaget setengah mati, ternyata Via yang ada di hadapanku saat ini sedang mempunyai masalah keluarga, sehingga ia memutuskan untuk melarikan diri dari rumah. Senja pun mulai terkias di langit Kota Semarang, tak apalah bercerita di sini sungguh mengasyikkan. Ternyata aku tersadar. Berapa kali momen indah di luar sana yang sudah aku lewatkan ya?

Via akhirnya mengajakku jalan-jalan, dengan sepeda ontelku tentunya. Mengelilingi kota, tertawa bersama. Aku tak heran dan sedikitpun tak merasa takut pergi dengan orang yang baru kukenal. Rejeki juga sih, masak ditolak, hehe.

Gelap malam makin menyelimuti seisi ruang kota, ketika aku hendak ingin berpamitan dan mengajaknya pulang, tiba-tiba mataku terpejam. Saat ku hendak membuka mata lelah sekali rasanya. Dan lagi-lagi aku kaget, aku berada di kamar rumahku. Pantas saja serasa tak asing dengan sekitar. Ada selembar kertas yang tergenggam di tangaku, ternyata itu adalah surat dari Via, percaya tak percaya aku pun harus membacanya.

“Terimakasih sudah menemaniku, bercerita denganku, berharap dan tertawa bersamaku. Kini aku seperti sudah mendapatkan hal yang belum pernah aku dapati dulu. Malam memang terlalu singkat ya, terimakasih Zai”.
Salam dariku
Via Lintang Putri
(Semarang, 05-Nov-1896)

Aku ingat ini hari senin, hari di mana aku harus bersekolah, dengan berkeringat dingin aku melihat kalender yang ada di samping tempat tidurku. Ya benar, ini hari Senin, 12-Okt-2016.

Cerpen Karangan: Hidar Amaruddin

So Funny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang